Tetap Ingin Kesepakatan Nuklir Berlanjut, Eropa Tolak Ultimatum Iran
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
BERLIN, JUMAT — Eropa ingin mempertahankan Kesepakatan Nuklir 2015 dan menolak ”ultimatum” Iran. Dalam ultimatum yang disampaikan pada Rabu (8/5/2019), Iran mengancam akan mundur dari Kesepakatan Nuklir 2015 jika Eropa tidak melindungi Iran dari sanksi Amerika Serikat yang merugikan perekonomian Iran.
Meskipun upaya melindungi Iran dari sanksi AS selama ini gagal, Eropa menekankan niatnya untuk menjamin hubungan perdagangan yang sah dengan Iran. Sebelumnya, Presiden Iran Hassan Rouhani mendesak negara yang menandatangani Kesepakatan Nuklir 2015, terutama negara-negara Eropa, untuk memenuhi komitmen mereka dalam melindungi ekonomi Iran.
Dalam kesepakatan yang disebut Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) itu, Iran sepakat untuk mereduksi fasilitas nuklir mereka. Sebagai kompensasi, sanksi internasional yang mencederai ekonomi Iran akan dikurangi. Hasil inspeksi Amerika Serikat menunjukkan Iran telah mematuhi komitmennya.
Apabila Eropa tidak menunjukkan perubahan dalam 60 hari, Iran mengancam akan meningkatkan stok uraniumnya hingga melebihi batas yang ditentukan dalam Kesepakatan Nuklir 2015. Uranium merupakan salah satu bahan yang bisa digunakan untuk membangun senjata nuklir.
Menanggapi ancaman Iran itu, Uni Eropa, Inggris, Perancis, dan Jerman menjawab, menolak untuk patuh pada ”ultimatum” itu. Mereka malah akan menilai kepatuhan Iran sendiri pada komitmen yang dijanjikannya dalam Kesepakatan Nuklir 2015.
”Kami bertekad untuk terus mengejar upaya yang memungkinkan kelanjutan hubungan perdagangan yang sah dengan Iran,” kata perwakilan negara Eropa yang ikut dalam kesepakatan itu. Salah satu upaya yang diusulkan Eropa untuk itu adalah dengan berbisnis bersama Iran menggunakan mata uang non-dollar AS.
Negara Eropa dinyatakan telah mencoba mengembangkan sistem yang memungkinkan investor asing melakukan bisnis di Iran sambil menghindari sanksi AS. Namun, upaya itu selama ini gagal dan perusahaan Eropa menolak berinvestasi di Iran karena takut terkena sanksi dari AS.
Bagi Presiden Perancis Emmanuel Macron, keluar dari Kesepakatan Nuklir 2015 adalah kesalahan besar karena itu hanya akan menyia-nyiakan kerja yang telah dilakukan sebelumnya. Ia memastikan Perancis akan tetap menjadi bagian dari kesepakatan itu dan berharap Iran juga.
Kanselir Jerman Angela Merkel juga menyatakan, UE harus menghindari perselisihan dan mengingatkan pentingnya bagi Iran untuk mematuhi komitmennya dalam Kesepakatan Nuklir 2015 demi kepentingannya sendiri.
Tindakan AS
AS sebelumnya juga menandatangani Kesepakatan Nuklir 2015. Namun, Presiden AS Donald Trump memutuskan keluar dari kesepakatan itu secara sepihak setahun lalu pada 8 Mei 2018. Pada Kamis, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyinggung kesepakatan itu memiliki sejumlah kekurangan besar karena tidak bersifat permanen, tidak menindaklanjuti program rudal Iran, dan tidak menghukum Iran atas apa yang dianggap AS campur tangan di negara lain.
Sebelumnya, pada Rabu (8/5/2019), Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, keputusan AS untuk mundur dari Kesepakatan Nuklir 2015 dan mengenakan sanksi ekonomi terhadap Iran merupakan faktor yang mendorong Iran untuk tidak taat pada kesepakatan itu.
Sementara itu, Otoritas Mesir melaporkan, kapal induk AS, USS Abraham Lincoln, Kamis waktu Kairo, telah melewati Terusan Suez. Beberapa hari sebelumnya, Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton mengumumkan pengerahan sejumlah pesawat terbang serbu dan satuan tugas pengebom ke Iran.
Untuk mencapai Teluk Persia dan menghadapi Iran yang berada di pesisir timurnya, kapal induk harus melewati Terusan Suez yang menghubungkan Laut Mediterania dan Laut Merah. Sebelumnya, kapal induk itu pernah dikerahkan ke Teluk Persia saat invasi AS ke Irak pada 2003.
Jenderal Ralph Groover, Atase Pertahanan AS di Kairo, memuji otoritas Mesir yang telah menjamin keselamatan kapal induk itu selama perjalanannya. Seorang pejabat senior dari otoritas Mesir, yang tidak ingin mengungkapkan identitasnya, mengonfirmasi bahwa kapal induk AS berhasil melewati Terusan Suez dengan lancar.”Operasi itu tidak ada hubungannya dengan dimensi politik,” kata pejabat itu.
Namun, berlayarnya kapal induk AS ke Teluk Persia berlangsung di tengah ketegangan yang meningkat, khususnya antara Iran dan AS. (REUTERS/AFP)