Berlayar Membelah Sungai Cisadane
Di antara cuaca panas, Kota Tangerang masih menyisakan sisi sejuk dan tenang. Perpaduan keindahan Sungai Cisadane yang membelah kota jasa dengan seribu industri ini menyimpan cerita tersendiri tentang pelestarian lingkungan.
Di antara cuaca panas, Kota Tangerang masih menyisakan sisi sejuk dan tenang. Perpaduan keindahan Sungai Cisadane yang membelah kota jasa dengan seribu industri ini menyimpan cerita tersendiri tentang pelestarian lingkungan.
Dua perahu cepat (speedboat) berlabuh di dermaga kecil Bank Sampah Sungai Cisadane (Banksasuci), di Panunggangan Barat, Kecamatan Cisoka, Rabu (8/5/2019). Sekitar 5 meter dari situ, dua perahu dayung berjejer di tepian sungai.
Bekas lumpur yang hampir mengering tersisa di tanah pinggir sungai menuju dermaga.
”Ini sisa dari banjir saat Sungai Cisadane meluap, pekan lalu. Waktu itu, ketinggian air 1,2 meter sampai 1,5 meter,” kata Direktur Banksasuci Uyus Setia Bhakti, di kemah induk Banksasuci.
Dilengkapi baju pelampung, kami siap mengarungi sungai sembari menanti waktu berbuka puasa.
Mula-mula perahu melaju ke arah Serpong, Tangerang Selatan. Sekitar 200 meter, perahu berbalik menuju kota.
Rasa penasaran menuntun kami singgah ke hutan kota untuk menikmati segar dan sejuknya udara di pabrik oksigen bernama Arboretum yang dikembangkan Banksasuci.
Lokasinya persis di seberang basecamp Banksasuci dan terpisahkan aliran Cisadane. Sebatang pohon buah lo atau loa berukuran besar berusia sekitar 35 tahun menjadi penanda kemah induk itu. Pada siang terik, suasana di pabrik oksigen ini terasa lebih segar dan dingin. Persis seperti namanya.
Uyus mengatakan, dalam lima tahapan, mereka menanam 6.000 pohon di lahan pabrik oksigen ini. Sebagian pohon itu menggantikan pohon lama yang sudah mati.
Dari 95 jenis pohon di pabrik oksigen ini, sebanyak 34 jenis adalah pohon buah-buahan, termasuk buah langka seperti loa, daroak yang buahnya mirip anggur dan berwarna ungu tua, rukam yang buahnya seperti lobi-lobi, nam nam atau anjing-anjing atau sawo pancukan yang merupakan tanaman endemik di Banten dan Jawa Barat, serta jamblang.
Ada juga pohon jambu, jambu monyet, jambu air, belimbing, mangga, kedondong, dan sukun.
Sebagian lagi yang menghuni pabrik oksigen ini adalah tanaman bunga. Sayangnya, sebagian besar tanaman bunga hancur dan hilang terbawa arus ketika Cisadane meluap pekan lalu.
Alam dan perkampungan
Setelah puas menikmati kesegaran pabrik oksigen, kita kembali naik perahu.
Perahu cepat pun kembali membelah sungai yang airnya berwarna kecoklatan itu. Kini, arah perahu menuju Kota Tangerang hingga belakang pusat perbelanjaan Robinson.
Perjalanan sekitar 1 jam itu bakal diisi dengan pemandangan yang tidak membosankan. Lihatlah hijaunya pepohonan di tepian sungai. Perahu-perahu tradisional pencari ikan dan cacing sutra yang tersebar di sepanjang sungai juga mencuri perhatian.
Kicauan burung hingga tarian burung walet di atas sungai ikut mewarnai perjalanan susur sungai.
Sejumlah tempat ibadah, di antaranya, gereja di jembatan Shinta, wihara di Karawaci Hilir, Kelenteng Boen Tek Bio, Masjid Kali Pasir, dan Masjid Agung Al Ittihad ikut berjajar di tepian sungai.
Tak ketinggalan Pasar Lama Kota Tangerang yang terlihat dari sungai. Jika ingin menikmati kuliner Pasar Lama atau berbelanja buah-buahan di Pasar Anyar, kita bisa minta turun di dermaga Tangga Jamban, dekat Kelenteng Boen Tek Bio.
Pemandangan lain yang bakal tersaji di perjalanan kali ini adalah kampung nelayan Bojong, Saung Sukun, kampung wisata Karawaci Hilir, dan kawasan Kompleks Pendidikan Cikokol.
Kampung Cacing, Taman Gajah, Kampung Berkelir, Flying Deck Babakan, Dermaga Boen Tek Bio (Tangga Jamban), pusat kuliner Pasar Lama, hingga Jembatan Berendeng dan pusat kuliner Gerendeng juga membentang di sepanjang jalan sungai ini.
”Selain ke arah Kota Tangerang, pengunjung juga bisa menikmati perjalanan susur sungai ini hingga ke BSD,” kata Uyus.
Ia memimpikan terbangunnya river front center di sungai yang mengalir sepanjang 128 kilometer, mulai dari Batu Belah hingga hilir, Tanjung Burung ini.
Sayang, sejumlah industri yang membuang limbah cairnya ke Sungai Cisadane juga masih terlihat.
Memancing
Jika tidak ingin menyusuri sungai, kita bisa duduk bersantai sembari menikmati senja dari pinggir sungai ini. Bisa juga berolahraga di lintasan joging kawasan pabrik oksigen.
Memancing juga bisa dilakukan karena aneka ikan ada di sungai ini. Sebut saja ikan mas, lele, mujair, sepat, belida, dan gabus.
”Di sini dulu ada ikan kancra dan ikan paray, tetapi sekarang tidak kelihatan lagi di sungai mulai dari Cihuni sampai Bendungan Sepuluh (Pintu Air Sepuluh). Kalau ke arah atas (hulu) dari lokasi ini, seperti di kawasan sekitar The Breeze (BSD), ikan-ikan ini masih didapat dengan menggunakan jaring,” ujar Uyus.
Pengunjung juga bisa melihat pemilahan sampah Banksasuci hingga dijual kepada pengepul.
Aneka produk kreatif dari sampah juga ada di sini. Sebut saja sofa berbahan drum bekas yang cocok ditaruh di dalam atau luar ruangan.
Jelang berbuka puasa
Apabila perjalanan kali ini berakhir menjelang waktu berbuka puasa, kita tak perlu khawatir. Aneka menu berbuka bisa didapatkan di sini.
Liwetan kroyokan, misalnya, menjadi salah satu menu andalan kafe Banksasuci. Seperti namanya, nasi yang dilengkapi aneka lauk dan sayur ini disajikan di atas daun pisang untuk dimakan bersama-sama teman seperjalanan kita. Tak lupa, teh manis atau kopi panas tersedia untuk berbuka puasa dan menemani waktu makan.
Pengunjung bisa pula membawa makanan dari rumah dan menggelarnya di saung.
Pergi bersama anak kecil? Tak usah cemas. Anak-anak bisa bermain ayunan di taman bermain.
Sebenarnya ada flying fox yang membentang menyeberangi Cisadane dari Taman Banksasuci ke pabrik oksigen. Akan tetapi, banjir bandang pada pekan lalu merusak permainan itu karena ada tangki besar yang menabrak tiang menara.
”Untuk sementara, permainan flying fox tidak bisa digunakan,” jelas Uyus.
Ayu (35), warga Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, menyukai tempat wisata ini lantaran sejuk dan udaranya segar. ”Enggak ada polusi dan enggak bising,” katanya.
Edukasi kebersihan
Untuk bisa menelusuri perjalanan ini, kita cukup menukarkan minimal 50 botol bekas minuman kemasan kepada Uyus dan tim Banksasuci.
”Sekali perjalanan butuh sekitar Rp 200.000 untuk bahan bakar. Akan tetapi, bukan uang tunai yang kami cari, melainkan sampah botol plastik,” kata Uyus.
Dengan sistem pembayaran seperti itu, kata Uyus, pihaknya hendak mengajarkan kepada masyarakat untuk peduli kebersihan lingkungan.
Banksasuci berdiri pada 2012. Banksasuci didirikan atas dasar semangat penggiat lingkungan yang peduli untuk merawat kebersihan Sungai Cisadane.
Mereka mengusung program Pelestarian Lingkungan Hidup Sungai Cisadane, baik dalam program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) maupun kemitraan lainnya.
”Jangka panjangnya, mudah-mudahan menjadi salah satu destinasi edukasi dan wisata alam di Kota Tangerang. Sementara pabrik oksigen atau disebut oleh teman-teman sebagai taman Arboretum diproyeksi menjadi pusat kajian lingkungan hidup di Kota Tangerang,” harap Uyus.
Komunitas ini juga rutin menjaring sampah dengan rakit. Sampah yang terjaring diangkat dan dipilah. Hasil pilahan sampah ada yang dicacah menggunakan mesin pencacah, ada yang dijadikan sebagai pupuk organik, ada juga yang didaur ulang.
Selain menjaring sampah, Banksasuci juga mengumpulkan sampah dari masyarakat di sekitar bantaran Sungai Cisadane. Sampah yang dikumpulkan masyarakat itu dijual ke Banksasuci dan hasilnya menjadi tabungan warga.
Tabungan itu bisa untuk biaya sekolah ataupun untuk kebutuhan rumah tangga, termasuk tabungan lebaran.
Jika sebelumnya Banksasuci merupakan singkatan dari Bank Sampah Sungai Cisadane, belakangan Ci di belakang kata Banksasuci berkembang untuk Sungai Cimanceuri, Cidurian, dan Cirarab yang ada di Tangerang.
Jika Anda tertarik menyusuri Sungai Cisadane, menikmati pemandangan di sepanjang sungai ini, sekaligus mencurahkan perhatian atas lingkungan, opsi bersama Banksasuci bisa menjadi pilihan. Selain merasakan sesuatu yang baru, kita juga bisa berkontribusi untuk lingkungan. Yuk!