Kelompok teroris JAD telah menyiapkan bom yang dikendalikan dari jarak jauh untuk diledakkan di tengah unjuk rasa pada hari pengumuman hasil pemilu.
JAKARTA, KOMPAS - Kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah terus mengembangkan metode serangan teror. Setelah aksi teror yang dilakukan keluarga, jaringan itu menyiapkan serangan teror jarak jauh dengan target aksi massa pada pengumuman hasil Pemilu 2019 pada 22 Mei di Komisi Pemilihan Umum, Jakarta.
Sejak akhir pekan lalu, tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri telah menangkap 10 anggota kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Bekasi, Jawa Barat. Diawali dengan penangkapan SL, tim Densus kemudian menangkap EY, pemimpin JAD Bekasi, Rabu (8/5/2019). Selain EY, polisi juga menangkap YM yang mengajari SL dan tujuh orang lain merakit bom. Kelompok itu telah merencanakan aksi teror dengan dua target utama, yaitu anggota kepolisian dan peserta unjuk rasa pada hari pengumuman hasil Pemilu 2019.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo, Jumat (10/5/2019), mengatakan, dari hasil olah tempat kejadian perkara di rumah salah satu terduga teroris, ditemukan bahan baku bom rakitan yang cukup modern. Bom itu berbahan utama TATP (triaseton triperoksida). Sebagian bom juga memiliki rangkaian switching sehingga peledakannya dapat dikontrol dari jarak jauh.
Berdasarkan keterangan EY, lanjut Dedi, bom-bom rakitan itu telah dipasangi alat untuk mengantisipasi peredam atau penghilang sinyal (jammer). Bom yang disiapkan EY itu dikendalikan dari jarak jauh melalui sambungan Wi-Fi.
”Apabila nanti terjadi demo dengan jumlah massa cukup besar di KPU, EY telah mempersiapkan untuk menaruh beberapa ransel berisi bom yang bisa ia atur untuk diledakkan dengan telepon genggam dari jarak 1 kilometer. Kemampuan ini dipelajari EY di media sosial,” ujar Dedi.
Penggunaan bom jarak jauh dengan menggunakan sinyal telepon genggam telah digunakan pada peristiwa Bom Bali 1 pada Oktober 2002.
Dedi mengungkapkan, dari penangkapan EY dan YM juga ditemukan dua bom yang sudah siap digunakan. ”EY memiliki sumber dana yang cukup baik. Ia juga memiliki keahlian melatih dan merekrut orang lain. Oleh karena itu, tim Densus 88 Antiteror masih terus bergerak untuk mencari kemungkinan bahan peledak lain yang telah diberikan ke jaringan lain,” kata Dedi.
Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail, menilai, kian berkembangnya kelompok JAD tidak lepas dari radikalisasi di dunia maya. Medsos juga digunakan NIIS untuk berbagi taktik serangan teror. ”Dari segi taktik, serangan menggunakan bom jarak jauh itu mereka bahas. Kelompok di Bekasi ini telah siap mempraktikkan,” kata Huda.