Semua Penghuni Rutan Siak Dipindah
Kerusuhan di rumah tahanan tidak hanya terjadi kali ini. Sebagian kasus terkait perilaku petugas yang tidak dapat diterima oleh penghuni rutan atau lapas. Selain itu, ada masalah utama, yakni keterbatasan kapasitas.
JAKARTA, KOMPAS— Pascakerusuhan berujung kebakaran di Rumah Tahanan Siak, Riau, Sabtu (11/5/2019) dini hari, sebanyak 648 narapidana dan tahanan penghuni rutan itu dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Rumbai di Kota Pekanbaru. Pemindahan dilakukan untuk normalisasi keadaan sekaligus memudahkan perbaikan fisik rutan yang hangus terbakar.
Bangunan rutan yang hangus terbakar jelas harus diperbaiki sebelum dapat digunakan. Sejauh ini belum ada informasi berapa lama proses perbaikan akan diselesaikan.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sri Puguh Budi Utami, yang dihubungi dari Jakarta, Sabtu (11/5), mengatakan, dirinya memimpin langsung pemindahan napi dan tahanan. ”Saat ini rutan dikosongkan untuk memudahkan pembenahan. Kami targetkan malam ini (Sabtu malam), semua napi dan tahanan telah dipindahkan ke Rumbai,” kata Utami yang berada di Siak.
Jarak Siak-Pekanbaru sekitar 110 kilometer atau setara jarak Jakarta Utara-Purwakarta via jalan tol.
Selain fokus pada normalisasi keadaan, pembenahan fisik rutan, serta pemindahan penghuni rutan, Kementerian Hukum dan HAM juga bekerja sama dengan polisi memburu 31 napi dan tahanan yang melarikan diri.
Di Siak, Kepala Kepolisian Daerah Riau Inspektur Jenderal Widodo Eko Prihastopo mengatakan, polisi telah merazia kendaraan di semua pintu keluar Siak.
”Kami menurunkan dua peleton Satuan Brimob Polda Riau untuk membantu pencarian, pengawalan, dan pemindahan napi serta tahanan. Kami juga akan menyelidiki kasus kerusuhan dan kebakaran di rutan,” ujar Widodo kepada wartawan.
Kerusuhan itu, kata Widodo, tidak mengakibatkan korban jiwa, baik dari polisi maupun warga binaan rutan. Namun, Kepala Satuan Reserse Kriminal Narkoba Polres Siak Ajun Komisaris Zailani dilaporkan terluka tembak di lengan kiri.
Kronologi
Meski kronologi detail masih disusun Ditjen Pemasyarakatan, kebakaran Rutan Siak terjadi Sabtu sekitar pukul 02.00 WIB. Berdasarkan keterangan sejumlah saksi, kebakaran rutan dipicu kemarahan atau kekecewaan narapidana dan tahanan setelah razia narkoba oleh petugas dan polisi di dalam rutan.
Kepala Keamanan Rutan Siak Mulyadi mengungkapkan, kerusuhan bermula dari razia rutin oleh petugas pada Jumat malam. Pada pukul 21.00, petugas memergoki napi perempuan YR dan tiga laki-laki, yakni Li, Lim, dan Len, mengonsumsi sabu. Ketika itu, mereka berkumpul di belakang sel perempuan.
Setelah penemuan sabu itu, Kasat Narkoba Polres Siak Zailani dan anggotanya diminta hadir di Rutan Siak. Polisi lalu melakukan pemberkasan kasus dengan fokus pada penyidikan kepada YR yang dianggap memiliki jaringan narkoba di luar penjara. YR adalah narapidana yang dihukum 17 tahun dalam kasus narkoba.
Akan tetapi, ketika para terduga pemakai sabu dibawa ke ruang isolasi, kata Mulyadi, petugas terlihat memukul mereka di lorong sel. Peristiwa itu memicu kemarahan narapidana dan tahanan. Beberapa warga binaan meneriakkan protes atas perlakuan petugas.
Sekitar tengah malam, kondisi rutan kian tidak terkendali. Ratusan penghuni keluar blok sel setelah merusak jeruji besi. Tahanan dan napi segera berkumpul dan menyerang petugas dengan benda seadanya.
Puncaknya, Sabtu sekitar pukul 01.30, terlihat api di ruangan depan rutan yang menyebar cepat ke ruangan lain. Pintu rutan pun terbuka sehingga ratusan napi dan tahanan melarikan diri.
Kepala Bagian Humas Ditjen Pemasyarakatan Ade Kusmanto mengatakan, saat ini penyelidikan masih dilakukan Ditjen Pemasyarakatan bersama kepolisian untuk memastikan penyebab kerusuhan tersebut.
Meski demikian, kejadian ini tidak akan menyurutkan langkah Ditjen Pemasyarakatan untuk melakukan razia narkoba. Para petugas kerap berhadapan dengan ancaman kekerasan, bahkan kerusuhan, baik di rutan maupun lapas.
Sejak awal tahun lalu, kata Ade, Ditjen Pemasyarakatan merespons informasi dari Badan Narkotika Nasional (BNN) yang menyatakan sebagian besar peredaran narkoba dikendalikan dari dalam rutan dan lapas. Langkah yang dilakukan kemudian adalah razia besar-besaran secara rutin dan serentak. Razia itu bekerja sama dengan BNN dan kepolisian setempat.
”Pemetaan narapidana dilakukan terutama bagi mereka yang merupakan bandar atau yang tergolong high risk (berisiko tinggi atau membahayakan). Mereka dipindahkan ke lapas berkeamanan maksimum di Nusakambangan. Sosialisasi larangan membawa ponsel kepada petugas dan napi ke dalam lapas dan rutan juga dilakukan,” tutur Ade.
Kelebihan penghuni
Direktur Center for Detention Studies (CDS) Ali Aranoval mengatakan, kebakaran dan kerusuhan yang dilatarbelakangi razia narkoba bukan pertama kali ini terjadi di lapas atau rutan. Selain pembenahan fisik dan pemindahan napi dan tahanan, Ditjen Pemasyarakatan juga perlu terus meningkatkan kapasitas sumber daya manusia lapas.
Kerusuhan ini pun sebenarnya mencerminkan kegagalan petugas lapas dan rutan membaca risiko terkait penanganan internal pemasyarakatan. ”Itu mendesak untuk dibenahi,” ujar Ali.
”Persoalan utamanya ialah overcrowded (kelebihan penghuni). Selain itu, ada kelemahan dalam strategi komunikasi dan kewibawaan pimpinan lapas dan rutan. Selama ini, faktor leadership petugas juga menjadi faktor penting yang kurang diperhatikan,” katanya.
Terkait daya tampung, kapasitas Rutan Siak sebenarnya hanya untuk 125 orang. Namun, sebelum terbakarnya rutan itu, terdapat 648 orang, baik narapidana maupun tahanan titipan. Dengan demikian, kelebihan penghuni di Rutan Siak jauh dari kewajaran.
Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Riau M Diah mengatakan, persoalan rutan di Riau memang kompleks. Sedikit saja ada pemicu dapat menyebabkan kejadian besar. Kelebihan penghuni adalah salah satu pemicu itu karena rawan terjadi gesekan antarwarga binaan ataupun dengan petugas.
Sebelum kerusuhan kemarin, kerusuhan besar di Riau terjadi di Rutan Sialang Bungkuk, Kota Pekanbaru, Jumat (5/5/2015). Penghuni rutan ketika itu protes terhadap perlakuan korup petugas jaga.
Akibat kerusuhan itu, lebih dari 500 napi dan tahanan melarikan diri. Hanya 400 orang yang ditangkap lagi. Sekitar 100 lainnya belum diketahui kabarnya hingga kini.
”Di seluruh Riau terdapat 20 rutan dan lembaga permasyarakatan yang isinya 12.274 orang. Padahal, kapasitasnya hanya 4.000 orang, atau itu artinya kelebihan 300 persen,” kata Diah.
Anggaran terbatas
Sri Puguh mengemukakan, persoalan kelebihan penghuni penjara menjadi fenomena umum di Indonesia. Total kapasitas penjara Indonesia hanya 126.000 orang, tetapi diisi hingga 266.000 orang.
Untuk wilayah Riau, kelebihan jumlah narapidana dan tahanan melebihi rata-rata nasional dengan kasus terbanyak ternyata terkait narkoba.
Untuk mengurangi kepadatan penjara di Riau, Puguh mengatakan, Menteri Hukum dan HAM memerintahkan untuk mengoperasikan lapas narkotika yang baru dibangun di Rumbai, Kota Pekanbaru. Dalam waktu dekat, ia menyediakan peralatan di dalam lapas baru itu agar segera dihuni dengan baik.
Untuk mengurangi jumlah tahanan, Puguh meminta petugas hukum tidak lagi menambah penghuni lapas dan rutan dengan penjahat kecil atau tindak pidana ringan (tipiring). Tentu saja semua aparat penegak hukum harus satu kata, mulai dari penyidik, jaksa, hingga hakim harus mempunyai visi serupa untuk tidak selalu menerapkan sanksi pidana penjara.
”Pemerintah jelas tidak mungkin menambah bangunan penjara dalam waktu dekat. Anggaran negara terbatas apabila harus membangun penjara. Kami minta (pelaku kejahatan) tipiring dijadikan tahanan luar atau tahanan kota. Pengguna narkoba juga sebaiknya direhabilitasi (tidak dimasukkan ke dalam penjara),” kata Puguh.
(REK/SAH)