Masyarakat Sipil Khawatir Tim Asistensi Hukum Diskriminatif
Oleh
EDNA C PATTISINA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Tim asistensi hukum yang dibentuk Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto tengah menyusun mekanisme menilai ucapan tokoh dalam kerangka kebebasan berpendapat tetapi juga tidak melanggar undang-undang. Namun, elemen masyarakat sipil khawatir tim ini berpotensi membungkam kritik dan melakukan diskriminasi.
”Hari Senin ini kami akan rapat soal mekanismenya. Yang dinilai bukan orang, melainkan ucapan-ucapannya. Semua boleh bebas berpendapat, tetapi dibatasi oleh undang-undang,” kata anggota tim asistensi hukum, Romli Atmasasmita, Sabtu (11/5/2019).
Pekan lalu, Menko Polhukam Wiranto membentuk tim asistensi hukum yang bertugas mengkaji narasi di ruang publik yang dianggap berpotensi menghasut munculnya tindakan melanggar hukum.
Romli menolak jika tim ini dinilai bertujuan memberangus ekspresi oposisi. ”Selama ini saya lihat semua pihak diproses oleh Polri,” kata Romli.
Sementara itu, Amnesty International Indonesia menilai pembentukan tim ini bisa menunjukkan seolah pemerintah antikritik. Pengawasan narasi tokoh tersebut rawan disalahgunakan untuk membungkam kritik warga negara terhadap pemerintah.
”Jika hal ini benar, akan merusak kultur politik oposisi yang sehat dan dibutuhkan kehidupan sosial politik kita,” kata Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid.
Sementara itu, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dalam pernyataannya, salah satunya menyampaikan bahwa tim asistensi hukum berpotensi melakukan diskriminasi karena akan menggunakan instrumen penegakan hukum hanya terhadap pihak atau kelompok tertentu saja.
Terkait itu, anggota tim asistensi hukum, Indriyanto Seno Adji, menyatakan, tim memberikan nasihat hukum agar tidak ada kesan terjadi kriminalisasi politik.