Situasi politik setelah proses pemungutan suara usai tanggal 17 April lalu relatif tenang. Kini, saatnya kita kembali memberikan perhatian pada isu ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi triwulan pertama tahun ini, menurut Badan Pusat Statistik, tumbuh 5,07 persen. Angka ini di bawah target pemerintah, yaitu 5,3 persen, meski sedikit lebih baik dibandingkan dengan triwulan pertama tahun lalu sebesar 5,06 persen. Sebelumnya, ada harapan pertumbuhan ekonomi triwulan pertama lebih tinggi karena pemilu.
Kita melihat perkembangan internasional tidak terlalu memberikan harapan. Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi dunia. Hal itu ditambah sikap Amerika Serikat (AS) yang menaikkan lagi pajak impor terhadap barang dan jasa dari China serta pengetatan sanksi ekonomi AS terhadap Iran.
Dalam situasi seperti ini, kita harus kembali menumbuhkan kekuatan ekonomi dalam negeri yang sebenarnya sangat kuat. Kita memiliki pasar, sumber daya alam, serta tenaga kerja yang besar jumlahnya dan dalam periode usia produktif.
Kita memerlukan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, stabil, tidak bergejolak, dan berkelanjutan karena menghadapi tantangan pertumbuhan penduduk, penduduk miskin yang masih di atas 25,5 juta orang, serta ketimpangan kesejahteraan kota-desa, Jawa-luar Jawa, antarpekerjaan, dan antarjender.
Meskipun proses penetapan hasil pemilu masih berjalan, pemerintah tidak boleh jeda bekerja. Yang harus tetap diperhatikan terutama adalah masyarakat dengan tingkat ekonomi sosial rentan. Mereka tidak dapat menunggu karena yang mereka miliki hanya untuk hari ini.
Untuk menjaga kelompok masyarakat ini, tidak bisa lain pemerintah harus menjaga stabilitas pasokan serta harga energi dan pangan. Harga listrik dan bahan bakar untuk transportasi harus tetap terjangkau rakyat miskin dan yang berpenghasilan rendah, selain kontinuitas pasokan. Begitu pula biaya dan pasokan listrik serta bahan bakar untuk industri.
Pangan menjadi kebutuhan vital setiap manusia sehingga pasokan dan harganya diusahakan terjangkau. Konsumsi pangan masyarakat bawah perlu ditingkatkan, tetapi bukan hanya mendorong konsumsi dan produksi karbohidrat, terutama beras.
Akan lebih baik jika meningkatkan konsumsi protein. Selain penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang menjadi fokus pemerintah, pertumbuhan konsumsi protein juga akan menghela sektor pangan lain.
Diperlukan strategi dan kebijakan jangka pendek mengingat kabinet akan berakhir masa tugasnya pada Oktober nanti. Presiden terpilih memiliki tanggung jawab dan tugas berat karena ada tantangan dari luar dan dari dalam berupa defisit transaksi berjalan.
Ekspor akan menghadapi tantangan berat akibat situasi global, sementara investasi langsung asing memerlukan waktu untuk mewujud. Untuk jangka pendek, pada masa transisi ini, strategi serta kebijakan pangan dan energi layak menjadi fokus karena dapat mengandalkan lebih banyak pada sumber daya dalam negeri.