Tim Terus Mencari Penyebab Penyakit Misterius 96 Warga
Hingga Jumat (10/5/2019), sudah 96 warga Dusun Garonggong, Desa Tuju, Bangkala Barat, Jeneponto, terserang penyakit yang hingga kini masih jadi tanda tanya. Tim kesehatan terus memantau kondisi kesehatan warga dengan mengunjungi dusun setiap hari.
Oleh
RENY SRI AYU
·3 menit baca
JENEPONTO, KOMPAS — Hingga Jumat (10/5/2019), sudah 96 warga Dusun Garonggong, Desa Tuju, Bangkala Barat, Jeneponto, Sulawesi Selatan, terserang penyakit yang hingga kini masih jadi tanda tanya. Tim kesehatan terus memantau kondisi kesehatan warga dengan mengunjungi dusun setiap hari. Adapun tim peneliti terus bekerja untuk mengungkap jenis serta sumber penyakit ini.
Berdasarkan pantauan di Puskesmas Buludoang, hingga Jumat sore ada empat pasien yang masuk dan satu di antaranya dirawat inap. Keempat pasien ini masuk setelah pagi hari satu pasien lain pulang. Di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo dan Rumah Sakit Bhayangkara Makassar masing-masing merawat satu pasien dan satu lainnya di Rumah Sakit Maryam Citra Medika, Takalar. Selebihnya pasien menjalani rawat jalan.
Dari 96 warga yang terserang penyakit, empat orang meninggal, yakni Hendri (14), Fani (13), Justina (15), dan Sitti Hajrah (26).
Pantauan di Dusun Garonggong menunjukkan, petugas puskesmas, termasuk dokter, setiap pagi turun ke kampung memantau kondisi warga. Pasien yang menjalani rawat jalan juga dipantau dan diperiksa.
”Banyak pasien yang setelah menjalani perawatan di puskesmas atau memeriksakan diri, lalu meminta rawat jalan. Kalau memang kondisinya memungkinkan, kami izinkan rawat jalan, tapi setiap pagi kami berkeliling memantau dan memeriksa mereka, termasuk memastikan obat dan vitamin yang diberi diminum,” tutur Kepala Puskesmas Buludoang Suharni.
Banyak pasien yang setelah menjalani perawatan di puskesmas atau memeriksakan diri, lalu meminta rawat jalan. Kalau memang kondisinya memungkinkan, kami izinkan rawat jalan.
Mengumpulkan data
Sementara itu, tim peneliti yang diturunkan Dinas Kesehatan Sulsel terus mengumpulkan data dan keterangan serta mengambil dan menguji sampel-sampel darah milik warga serta hewan ternak. Sejauh ini, belum ada hasil laboratorium terkait pemeriksaan darah ini. Data pasien di sejumlah rumah sakit dan puskesmas yang digunakan untuk pemeriksaan ataupun rawat inap juga dikumpulkan.
Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Dinas Kesehatan Sulsel dr Nurul AR mengatakan, butuh waktu untuk meneliti dengan saksama sampel darah yang telah diambil untuk memastikan penyakit yang menyerang warga. Hal itu termasuk memastikan apakah penyebabnya bakteri atau virus, baik lama maupun baru.
Sejauh ini, tim peneliti mencoba mengerucutkan dugaan penyebab dengan kaitan masalah kesehatan lingkungan dan berbagai faktor seperti, antraks, rabies, atau berbagai virus dan bakteri.
Pantauan Kompas di lokasi menunjukkan rumah-rumah warga umumnya dikelilingi kandang. Di dalam dusun setidaknya terdapat lima kandang ayam besar dengan kapasitas lebih dari 3.000 ekor per kandang dalam satu siklus.
Selain itu, kubangan-kubangan kerbau yang berisi lumpur bercampur kotoran kerbau berada di halaman rumah warga. Sapi-sapi juga diternakkan di sekitar rumah, termasuk ayam kampung, itik, dan kuda. Tak jarang warga menjaga ayam dengan tidur di kandang. Risiko antraks dan rabies juga menjadi salah satu yang diteliti.
”Kami terpaksa melakukan ini karena jika mengandangkan jauh dari kampung atau rumah, kami khawatir dicuri. Lagi pula lahan terbatas. Sementara ternak bagi warga andalan dan termasuk simpanan untuk pendidikan maupun jika akan menggelar pesta pernikahan,” kata Joho Daeng Bella (59), warga setempat.
Kondisi ini diakui Nurul sangat berisiko menimbulkan penyakit dan membahayakan warga. ”Kondisi di lokasi memang menunjukkan peternakan sapi, ayam sangat lengket dengan mereka, bahkan bisa serumah dengan kandang,” ujarnya.
”Tak usah jauh-jauh ke antraks, kondisi lingkungan seperti itu saja sudah berisiko. Semua harus berdasar bukti seperti hasil pemeriksaan laboratorium,” lanjut Nurul.