Menkumham: YR, Pengedar Sabu di Rutan Siak, Bakal Huni Nusakambangan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan, narapidana YR (37), pengedar sabu yang menjadi pangkal kerusuhan di Rumah Tahanan Siak pada Sabtu (11/5/2019) dini hari, akan dipindahkan ke Lapas Nusakambangan, Jawa Tengah. Kepala Kanwil Hukum dan HAM Riau M Diah diminta segera mendaftarkan rencana itu.
Oleh
SYAHNAN RANGKUTI
·4 menit baca
PEKANBARU, KOMPAS — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly mengatakan, narapidana YR (37), pengedar sabu yang menjadi pangkal kerusuhan di Rumah Tahanan Siak pada Sabtu (11/5/2019) dini hari, akan dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Jawa Tengah. Kepala Kantor Wilayah Hukum dan HAM Riau M Diah diminta segera mendaftarkan rencana itu.
”YR harus dipindah ke Nusakambangan. Bukan hanya dia. Nantinya semua bandar yang punya jaringan akan ditempatkan di Nusakambangan. Kami sedang membangun lapas dengan kapasitas 1.000 orang yang memiliki teknologi full electronic di Nusakambangan yang bakal selesai tahun ini,” kata Yasonna di ruangan VIP Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, Senin (13/5/2019).
Kedatangan Yasonna di Pekanbaru mengalami keterlambatan. Semula, dia dijadwalkan mendarat pukul 08.50 dengan pesawat Citilink dari Kualanamu, Medan. Namun, hujan deras yang mendera Kota Pekanbaru sejak pagi membuat pesawat terpaksa memutari angkasa beberapa kali selama 45 menit sebelum mendarat. Yasonna kemudian berangkat ke Siak mengunjungi Rutan Siak bersama Gubernur Riau Syamsuar menggunakan helikopter.
Secara terpisah, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kota Pekanbaru Meliani mengungkapkan, YR merupakan narapidana tiga kasus narkoba sekaligus dan dihukum 17 tahun. Meski sudah dipenjara, ia tidak jera dan terus melakukan aksinya.
”Dalam kerusuhan Rutan Siak, YR sempat melarikan diri. Namun, polisi berhasil menangkapnya. Sekarang, ia ditahan di ruangan isolasi di LP Perempuan di tempat saya,” ujar Meliani.
Kepala Keamanan Rutan Siak Mulyadi sebelumnya mengatakan, YR adalah penyedia sabu yang dikonsumsi oleh tiga tahanan di Rutan Siak, yakni Li, Lim, dan Len, pada Jumat (10/5/2019) malam. Keempatnya tertangkap dalam razia rutin. Ketika membawa Li, Lim, dan Len ke ruang isolasi, petugas rutan sempat melakukan pemukulan. Aksi itu dilihat banyak tahanan dan memicu kemarahan yang berujung pada kerusuhan dan pembakaran penjara.
Yasonna mengatakan, akar persoalan kerusuhan di Rutan Siak adalah narkoba dan jumlah penghuni yang melebihi kapasitas. Dua persoalan itu mempermudah munculnya kerusuhan.
Narkoba adalah persoalan besar secara nasional. Adapun Riau menjadi salah satu daerah peredaran narkoba terbesar di Tanah Air. Di Riau, katanya, dari total 12.000 orang lebih tahanan dan narapidana, 7.000 orang di antaranya tersangkut kasus narkoba atau mencapai 60 persen. Angka rata-rata secara nasional untuk kasus narkoba mencapai 50 persen.
”Dengan kondisi seperti itu, pemerintah tentu tidak akan mampu menampung pelaku kejahatan narkoba. Tidak mungkin terus membangun lapas dan rutan. Biayanya sangat besar. Harus dilakukan pendekatan lain agar hanya kurir dan bandar yang dikirim ke rutan. Kalau tidak, akan terjadi fenomena leher botol. Masuknya banyak, sementara yang keluar sedikit,” tutur Yasonna.
Untuk mengatasi hal itu, kata Yasonna, mestinya dilakukan pemilahan. Pelaku kejahatan narkoba yang terindikasi pemakai lebih cocok direhabilitasi. Sementara pengedar dan bandar tetap dihukum berat.
”Sekarang ini kami sedang memproses revisi UU Narkotika. Akan ada perubahan pasal, terutama tentang kriteria pemakai, pengedar, dan bandar yang lebih jelas,” kata Yasonna.
Sebelum UU itu direvisi, ia akan mendiskusikan persoalan narkotika dalam kaitan dengan hukuman dan rehabilitasi dengan sejawatnya di Forum Mahkejapol (Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman, Jaksa Agung, dan Kepala Polri).
”Kami sebenarnya sudah punya kesepakatan dengan Polri terkait pemakai narkoba untuk direhabilitasi. Namun, dalam praktiknya ada perbedaan pendapat. Banyak yang merasa proses rehabilitasi pemakai hanya untuk orang-orang dari kalangan high profile, seperti artis, sementara orang kecil tidak,” tuturnya.
Selain upaya rehabilitasi, Yasonna juga mengusulkan agar pelaku kejahatan tindak pidana ringan tidak lagi dikirim ke rutan sehingga beban rutan dapat dikurangi. ”Harus dapat dibedakan mana persoalan kesehatan dan mana kejahatan. Kalau paradigma kita menangani narkoba tidak diubah, sampai kapan pun persoalan kita akan tetap sama,” ujarnya.
Tentang perlakuan kasar petugas rutan dan lapas terhadap penghuni atau warga binaan, ia mengatakan, hal itu adalah pekerjaan rumah internal Kementerian Hukum dan HAM. Ia sudah meminta Sekretaris Jenderal Menkumham untuk mengevaluasi dan mengkaji masalah itu secara nasional. Khusus terhadap pemicu kerusuhan di Rutan Siak, pelakunya bakal mendapat sanksi.