Penutupan Tanpa Menghadirkan Alternatif Lain bagi Pengguna Jalan
Penutupan sejumlah pelintasan sebidang jalur kereta api di Jakarta Timur mulai Sabtu (11/5/2019) dini hari penting untuk menjaga keselamatan pengguna jalan. Namun, penutupan tersebut tanpa menghadirkan fasilitas lain bagi pengguna jalan.
Oleh
Aguido Adri
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penutupan sejumlah pelintasan sebidang jalur kereta api di Jakarta Timur mulai Sabtu (11/5/2019) dini hari penting untuk menjaga keselamatan pengguna jalan. Namun, penutupan tersebut tanpa menghadirkan fasilitas lain bagi pengguna jalan, seperti jembatan penyeberangan orang atau terowongan untuk kendaraan, juga akan merugikan mereka.
Pelintasan sebidang yang ditutup adalah Jalur Pelintasan Langsung (JPL) 52 Pisangan Lama dan JPL 66 Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur.
”Beroperasinya jalur dwiganda nantinya membuat arus lalu lintas kereta api akan ramai. Jika pembangunan sudah selesai seluruhnya, diharapkan kereta datang 3 sampai 5 menit. Oleh karena itu, pelintasan sebidang harus ditutup. Ini dilakukan untuk keselamatan perjalanan kereta api, pengendara, dan masyarakat,” tutur Eva Chairunisa dari Humas PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasi I, di Jakarta, Sabtu (11/5/2019).
Dengan beroperasinya jalur dwiganda segmen Jatinegara-Cakung, jalur ganda yang sudah ada sebelumnya akan dioperasikan untuk melayani operasi KRL commuter line Jabodetabek. Adapun jalur ganda yang baru akan difungsikan untuk melayani pengoperasian kereta api jarak jauh dan lokal.
Aditya Dwi Laksana dari Masyarakat Transportasi Indonesia mengingatkan, di luar JPL resmi, banyak pelintasan sebidang ilegal di jalur dwiganda.
”Masih adanya pelintasan ilegal yang banyak digunakan oleh motor dan pejalan kaki. Pengoperasian jalur dwiganda itu harus disosialisasikan masif ke masyarakat agar tidak ada yang menyeberang karena lalu lintas kereta akan ramai sekali,” ujarnya.
Sementara pengamat transportasi dari Inisiatif Strategi untuk Transportasi, Darmaningtyas, mengatakan, seharusnya sebelum pelintasan sebidang ditutup, jembatan penyeberangan orang dibangun terlebih dahulu.
Ini seperti penutupan pelintasan sebidang sebelumnya yang berada di kawasan Lenteng Agung, Tanjung Barat, dan Pasar Minggu Baru.
”Jangan kebalik, pelintasan sebidang ditutup, lalu dibuat JPO (jembatan penyeberangan orang). Pejalan kaki akan terdampak. Bahaya jika mereka melintas di atas rel. Ada koordinasi yang berjalan antara Direktorat Jenderal Keselamatan Kereta Api dengan Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR atau Dinas Bina Marga kabupaten,” katanya.
Ia melanjutkan, penutupan pelintasan sebidang sudah seharusnya dilakukan demi kepentingan keselamatan bersama karena seharusnya tidak ada pelintasan sebidang di jalur kereta api.
Namun, dia menekankan kembali, penutupan hendaknya disertai dengan solusi untuk pengendara kendaraan dan pejalan kaki. Sebagai contoh, dengan membuatkan JPO atau terowongan untuk kendaraan bermotor.
Akses pejalan kaki
Edi (76), warga Prumpung, Jatinegara, mengatakan, penutupan pelintasan sebidang JPL 52 Pisangan Lama dinilai akan mengurangi kemacetan karena sejak ditutup Sabtu dini hari, lalu lintas di Jalan Bekasi Timur berjalan lancar.
Sayangnya, lanjut Edi, penutupan pelintasan sebidang hanya di JPL resmi. Sementara ada beberapa jalur pelintasan lain yang ilegal masih digunakan pejalan kaki.
”Saya termasuk warga yang menggunakan pelintasan sebidang ilegal karena tidak ada JPO,” ujar pria yang hendak pergi ke Pasar Enjo itu.
Dari pantauan, setidaknya ada dua pelintasan sebidang ilegal yang sering dilalui pejalan kaki. Di sana sudah ada spanduk pemberitahuan terkait akan beroperasinya jalur dwiganda. Dalam spanduk juga tertulis, masyarakat diimbau tidak melewati pelintasan sebidang.
Warga yang tinggal di sekitar Stasiun Jatinegara sebenarnya sudah lama berharap ada JPO. Hal itu diungkapkan Lastri (34), warga Pisangan Lama. Ia setiap hari melintasi jalur rel kereta api yang tidak memiliki pintu pengaman. Hal ini dia lakukan karena tidak ada JPO yang menghubungkan Jalan Bekasi Barat atau Jalan Bekasi Timur dengan Jalan Pisangan Timur.
”Selama ini saya jarang lewat pelintasan sana (JPL 52 Pisangan Lama) karena jauh. Jadi saya potong lewat jalur ini,” kata Lastri.
Begitu pula Najwa (40). ”Rasa waswas saat menyeberang pasti ada. Tapi, JPO enggak ada, mau gimana lagi? Kalau lewat pelintasan di sana jauh meski di sana ada pintu plangnya. Saya harap pemerintah membuat akses penyeberangan biar aman,” katanya.
Rekayasa lalu lintas
Diberitakan sebelumnya, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta Sigit Wijatmoko mengatakan, sehubungan dengan penutupan pelintasan sebidang kereta api JPL 52 Pisangan Lama dan JPL 66 Penggilingan Cakung, akan ada rekayasa lalu lintas.
Untuk penutupan pelintasan sebidang kereta api JPL 52 Pisangan Lama, arus lalu lintas dari arah Jatinegara yang akan menuju Pisangan Lama dialihkan ke arah belokan kanan menuju Kupingan Jatinegara, lalu putar balik menuju Jalan Kebon Sereh Barat-Jalan Pisangan Lama Selatan, dan seterusnya.
Lalu, arus lalu lintas dari arah Pisangan Lama yang akan menuju Jalan I Gusti Ngurah Rai dialihkan lurus menuju Jalan Pisangan Lama Selatan-Jalan Pisangan Lama Timur-Jalan Cipinang Kebembem-Jalan Bekasi Timur Raya-putar balik menuju jalan layang Cipinang Lontar-putar balik di depan Lapas Cipinang-Jalan I Gusti Ngurah Rai, dan seterusnya.
Sementara itu, penutupan pelintasan sebidang kereta api JPL 66 Penggilingan, Cakung, arus lalu lintas dari arah Pulogebang yang akan menuju Jatinegara dialihkan lurus menuju Jalan Stasiun Cakung-Jalan Cakung Cilincing Barat-Jalan Dr Sumarno-jalan layang Penggilingan-Jalan I Gusti Ngurah Rai, dan seterusnya.
Arus lalu lintas dari arah Jatinegara yang semula melewati pelintasan kereta api Stasiun Cakung yang akan menuju arah Pulogebang dialihkan melalui jalan layang Penggilingan-Jalan Dr Sumarno-Jalan Sentra Primer, dan seterusnya.