Pembalakan liar didapati marak tak jauh dari lokasi gajah yang tewas di wilayah Sumay, Kabupaten Tebo, Jambi. Maraknya pembalakan liar itu kian mempersempit ruang jelajah gajah dan memicu konflik satwa dan manusia. Aparat penegak hukum harus menghentikannya.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
TEBO, KOMPAS — Pembalakan liar didapati marak tak jauh dari lokasi gajah yang tewas di wilayah Sumay, Kabupaten Tebo, Jambi. Maraknya pembalakan liar itu kian mempersempit ruang jelajah gajah dan memicu konflik satwa dan manusia. Aparat penegak hukum harus menghentikannya.
Sekitar 20 truk yang mengangkut kayu beriringan melintasi kawasan hutan Blok II Restorasi Ekosistem PT Alam Bukit Tigapuluh (ABT), yang menjadi penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT), Tebo. Lebih dari 50 meter kubik kayu meranti berdiameter 60 sentimeter hingga 120 sentimeter diangkut.
Sewaktu Kompas bersama tim perlindungan hutan ABT, tim mitigasi konflik gajah Frankfurt Zoological Society (FSZ), dan petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi mendekat, para sopir truk langsung berlarian menjauh ke dalam hutan.
Menurut Rahmad Saleh, Kepala BKSDA Jambi, pihaknya mendapati para pembalak membuka akses jalan baru dengan alat berat di tengah hutan itu dua bulan lalu. Akses jalan itu sepanjang 10 kilometer hingga batas taman nasional.
Ternyata para pembalak masih nekat membuka kembali akses jalan yang pernah kami tutup.
Karena mencurigai jalan bakal digunakan sebagai jalur angkut kayu liar, pihaknya bersama petugas ABT dan PT Lestari Asri Jaya menutup akses itu dengan cara menggali parit sedalam 2 meter di badan jalan. ”Ternyata para pembalak masih nekat membuka kembali akses jalan yang pernah kami tutup,” katanya, Minggu (12/5/2019).
Tak jauh dari lokasi itu, tim mitigasi konflik gajah FSZ mendapati seekor gajah betina tewas, Kamis (9/5/2019). Penyebab tewasnya gajah masih ditelusuri. Namun, kematiannya dipastikan terkait okupasi dan aktivitas liar lain dalam habitat satwa itu.
Aliran kayu
Pihaknya tengah berupaya menelusuri aliran kayu-kayu curian itu. Sejauh yang diketahui, kayu dari hutan alam penyangga TNBT tersebut dibawa menuju usaha-usaha pengolahan kayu di Desa Tanjung, Kecamatan VII Koto, Tebo.
Pantauan Kompas, ada lebih dari 20 industri sawmill aktif beroperasi di sana. Kayu-kayu olahannya dipasok ke banyak daerah, mulai dari Jambi, Sumatera Barat, Jakarta, hingga Banten.
Menurut Rahmad, upaya penegakan hukum segera dilakukan setelah pemetaan jalur distribusi hasil pembalakan liar itu selesai. Namun, pihaknya juga berharap ada dukungan penegakan hukum terpadu.
Saat dihubungi, Direktur PT ABT Dody Rukman menyebut, pihaknya terus berupaya memutus akses-akses liar yang dibuka para pembalak. Untuk memperkuat pengamanan, akan dibangun pos jaga di jalur masuk lokasi pembalakan liar. ”Kami juga terus menelusuri kemungkinan para cukong membuka akses-akses baru untuk mengangkut hasil kayu curian mereka di sekitar taman nasional,” katanya.
Konsesi restorasi ekosistem ABT seluas total 38.665 hektar di Kabupaten Tebo. Meski beralas izin restorasi ekosistem, sebagian wilayah itu telah hancur karena dirambah dan dibalak liar. Pada Blok II konsesi, dari 16.000 hektar tersisa 5.000 hektar saja yang masih bagus kondisi tutupan vegetasinya. Selebihnya telah hancur karena penebangan dan okupasi.
Tidak hanya oleh perorangan dan kelompok, perambahan dalam konsesi ABT dilakukan pula oleh kalangan korporasi. Empat tahun terakhir, salah satu perusahaan merambah hampir 1.000 hektar hutan itu menjadi kebun sawit.
Tahun 2015, perambahan oleh korporasi terkait menjadi penyebab tragedi kabut asap di Jambi. Soal perambahan itu pun sempat disidik oleh aparat penegak hukum. Namun, belakangan kasusnya tak berlanjut.
Pembalakan liar itu disayangkan pula oleh Ketua Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) Krismanko Padang. Menurut dia, aktivitas liar itu persis dalam ruang jelajah gajah sumatera yang tengah diusulkan jadi kawasan ekosistem esensial (KEE) oleh BKSDA Jambi. Kondisinya yang kian terancam membutuhkan ketegasan terpadu dari aparat penegak hukum.
Dari data FKGI, populasi gajah menyusut signifikan dalam 10 tahun terakhir. Populasinya semula sekitar 2.600 ekor, kini tersisa tak sampai 1.500 ekor. Kematian gajah terutama disebabkan perburuan dan konflik dengan manusia.
Para pihak tengah merumuskan Strategi Rencana Aksi Konservasi Gajah untuk dilaksanakan 10 tahun ke depan. Target menjaga populasi ditekankan pada pengelolaan habitat. Salah satunya dengan membentuk KEE.