WASHINGTON, SENIN - Amerika Serikat dan China kembali menghadapi kebuntuan dalam bernegosiasi terkait perjanjian perdagangan pada Minggu (12/5/2019). Kedua negara adidaya tersebut sama-sama bersikukuh mempertahankan proposal untuk melindungi kepentingan masing-masing.
Washington menuntut untuk diberikan janji perubahan nyata terkait hukum China. Di saat yang bersamaan, Beijing menyatakan tidak akan melakukan perubahan yang akan menghambat kepentingannya.
Kepala Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow dalam acara Fox News Sunday di Washington, Minggu, mengatakan, China perlu menyetujui ketentuan untuk bertindak tegas agar negosiasi dapat tercapai. Namun, China enggan untuk menerapkannya melalui perubahan hukum.
Keengganan tersebut akhirnya menambah api dalam perang dagang AS-China. Presiden AS Donald Trump resmi menaikkan tarif impor ke komoditas China dengan nilai 200 miliar dollar AS setelah menilai Beijing mengingkari komitmen bernegosiasi pada Jumat (10/5). “Penetapan tarif ini akan tetap berlanjut selama proses negosiasi berlangsung,” kata Kudlow.
Menurut Kudlow, Trump kemungkinan akan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping dalam pertemuan G20 yang akan diadakan pada akhir Juni 2019. Kedua presiden pernah bertemu dalam pertemuan G20 di Argentina pada Desember 2018.
Surat kabar Partai Komunis China, People’s Daily menyatakan, China tidak akan mengorbankan kehormatannya sehingga tak akan melakukan tindakan yang mengganggu kepentingan negara. Beijing terbuka untuk berdialog, tetapi dengan tetap mengedepankan prinsip yang dianut.
Tabloid Global Times, media yang dikelola Pemerintah China, dalam editorialnya menambahkan, China tidak memiliki alasan untuk mengkhawatirkan perang dagang. Anggapan bahwa China tidak mampu menghadapi perang dagang disebutkan sebagai kesalahan penilaian sejumlah pihak.
“Jika tidak diprovokasi, China tidak akan mendukung perang dagang. Namun, ketika negara ini dipaksa, tidak ada yang tidak bisa dihadapi China untuk menjaga kedaulatan dan martabat sekaligus hak pembangunan jangka panjang rakyat China,” tulis tabloid itu.
China tetap konsisten untuk bersikap menentang. Namun, China belum menetapkan kenaikan tarif impor terhadap komoditas AS untuk membalas kebijakan Trump.
Seteru AS-China memasuki babak baru setelah harapan pasar agar perang dagang keduanya berakhir terpaksa pupus. Beijing meminta revisi besar-besaran terhadap draf perjanjian. Beijing ingin menghapus komitmen awal akan mengubah undang-undang yang menjamin perlindungan kekayaan intelektual.
Seteru AS-China memasuki babak baru setelah harapan pasar agar perang dagang keduanya berakhir terpaksa pupus
Wakil Perdana Menteri sekaligus ketua tim perunding China Liu He menyampaikan, China dapat mengubah kebijakannya cukup melalui surat keputusan Dewan Negara atau kabinet. “China sangat menentang kenaikan tarif impor dari AS dan harus meresponnya,” tuturnya, Sabtu (11/5).
AS yakin
Kemarin, Trump menyatakan AS berada dalam posisi yang menguntungkan dalam proses negosiasi. Dalam cuitan Twitter, Trump menulis bahwa proses negosiasi dengan China berjalan sesuai rencana.
Trump juga berulang kali menyatakan, AS akan memeroleh “puluhan miliar dollar AS” dari pengenaan tarif ke komoditas China. Untuk itu, pengimpor barang China asal AS sekarang dapat membeli komoditas dari pabrik lokal atau negara lain.
Adapun pengenaan tarif tidak akan ditanggung oleh Pemerintah China atau perusahaan yang berlokasi dari China. Tarif impor ini dibayar oleh pengimpor barang China yang pada umumnya adalah perusahaan asal AS. Kenaikan tarif impor akan berdampak pada harga produk di tangan konsumen AS.
Kudlow berpendapat, dampak negatif perang dagang akan dirasakan oleh kedua negara, baik AS ataupun China. Namun, lanjutnya, ekonomi AS akan mampu mengatasi dampak tersebut.
“AS berada di posisi baik untuk memperbaiki praktik perdagangan yang tidak adil dengan China selama 20 tahun lebih. Ini adalah risiko yang harus dan bisa kami ambil tanpa mengganggu perekonomian secara drastis,” tuturnya. (Reuters)