Bersihkan Sampah, Anak Muda Manado Tumbuhkan Tanggung Jawab Bersama
Kompak mengenakan kaus putih, sekitar 80 anak muda berkumpul di tepi Teluk Manado di Kawasan Megamas, Manado, Sulawesi Utara, Sabtu (11/5/2019). Walau tak saling mengenal, mereka sepakat sudah terlalu banyak sampah yang mengotori pesisir Manado. Perlu aksi nyata untuk merubahnya.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·5 menit baca
Kompak mengenakan kaus putih, sekitar 80 anak muda berkumpul di tepi Teluk Manado di Kawasan Megamas, Manado, Sulawesi Utara, Sabtu (11/5/2019). Walau tak saling mengenal, mereka sepakat sudah terlalu banyak sampah yang mengotori pesisir Manado. Perlu aksi nyata untuk merubahnya.
Berbekal satu rasa itu, mereka yang mayoritas, mahasiswa Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), turun langsung untuk ikut acara bersih-bersih pantai. Acara tersebut diprakarsai sekelompok mahasiswa anggota American Corner Unsrat.
Irene (19), mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsrat, sudah terlalu lama pura-pura tidak peduli dengan sampah, masalah yang jelas terlihat di sekitarnya. Namun, apalah artinya jika ia bergerak seorang diri.
“Saya sudah punya concern tentang sampah sejak dulu tapi belum ada wadah untuk bertindak bersama-sama. Kesadaran warga Manado, tua ataupun muda, termasuk rendah memandang sampah,” kata Irene.
Ia pun menggulung kaus lengan panjangnya dan pergi ke sudut-sudut taman tepi laut itu. Dengan sepasang sarung tangan, para mahasiswa yang dibagi dalam 10 orang per kelompok, mengumpulkan sampah dan memasukannya ke wadah hitam besar.
Kendati hampir tak terlihat, sampah-sampah plastik berserakan di taman Kawasan Megamas. Di tempat piknik warga itu, botol-botol air mineral bekas berserakan di atas rerumputan hingga di tumpukan batu-batu vulkanik pemecah ombak. Kulit durian tak ketinggalan ikut mengotorinya.
Setelah sekitar satu jam, mereka kembali dengan kantong plastik yang penuh dengan sisa produk-produk yang dikonsumsi warga kota. Jenis sampah yang terkumpul pun beragam. Mulai dari botol plastik, karton wadah makanan, puntung rokok, sandal rusak, hingga rangka kipas angin. Lebih dari 20 kantong terkumpul. Isinya sampah semua.
“Sumber masalah sampah di kota kami adalah tanggung jawab. Banyak orang yang sudah terbiasa mengonsumsi, tetapi tidak tahu cara mengolah waste yang dihasilkan. Saya harap, kegiatan seperti ini bisa mengawali kesadaran di generasi muda. Tantangan terbesar kami meyakinkan generasi terdahulu tentang pentingnya mengelola sampah,” ujar Irene.
Joddy (22), mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat, senang menjadi partisipan dalam kegiatan bersih-bersih pantai ini. Meski ini adalah kegiatan sukarela pertamanya, ia puas karena bisa memberi dampak pada peningkatan kebersihan lingkungan.
“Sampah salah satu masalah utama di Manado. Kita kan mau jadi kota pariwisata. Kalau memang mau menyukseskan itu, sampah harus bisa diatasi. Kegiatan bersama-sama seperti ini bisa meningkatkan kesadaran generasi muda,” kata Joddy.
Meski belum diketahui tingkat pencemarannya, sampah, terutama plastik, jelas merusak perairan Manado. Semacam pagar telah dipasang untuk menahan sampah terbawa arus di daerah aliran sungai Tondano untuk mencegahnya bermuara di Teluk Manado. Namun, tetap saja, sebagian sampah lolos karena arus yang kuat.
Di daerah pesisir, sampah pun mengotori bibir pantai hingga ke daerah perairan. Dari atas Jembatan Soekarno, terlihat sampah plastik berserakan di pasir. Barang-barang bekas pun dibiarkan tergenang di bagian pantai yang dangkal.
Pencemaran ini pun mencapai daerah wisata unggulan Sulut dan Manado, yaitu Taman Laut Bunaken. Pada September 2018, Badan Keamanan Laut (Bakamla) Zona Maritim Tengah dan Dinas Kelautan dan Perikanan Sulut mengangkat 1,5 ton sampah dari area wisata itu. Pada Juni 2018, sekitar 2,5 juta ton sampah juga diangkat dari Bunaken (Kompas, 8 September 2018).
Pencemaran ini pun mencapai daerah wisata unggulan Sulut dan Manado, yaitu Taman Laut Bunaken.
Riset Sustainable Waste Indonesia pada 2019 menunjukkan, nusantara menghasilkan 45,3 juta ton sampah setiap tahun. Sekitar 15,6 juta ton terlepas begitu saja ke alam, baik darat maupun perairan. Sekitar 1,3 juta ton material tersebut berupa plastik. Indonesia pun ditetapkan sebagai penghasil sampah laut terbesar kedua di dunia.
Kembangkan inisiatif
Oleh karena itu, Manado ditetapkan sebagai kota terkotor ketiga di Indonesia oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk periode 2017-2018. Penetapan ini ironis. Manado memiliki Tugu Adipura yang dibangun di daerah Kairagi. Tugu itu dibuat untuk memeringati kemenangan Manado sebagai kota terbersih pada 1994 atau sekitar 25 tahun lalu.
Ketua Sea Soldiers Sulut Billy Najoan mengatakan, masalah utama sampah di Manado adalah kurangnya kesadaran masyarakat. Kebanyakan bagian dari generasi muda masih gengsi untuk mengumpulkan sampah.
“Akhirnya, mereka harus merasakan dampak dari pengelolaan sampah yang buruk, baru mau bergerak. Sebagian masyarakat juga enggan saat kami ajak untuk bersih-bersih, mereka malah merasa terusik,” kata Billy.
Karena itu, pihaknya terus menyosialisasikan pentingnya pengelolaan sampah di masyarakat yang mayoritas berasal dari rumah tangga. Sea Soldiers bekerja sama dengan beberapa bank sampah di berbagai kelurahan di Manado. Alhasil, masyarakat mulai tertarik mengumpulkan sampah ke bank sampah sehingga bisa ditukarkan dengan uang.
Kepala American Corner Unsrat Christopher Minor mengatakan, sampah jadi salah satu masalah utama di Manado yang sangat mudah dilihat. Bahkan, sampah memengaruhi perekonomian Manado, terutama pariwisata di Bunaken. Saat ini, Bunaken tidak lagi menjadi destinasi pariwisata utama Sulut.
Kegiatan bersih-bersih pantai, sekalipun cakupan wilayahnya sangat kecil, bisa menjadi titik awal perubahan paradigma dalam mengelola sampah. Yang tak kalah penting, menumbuhkan kemampuan untuk berinisiatif.
“Dari kegiatan ini, mahasiswa bisa menambah pengalaman kepemimpinan juga. Saya harap, apa yang mereka pelajari di sini bisa menular ke keluarga mereka, lalu ke orang-orang lain di dekat mereka,” kata Christopher.
Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Koordinator Edukasi Selamatkan Yaki, Prescilla Putri, mengatakan, kepedulian terhadap hal-hal kecil seperti sampah bisa berujung pada sesuatu yang lebih besar, seperti kepedulian pada satwa endemik seperti kera hitam sulawesi atau yaki (Macacanigra). Yaki yang dulu biasa diburu manusia kini menjadi salah satu satwa dilindungi dunia.
Sampah sudah menjadi bagian dari masyarakat konsumtif. Namun, tanggung jawab manusia terhadap sampah yang dihasilkannya tidak dapat tumbuh dalam semalam. Butuh ketekunan dan kerja keras bersama tanpa henti untuk menyuburkan keinginan itu.