Ipong Purnama Sidhi Berkolaborasi dengan Dua Perupa Kanada di Campbell River
Selama sebulan, dari 15 Mei hingga 15 Juni 2019, kurator Bentara Budaya sekaligus perupa Ipong Purnama Sidhi berkolaborasi dengan dua perupa Kanada, Gordon James dan John Schevers, menggelar rangkaian kegiatan seni di Kota Campbell River, British Columbia, Kanada.
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama sebulan, dari 15 Mei hingga 15 Juni 2019, kurator Bentara Budaya sekaligus perupa Ipong Purnama Sidhi berkolaborasi dengan dua perupa Kanada, Gordon James dan John Schevers, menggelar rangkaian kegiatan seni di Kota Campbell River, British Columbia, Kanada. Kegiatan yang akan digelar antara lain melukis dan membuat seni cetak grafis, diskusi, pameran, hingga kunjungan ke sekolah-sekolah.
Residensi Ipong ke kota kecil Campbell River di dekat Vancouver ini merupakan kelanjutan dari kegiatannya bersama James dan Schevers saat mengikuti Pulau Ketam International Art Festival 2016 di Pulau Ketam, Malaysia, pada akhir 2016. Setelah acara itu, James dan Schevers mengundang Ipong datang ke Kanada, berkolaborasi seni bersama.
”Acara ini berjalan spontan. Setelah kami bertiga bertemu di Pulau Ketam, dua perupa Kanada, James dan Schevers, lalu mengundang saya datang ke kota mereka. Ini kesempatan menarik untuk saling bertukar pengalaman berkesenian,” ucap Ipong, Minggu (12/5/2019), di Jakarta.
Setelah mencari waktu yang tepat, akhirnya Campbell River Arts Council, sebuah komunitas pengembangan seni rupa di Kanada, mengundang secara resmi Ipong untuk berangkat ke Kanada, Januari 2019.
”Ini adalah kunjungan dan kesempatan langka bagi komunitas kami untuk bisa berinteraksi dan berdialog dengan Ipong sebagai perupa internasional senior. Di sini kita bisa belajar tentang keanekaragaman budaya dan bagaimana keragaman itu direfleksikan secara artistik,” kata Direktur Eksekutif Campbell River Arts Council Ken Blackburn.
Di sini kita bisa belajar tentang keanekaragaman budaya dan bagaimana keragaman itu direfleksikan secara artistik.
Di Kanada, Ken Blackburn akan mengundang masyarakat setempat untuk menyaksikan Ipong, James, dan Schevers membuat karya-karya seni. Selain melukis, Ipong berencana membuat seni cetak grafis dengan teknik carborundum menggunakan karbon silika dengan lem di atas pelat akrilik.
Teknik ini jarang dilakukan di Indonesia karena tergolong baru. Di Amerika Serikat, teknik carborundum lahir bersamaan dengan munculnya seni populer tahun 1960-an.
Seni kontemporer
Dalam residensi tersebut, selain melukis bersama-sama, akan digelar pula diskusi tentang seni rupa kontemporer Indonesia dalam posisi perkembangan seni rupa dunia. Ipong yang sekaligus juga kurator seni rupa akan memaparkan bagaimana kondisi seni rupa kontemporer Indonesia saat ini.
”Saya membawa beberapa contoh karya-kara kontemporer dari Indonesia untuk memberikan gambaran tentang kondisi seni rupa Indonesia. Di Asia, Indonesia tergolong mendominasi dalam sisi seni rupa, selain China,” ujarnya.
Di Asia, Indonesia tergolong mendominasi dalam sisi seni rupa, selain China.
Beberapa seniman kontemporer Indonesia mengambil ikon-ikon unik, seperti Nasirun yang khas dengan ikon tradisi wayang, I Nyoman Masriadi yang lekat dengan ikon dan simbol-simbol game internet, atau Ay Tjoe Christine dengan ikon-ikon abstrak ekspresionisme.
”Dunia seni rupa Barat tidak asing dengan bahasa simbol Ai Tjoe dan Masriadi. Tapi dengan ikon-ikon wayang Nasirun mungkin mereka belum terbiasa karena berbeda persepsi,” kata Ipong.
Di Kanada dan Amerika Serikat, perkembangan seni kontemporer dimulai dari abstrak ekspresionisme antara tahun 1950-1960-an. Pada masa itulah, pelukis-pelukis Amerika Serikat mulai menampakkan diri dan sejajar dengan pelukis-pelukis Eropa, seperti kelompok pelukis Cobra (Copenhagen-Brussels-Amsterdam).
Banyak seniman Indonesia yang berulang kali diundang ke luar negeri untuk mengikuti residensi, pelatihan, serta pameran kolaborasi bersama. Karya-karya mereka juga mendapatkan pengakuan serta apresiasi di tingkat internasional.