LONDON, MINGGU – Manajer Manchester City Pep Guardiola sempat berpikir timnya tidak akan mampu mengejar Liverpool FC di puncak Liga Inggris seusai dibekap Newcastle United 1-2, Januari silam. Empat bulan berlalu, Minggu (12/5/2019), City berdiri di puncak sebagai juara di musim Liga Inggris paling menawan sepanjang sejarah.
Tidak ubahnya kemenangan heroik Liverpool dan Tottenham Hotspur pada semifinal Liga Champions Eropa, pekan lalu, City juga menunjukkan kekuatan tekad serta kerja keras yang mampu melawan kemustahilan. Mereka membalikkan defisit tujuh poin dari Liverpool pada Januari, menjadi gelar juara Liga Inggris keenam seusai membekap tuan rumah Brighton & Hove Albion, 4-1.
”Ini adalah gelar juara tersulit sekaligus paling memuaskan. Liverpool tampil luar biasa musim ini. Namun, kami punya keinginan luar biasa untuk mencapai lebih. Itu dibuktikan pada hari ini,” ujar kapten City, Vincent Kompany, seusai laga di Stadion American Express, Brighton itu.
Berkat kemenangan dramatis itu, City menjadi tim yang paling banyak meraih juara Liga Inggris pada dekade ini, yaitu empat kali. Mereka juga menjadi tim pertama yang dapat mendominasi atau mempertahankan trofi juara liga itu setelah Manchester United pada satu dekade silam. ”Bisa ada di sini (juara) di salah satu kompetisi paling sengit di dunia terasa seperti mimpi,” ungkap Guardiola.
Keberhasilan City menjadi juara dengan keunggulan hanya satu poin dari Liverpool tidak terlepas dari terobosan mental seusai kekalahan dari Newcastle, Januari lalu. ”The Citizens” tertinggal tujuh poin dari Liverpool, pemuncak klasemen saat itu. Sejak itu, Guardiola—yang kini meraih gelar juara liga kedelapan sepanjang satu dekade karirnya sebagai pelatih—enggan memikirkan Liverpool di puncak.
Ia mengajak timnya untuk fokus ke penampilan mereka dari laga ke laga, tanpa perlu terintimidasi capaian Liverpool. Para pemainnya bahkan dilarang menonton laga-laga Liverpool ketika kedua tim kembali bersaing ketat di puncak dalam dua bulan terakhir.
”Jangan berharap Liverpool kalah. Jangan berharap orang lain membantumu. Jangan buang energi untuk hal di luar dirimu,” ujar Guardiola kepada timnya beberapa waktu lalu.
Sejak kekalahan dari Newcastle, City tampil seperti kuda balap yang tidak menoleh ke kanan dan ke kiri. Mereka 14 kali menang beruntun sejak itu hingga laga semalam.
Adapun The Reds beberapa kali kehilangan poin di laga-laga tandang, seperti melawan West Ham United, Manchester United, dan Everton, sepanjang Januari hingga Maret. Situasi pun terbalik. City ganti menjadi yang terdepan sejak dua pekan lalu hingga finis semalam.
Laga terakhir juga menjadi cermin kekuatan mental City musim ini. Mereka memulai laga itu sedikit gugup karena derasnya tekanan untuk mempertahankan posisi. Di luar dugaan, gawang City bobol lebih dulu menit ke-27 lewat tandukan striker Brighton, Glenn Murray, memanfaatkan sepak pojok. Gol itu disambut meriah di Stadion Anfield, Liverpool, 434 kilometer arah barat laut.
Pendukung Liverpool bersorak, karena pada saat yang sama Liverpool unggul 1-0 atas Wolverhampton Wanderes. City pun bangkit, yang dimulai oleh gol striker terbaiknya, Sergio Aguero. Kebangkitan City tidak terlepas dari kepiawaian taktik Guardiola. Manajer yang menyejajarkan namanya dengan Sir Alex Fergeuson dan Jose Mourinho berkat dua trofi Liga Inggris secara beruntun itu nekat menurunkan empat juru gedor serangan sekaligus yaitu Aguero, Raheem Sterling, Riyad Mahrez, dan Bernardo Silva.
Taktik tidak lazim itu sengaja ia lakukan untuk membongkar permainan defensif tuan rumah. Hasilnya pun efektif. Tiga gol tambahan dibuat oleh sundulan bek Aymeric Laporte, Mahrez, dan tendangan bebas gelandang Ilkay Gundogan.
Evolusi taktik
Evolusi taktik memang menjadi kunci keberhasilan City mempertahankan gelar juara. Musim ini, Guardiola memperkenalkan istilah penyerang sayap ”terbalik” di timnya, dengan rutin memainkan Sterling di sayap kiri. Sebaliknya, Mahrez—yang punya keunggulan kaki kiri—justru dipasang di sayap kanan. Para pemain sayap itu menjelma striker ekstra di City. Kombinasi gol Sterling dan Mahrez mencapai 24 gol, melebihi sumbangan striker Aguero, yaitu 21 gol, sepanjang musim ini.
Sebaliknya, ironi kembali mendera Liverpool. Mereka kembali gagal menjadi juara meskipun sempat kokoh di puncak klasemen pada paruh musim pertama. Hal serupa terjadi pada setengah dekade silam, lagi-lagi mereka disalip City pada saat-saat terakhir.
Meskipun demikian, Liverpool mengukir sejarah dan rekor baru. Mereka menjadi runner up terbaik sepanjang sejarah Liga Inggris dengan mengemas total 97 poin seusai membekap Wolves, 2-0, di Anfield. (AFP/JON)