Peran Jawa Masih Dominan
JAKARTA, KOMPAS — Dominasi Pulau Jawa terhadap struktur perekonomian Indonesia masih terjadi. Peran Jawa terhadap perekonomian Indonesia, setidaknya sejak 2008, selalu di atas 57 persen.
Peran pulau-pulau di Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB), setidaknya sejak 2008, konsisten berurutan. Jawa berperan paling dominan, diikuti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, kemudian Maluku dan Papua.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, peran Jawa terhadap perekonomian RI pada triwulan I-2019 sebesar 59,03 persen. Angka ini naik daripada triwulan I-2018 yang sebesar 58,67 persen.
Sebaliknya, peran Maluku dan Papua pada triwulan I-2019 sebesar 2,19 persen atau merosot dari triwulan I-2018 yang sebesar 2,5 persen.
PDB Indonesia pada triwulan I-2019 sebesar Rp 3.782,4 triliun atau tumbuh 5,07 persen secara tahunan. Pada periode yang sama, produk domestik regional bruto (PDRB) Jawa tumbuh 5,66 persen.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro kepada Kompas mengakui tren kontribusi Jawa terhadap PDB cenderung naik, terutama sejak kebijakan desentralisasi pada 2001.
”Kalau tidak melakukan intervensi secara serius, kecenderungannya akan terus memperkuat Jawa,” kata Bambang di sela-sela Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2019 di Jakarta, Kamis (9/5/2019).
Bambang menambahkan, Jawa masih menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 2045. Namun, bukan berarti upaya pemerataan ekonomi tidak dilakukan. Upaya menumbuhkan pusat-pusat ekonomi baru di luar Jawa menjadi agenda prioritas pemerintah dalam lima tahun mendatang.
Kalau tidak melakukan intervensi secara serius, kecenderungannya akan terus memperkuat Jawa.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, lanjut Bambang, pusat ekonomi baru ditumbuhkan sesuai dengan karakteristik daerah. Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi akan fokus pada industrialisasi berbasis hilirisasi sumber daya alam.
”Kami akan mendorong agar kawasan industri, kawasan ekonomi khusus, termasuk kawasan wisata, dimanfaatkan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi daerah,” kata Bambang.
Menurut Bambang, pembangunan pusat-pusat ekonomi baru juga diperlukan karena beban dan daya dukung Jawa semakin terbatas. Jawa kini menanggung beban sebagai pusat pemerintahan dan bisnis.
Baca juga: Konsumsi Rumah Tangga Digenjot
Dalam visi 2045 yang diluncurkan Bappenas, kontribusi Jawa terhadap PDB akan dikurangi dari 58,3 persen pada 2015 menjadi 51,8 persen pada 2045.
Kepala BPS Suhariyanto menambahkan, ada sejumlah penyebab kontribusi daerah di luar Jawa terhadap PDB cenderung turun pada triwulan I-2019. Faktor yang paling dominan adalah pergeseran masa panen dan musim tanam.
Infrastruktur
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Pengembangan Kawasan Ekonomi Sanny Iskandar menuturkan, ketersediaan infrastruktur serta sarana dan prasarana membuat pelaku usaha banyak berkegiatan ekonomi di Jawa.
”Infrastruktur dan utilitas yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan industri manufaktur masih lebih siap di Jawa,” katanya.
Sanny menambahkan, sejak pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, pembangunan mulai bergeser ke luar Jawa. ”Saat ini, beberapa kawasan industri baru sudah terbangun berikut industrinya, seperti di Morowali, Sulawesi Tengah dan di Sei Mangkei, Sumatera Utara,” ujarnya.
Menurut dia, pemerintah pusat harus serius merealisasikan pemberian insentif fiskal bagi investor yang membangun kegiatan ekonomi di luar Jawa. Kerja sama dengan mitra strategis yang memiliki kemampuan teknologi dan dukungan finansial diyakini juga menentukan keberhasilan pembangunan di luar Jawa.
Pemerintah pusat harus serius merealisasikan pemberian insentif fiskal bagi investor yang membangun kegiatan ekonomi di luar Jawa.
Sinergi
Di acara Musrenbangnas 2019 di Jakarta, Presiden Joko Widodo menegaskan, sinergi pemerintah pusat dan daerah mesti ditingkatkan. Dengan cara itu, Indonesia bisa merealisasikan peluang untuk menjadi empat besar negara dengan ekonomi terkuat di dunia.
”Untuk masuk ke sana (negara-negara dengan ekonomi terkuat di dunia), tidak mudah. Banyak tantangan yang harus diselesaikan. Jangan dipikir (kerja) biasa-biasa, tahu-tahu masuk dalam empat besar negara dengan ekonomi terkuat di dunia,” kata Presiden.
Hal-hal yang penting untuk disinergikan pemerintah pusat dan daerah, antara lain, pemerataan infrastruktur, perizinan, dan sumber daya manusia.
Presiden Joko Widodo berharap pemerintah pusat dan daerah menyederhanakan perizinan untuk investasi berorientasi ekspor dan berorientasi substitusi impor. Presiden juga menegaskan agar pola-pola kerja yang lama dan tradisi lama yang memperumit birokrasi tidak diteruskan.
”Stop, kita harus berhenti. Lima tahun ke depan, mohon maaf, saya sudah nggak ada beban. Saya sudah nggak bisa nyalonkan (presiden) lagi. Oleh karena itu, apa pun yang terbaik untuk negara akan saya lakukan,” tegas Presiden. (KRN/INA/CAS)