Tekan Defisit Transaksi Berjalan, Indonesia Tak Lagi Impor Solar dan Avtur
Oleh
M Paschalia Judith J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Defisit di sektor minyak dan gas masih menekan neraca transaksi berjalan sepanjang triwulan-I 2019. Oleh sebab itu, pemerintah menghentikan impor solar dan avtur pada Mei 2019.
Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai defisit transaksi berjalan sebesar 6,96 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau Rp 99,85 triliun dengan kurs referensi BI sebesar Rp 14.347 per dollar AS sepanjang triwulan-I 2019. Nilai itu setara dengan defisit 2,6 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, defisit transaksi berjalan melebar. Pada triwulan I-2018, defisit transaksi berjalan mencapai 5,19 miliar dollar AS atau negatif 2,01 terhadap PDB.
"Dibandingkan triwulan-I tahun lalu, defisit transaksi berjalan kita (pada triwulan I-2019) meningkat. Artinya, Indonesia masih dibebani sektor migas," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution saat ditemui di Jakarta, Jumat (10/5/2019).
Oleh sebab itu, Darmin mengatakan, pemerintah mulai menekan impor avtur dan solar hingga mendekati nol pada Mei 2019. Sebagai subtitusi, Indonesia akan mengolah minyak mentah hasil eksplorasi dalam negeri di kilang untuk menjadi avtur dan solar.
Sebelumnya, minyak mentah itu diekspor. Darmin mengatakan, hal ini juga akan turut berdampak pada penurunan ekspor migas. Adapun berdasarkan laporan yang diterimanya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan PT Pertamina (Persero) tidak bermasalah dengan hal ini.
Pemerintah mulai menekan impor avtur dan solar. Sebagai subtitusi, Indonesia akan mengolah minyak mentah hasil eksplorasi dalam negeri di kilang untuk menjadi avtur dan solar.
Badan Pusat Statistik mencatat, sepanjang triwulan-I 2019, neraca perdagangan migas Indonesia mengalami defisit sebesar 1,34 miliar dollar AS. Angka ini terbentuk dari nilai ekspor sebesar 3,43 miliar dollar AS dan nilai impor 4,78 miliar dollar AS.
Sepanjang 2018, BPS mendata, impor diesel atau solar sebanyak 5,73 juta ton dengan nilai 3,59 miliar dollar AS. Adapun volume impor bahan bakar pesawat jenis avtur mencapai 1,22 juta ton dengan nilai 861,1 juta dollar AS.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Djoko Siswanto mengonfirmasi, PT Pertamina (Persero) tak lagi mengimpor solar jenis CN 48 dan avtur pada Mei 2019 ini. "Produksi kilang dalam negeri saat ini cukup (untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri," ujarnya.