Para produsen ponsel pintar menilai Indonesia tetap menjadi pasar yang "seksi". Selain teknologi, mereka berinovasi dan beradu strategi pemasaran untuk mendongkrak penjualan.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Indonesia tetap menjadi pasar telepon seluler pintar yang menarik baik bagi merek lokal dan asing. Selain teknologi di setiap tipe atau kelas, produsen dan distributor terus berinovasi agar transaksi semakin mudah sehingga penjualan terdongkrak.
Marketing and Communications Director Erajaya Group, Djatmiko Wardoyo di Jakarta, Minggu (12/5/2019) menyatakan, saat ini berkembang fasilitas cicilan kredit ponsel pintar, baik datang dari bank, lembaga pembiayaan, maupun perusahaan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi. Penawaran cicilan semakin memperhatikan kebutuhan konsumen.
Sebagai gambaran, ada penawaran cicilan dengan bunga 0 persen, ada pula penawaran tenor sampai 24 bulan. Informasi penawaran fasilitas pembayaran seperti itu dapat dijumpai di gerai ritel fisik dan daring.
"Intinya, warga semakin dimudahkan membeli ponsel pintar baru. Bagi konsumen yang memilih metode pembayaran kredit, mereka tentu mempertimbangkan waktu peluncuran tipe ataupun kelas baru ponsel pintar. Jangan sampai waktu mencicil belum selesai, produsen mengeluarkan tipe atau kelas baru," ujar dia.
Pada triwulan I-2019, Erajaya Group membukukan penjualan bersih senilai Rp 7,12 triliun dan laba usaha Rp 174,06 miliar.
Djatmiko mengatakan, antarprodusen ponsel saling beradu strategi pemasaran. Opsi penjualan ponsel pintar disertai layanan seluler atau bundling menjadi salah satu strategi yang disukai konsumen.
Berdasarkan survei internal, dia menyebutkan, rata-rata siklus pergantian ponsel pintar pelanggan Erajaya Group adalah satu sampai dua tahun.
Corporate Marketing Director Samsung Indonesia, Elvira Jakub menyatakan, rata-rata siklus pergantian ponsel pintar baru kategori kelas paling tinggi (flagship) mencapai kurang dari satu tahun. Berdasarkan pengalaman Samsung, konsumen kelas flagship biasanya lebih impulsif. Mereka mengejar inovasi.
Situasinya berbeda dengan konsumen Samsung yang biasa menggunakan ponsel pintar kelas menengah-bawah. Mereka umumnya mengganti ponsel lamanya setelah 1,5 sampai 2 tahun pemakaian.
"Sejak tiga hingga empat tahun terakhir, kami mengamati pasar ponsel pintar bergerak sangat dinamis. Sebagai produsen, kami melihat karakteristik konsumen semakin beragam. Ada konsumen yang tingkat pembeliannya tinggi disebabkan alasan memenuhi keinginan, hasrat impulsif, dan kebutuhan," kata dia.
Menurut Elvira, Samsung mulanya menggelar program tukar tambah (trade in) dengan nama "Upgrade Day" khusus pengguna Samsung seri S. Program ini hanya digelar saat acara dan gerai tertentu.
Program tersebut mendapat sambutan positif. Pelanggan cukup antusias. Lalu, Samsung Indonesia membuka program tukar tambah di 200 gerai sehingga transaksi tukar tambah lebih mudah.
"Kemasan pemasaran program tukar tambah harus kreatif. Misalnya, kami ikutsertakan dalam promo bundling dengan layanan seluler," ujar Elvira.
Sekitar 55 persen dari total responden kewalahan dengan banyaknya pilihan tipe ataupun kelas ponsel pintar di pasaran.
Produsen baru di industri ponsel pintar juga mendapat respon cepat. Sebagai contoh, Realme, produsen ponsel pintar asal China yang baru berdiri pada 4 Mei 2018. Pada tanggal 9 Oktober 2018, Realme pertama kali masuk pasar Indonesia dan negara Asia Tenggara melalui ponsel pintar Realme 2, Realme 2 Pro dan Realme C1.
Marketing Director Realme untuk Asia Tenggara, Josef Wang mengatakan, penjualan ponsel pintar Realme di Indonesia sangat membanggakan pada tutup tahun 2018. Dia mengakui betapa tidak mudah merayu konsumen Indonesia, khususnya generasi muda, agar mempercayai merek baru. Apalagi, dia melihat sudah ada merek lainnya yang sudah terlebih dulu hadir dan bermain ke segmen pasar konsumen usia muda.
Sebagai gambaran, pada Festival Belanja Daring 11.11 yang diselenggarakan Lazada pada 2018, Realme membukukan volume penjualan sebanyak 40.000 unit dalam waktu 21 menit. Pada perayaan Hari Belanja Online Nasional 12 Desember, Realme dinobatkan sebagai juara kategori penjualan terbaik merek baru. Penghargaan ini diberikan oleh Lazada.
Josef menceritakan, pekan lalu, saat penawaran pre-sale di platform Lazada, ponsel pintar Realme 3 Pro laku terjual hanya dalam waktu satu menit. Sementara ponsel pintar Realme C2 laku terjual dalam waktu lima menit. Kedua tipe ini dijual dengan harga di kisaran Rp 1,5 sampai Rp 3,7 juta per unit.
Canalys dalam laporan riset "Indonesia Smartphone Market Report Q4 2018" menyebutkan, pertumbuhan volume ponsel pintar yang dikirim dari produsen ke toko mencapai 17 persen dibanding periode sama tahun 2017. Senior Analis Industri Teknologi dan Telekomunikasi Google Indonesia, Yudistira Adi Nugroho, menyebut pertumbuhan itu tergolong cepat dibanding pasar ponsel pintar lainnya di Asia Tenggara.
Pertumbuhan volume ponsel pintar yang dikirim dari produsen ke toko mencapai 17 persen dibanding periode sama tahun 2017.
"Suplai ponsel pintar semakin banyak. Tipe ataupun kelas baru bermunculan dan saling bersaing menawarkan inovasi. Apabila memiliki uang berlebih, konsumen Indonesia memilih mengalokasikannya ke gaya hidup. Ponsel pintar adalah salah satu perangkat penunjang gaya hidup yang mudah dijangkau," ujar dia.
Dalam laporan penelitian Google "Android Path to Purchase" tahun 2018, sekitar 55 persen dari total responden merasa kewalahan dengan banyaknya pilihan tipe ataupun kelas ponsel pintar di pasaran. Meski demikian, saat membeli baru, setengah dari responden memilih merek yang berbeda dari yang sudah dimiliki.
Riset "Android Path to Purchase" menggunakan metode kuantitatif. Pelaksanaan survei dilakukan secara daring dengan menyasar ke 1.730 orang, berusia 18 tahun ke atas, dan pernah membeli ponsel pintar dalam tiga bulan terakhir.
Mengutip hasil riset itu, Yudistira mengemukakan, sekitar 45 persen dari total responden yang memegang ponsel pintar kelas "rata-rata" merasa tidak puas dengan perangkat yang sudah dimiliki. Sementara porsi responden yang terbiasa memakai ponsel pintar kelas "tinggi" lebih banyak, yaitu sekitar 56 persen.
"Ekspektasi seorang konsumen cenderung meninggi saat membeli ponsel baru. Mereka cenderung mencari tipe ataupun kelas baru ketika memutuskan beli," kata dia.