usat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat meluncurkan jembatan penyeberangan orang atau JPO dengan konsep Eco di Solo, Jawa Tengah, Jumat (10/5/2019). Solo menjadi kota pertama di Indonesia yang memiliki Eco JPO.
Oleh
ERWIN EDHI PRASETYA
·2 menit baca
SOLO, KOMPAS – Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat meluncurkan jembatan penyeberangan orang atau JPO dengan konsep Eco atau disebut Eco JPO di Solo, Jawa Tengah, Jumat (10/5/2019). Solo menjadi kota pertama di Indonesia yang memiliki Eco JPO.
Kepala Puslitbang Jalan dan Jembatan (Pusjatan), Badan Litbang Kementerian Pekerjaam Umum dan Perumahan Rakyat Deded Permadi Sjamsudin mengatakan, Eco JPO mengusung konsep berkelanjutan yang mencakup aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Eco JPO ini merupakan prototipe penelitian Puslitbang Jalan dan Jembatan dengan konsep ramah lingkungan.
“Eco itu artinya mengusung konsep berkelanjutan. Konsep berkelanjutan aspek lingkungan, antara lain adalah konservasi energi, sebagai contoh penerangan lampu menggunakan tenaga surya. Air hujan tidak terbuang tetapi ditampung untuk penyiraman tanaman,” katanya di Solo, Jumat.
Eco JPO dibangun di depan RSUD dr Moewardi, Solo di atas Jalan Brigjen Katamso. JPO ini tidak hanya menghubungkan kedua sisi pinggir jalan Brigjen Katamso yang bisa dipakai masyarakat umum untuk menyeberang jalan, namun juga memiliki akses langsung ke halaman depan RSUD dr Moewardi. Jembatan ini dibangun dengan anggaran sekitar Rp 5,5 miliar dari APBN.
Eco itu artinya mengusung konsep berkelanjutan. Konsep berkelanjutan aspek lingkungan, antara lain adalah konservasi energi, sebagai contoh penerangan lampu menggunakan tenaga surya. Air hujan tidak terbuang tetapi ditampung untuk penyiraman tanaman
Secara teknis, JPO ini memiliki bentang utama 18 meter dengan lebar 10 meter, serta berketinggian 5,1 meter diatas jalan raya. Di bagian tengah jembatan diperindah sebuah taman kecil dengan aneka tanaman hias. Selain itu, juga dilengkapi lima bangku panjang serta fasilitas pengisi daya telepon seluler.
“Dari aspek ekonomi dan sosial, disini nanti ada tempat untuk berjualan bagi PKL (pedagang kaki lima) dan JPO ini juga menjadi tempat untuk berinteraksi sosial warga,” ujarnya.
Deded menambahkan, konsep keberlanjutan pada Eco JPO ini juga menjawab kebutuhan kaum difabel. Jembatan ini ramah untuk penyandang disabilitas karena dilengkapi lift pada salah satu sisi, sedangkan sisi lainya disediakan ramp dengan tingkat kemiringan yang landai. “Dari produk Puslitbang Jalan dan Jembatan, Eco JPO ini adalah yang pertama di Indonesia,” katanya.
Ruang bagi PKL
Wali Kota Solo FX Rudyatmo mengatakan, Pemerintah Kota Solo berencana menyediakan ruang untuk empat stan PKL. Namun, PKL yang diizinkan membuka usaha merupakan PKL berjenis kering atau PKL non-warung makan sehingga kebersihan JPO terjaga. “Jadi kalau ada orang yang mau menyeberang ke rumah sakit dan mau beli sesuatu ada yang jualan di sini,” tuturnya.
Rudy mengatakan, Pemkot Solo memberi nama JPO ini Eco JPO Gladhag Panti Husada Surakarta. Gladhag berarti jembatan sedangkan Panti Husada berarti tempat atau rumah kesembuhan. “Artinya, jembatan untuk menuju rumah kesembuhan,” kata Rudy.