Teknologi Menarik Minat Anak Muda Terjun ke Pertanian
Indonesia masih menyandang julukan negara agraris. Sayangnya, sebutan ini terancam luntur lantaran masih rendahnya peran anak muda dalam bidang pertanian. Berdasarkan penelitian "From Farm to Fork", urbanisasi di Indonesia diprediksi membuat masyarakat meninggalkan ekonomi pertanian. Menurut data dari Bank Dunia, 68 persen populasi penduduk akan tinggal di perkotaan.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
Indonesia masih menyandang julukan negara agraris. Sayangnya, sebutan ini terancam luntur lantaran masih rendahnya peran anak muda dalam bidang pertanian.
Berdasarkan penelitian "From Farm to Fork", urbanisasi di Indonesia diprediksi membuat masyarakat meninggalkan ekonomi pertanian. Menurut data dari Bank Dunia, 68 persen populasi penduduk akan tinggal di perkotaan.
Imbasnya, para pemuda, terutama yang berada dalam kelompok usia produktif, semakin meninggalkan profesi di bidang pertanian yang sarat dengan ekonomi pedesaan. "Berdasarkan data yang kami himpun, jumlah petani Indonesia yang berusia 35 tahun ke bawah berkisar 10 persen dari 35,7 juta petani. Hal ini menjadi ironi karena pertanian membutuhkan regenerasi dari anak-anak muda," tutur Ketua Umum Perkumpulan Insan Tani dan Nelayan Indonesia (Intani) Guntur Subagja saat dihubungi, Sabtu (11/5/2019).
Oleh sebab itu, kata Guntur, teknologi dapat menjadi magnet anak muda untuk berkecimpung dalam pertanian. Teknologi membuat kegiatan pertanian dapat dilakukan melalui gawai atau ponsel yang akrab dengan anak muda.
Guntur mencontohkan, saat ini pemupukan dan penyiraman dapat menggunakan pesawat tak berawak atau drone. Pemantauan tanaman pertanian pun dapat memanfaatkan aplikasi pada ponsel.
Melihat peluang menarik anak muda melalui teknologi pertanian, Guntur mengatakan, pihaknya tengah mengembangkan aplikasi ponsel yang dapat menghubungkan petani dengan investor, perguruan tinggi, dan pelaku pasar sebagai kesatuan dari ekosistem pertanian. Harapannya, aplikasi ini dapat diluncurkan pada 2019.
Antusiasme anak muda di bidang pertanian berkat teknologi tercermin dalam kegiatan AgriSocio, bisnis digital sosial yang membantu petani dalam menerapkan teknologi pertanian dan menjual produk pertanian. Chief Executive Officer sekaligus Founder AgriSocio Alfi Irfan mengatakan, 70 persen dari 95 kelompok tani dikelola oleh anak muda yang berusia kurang dari 40 tahun.
Padahal, saat melakukan riset bisnis pada 2013, Alfi mengatakan, 85 persen anak muda meremehkan sektor pertanian. "Bagi mereka, pertanian itu hanya menyangkut membajak sawah dengan kerbau," ujarnya.
Alfi berpendapat, anak muda yang berminat menjadi petani dan tergabung di AgriSocio karena telah melihat dampak peningkatan pendapatan berkat adanya teknologi. Rata-rata kenaikan pendapatan setelah bergabung dengan AgriSocio berkisar 25 persen.
Kenaikan peran anak muda dalam kegiatan pertanian yang melibatkan teknologi juga tercermin dari petani yang tergabung dalam TaniHub. Chief Executive Officer TaniHub Ivan Arie memaparkan, ada sekitar 25.000 petani yang bergabung dengan TaniHub. Lebih dari 50 persennya merupakan pemuda di bawah 40 tahun. Padahal, saat memulai TaniHub pada 2016, jumlah petani muda berkisar 5-10 persen.
Selain di lahan pertanian, Corporate Affairs Director Cargill Indonesia Arief Susanto berpendapat, anak muda juga mesti dilibatkan dalam rantai industri pertanian di antara produsen dan konsumen. "Kehadiran anak muda dapat menjadi sumber pemikiran inovatif dalam bidang pertanian," katanya.
Adanya teknologi membuat bertani tak lagi sekadar soal membajak sawah dengan kerbau. Kesan modern dan mengikuti perkembangan zaman yang diunjukkan seharusnya mampu menarik lebih banyak anak muda menyelami pertanian nasional.