Ahmad Yani Mengajak Masyarakat Peduli Lingkungan
Di sela-sela kesibukan menggeluti usaha kuliner, Ahmad Yani (38) masih menyisakan waktu mengajak masyarakat sekitar lebih peduli terhadap lingkungan. Tidak terbatas sampai di situ, ia juga mengajak mereka lebih berdaya dengan memanfaatkan potensi sekitar guna mendapatkan penghasilan tambahan bagi keluarga.
Cuaca terik begitu menyengat di Desa Gampingan, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (7/5/2019) siang. Tak ada kegiatan mencolok. Sesekali lalu-lalang kendaraan melintas di jalan penghubung antarkecamatan yang menikung dan sedikit naik. Awal bulan puasa membuat warga desa yang berada di tepi Bendungan Sengguruh itu memilih berdiam di rumah.
Gampingan dikenal sebagai daerah yang cukup kering saat kemarau tiba. Persentase lahan pertanian basah cukup kecil. Berada dekat dengan perbukitan kapur, sebagian warganya dikenal berprofesi sebagai petambang batu gamping. Sementara sebagian besar menekuni pekerjaan lain, termasuk bekerja di perkotaan.
Tiga tahun silam, tergelitik keinginan untuk meningkatkan pendapatan warga yang tingkat ekonominya pas-pasan, belasan warga memiliki inisiatif untuk mendirikan bank sampah. Upaya yang dirintis sejak Mei 2016 itu kemudian berjalan dan eksis sampai sekarang, bahkan dikelola oleh badan usaha milik desa.
Dan, salah satu dari perintis itu adalah Ahmad Yani. ”Saya mendirikan bank sampah bersama 12 warga lainnya. Awalnya kami ngobrol bareng bagaimana cara menambah ekonomi keluarga karena sebagian dari mereka adalah kuli bangunan, buruh tani, dan sopir. Mereka jenuh dengan penghasilannya yang begitu-begitu terus. Warga ingin ada perubahan,” tuturnya.
Setelah beberapa saat bank sampah berdiri, dalam perjalanannya, ada keinginan Yani dan kawan-kawan untuk membuat sesuatu yang lebih dari sekadar mengumpulkan dan menabung sampah. Mereka membutuhkan sebuah ruang yang bisa digunakan sebagai tempat belajar bersama, bukan saja tentang ekonomi, melainkan juga lingkungan.
Rumah edukasi
Dari situlah lahir forum yang lebih besar dengan nama Rumah Edukasi Lingkungan Sido Manfaat. Sido Manfaat yang lahir akhir 2016 menempati lokasi di samping kiri rumah Yani. Sebuah bangunan kecil lebih permanen didirikan, lantai terbuat dari semen, dinding hardboard dan anyaman bambu, serta atap asbes. Bahannya diperoleh dari swadaya dan bantuan pemerintah desa.
Di ruang berukuran sekitar 3 meter x 7 meter itu, Yani biasa mengadakan pertemuan dengan sesama anggota dan warga. Mereka sharing tentang isu-isu lingkungan dan penanganan sampah, termasuk bagaimana mendaur ulang barang bekas menjadi sejumlah produk kerajinan bernilai ekonomi.
Selain dilengkapi mural dan sejumlah banner berisi pesan tentang lingkungan plus sejumlah tanaman hijau, di rumah edukasi itu juga terdapat sekitar 600 buku. Ada buku sastra, keterampilan, pertanian dan peternakan, hingga buku-buku anak. Ya, tempat itu sekaligus menjadi taman baca bagi anak-anak hingga orang dewasa di wilayah setempat.
Rumah Edukasi Lingkungan Sido Manfaat memang berjejaring dan menjadi bagian dari Pojok Baca perpustakaan Desa Gampingan yang bernama Gampingan Gemar Membaca (GGM) dan beberapa taman baca di desa itu. GGM baru saja menjadi pemenang I lomba perpustakaan umum terbaik desa/kelurahan tingkat nasional tahun 2018.
”Kami ingin bagaimana bisa lebih maju dan punya daya saing. Selama ini, desa-desa yang ada di Malang selatan rata-rata dipandang sebelah mata. Kami ingin membuktikan bahwa kami punya potensi untuk maju,” ucapnya.
Selain sharing dan pelatihan daur ulang sampah, menurut Yani, pihaknya biasa mengadakan Bulan Literasi Lingkungan setiap tahun di Sido Manfaat. Acara yang digelar tiap Agustus itu diisi dengan sejumlah kegiatan, antara lain diskusi soal bank sampah, membuat komposter, dan biopori.
”Program ini biasa saya tawarkan kepada mahasiswa yang hendak kuliah kerja nyata melalui media sosial. Kelompok mahasiswa dari beberapa kampus di Malang pernah ikut program ini,” ucap pria yang menjadi anggota Forum Kabupaten Malang Sehat itu.
Diakui Yani, lingkungan menjadi salah satu masalah yang masih dihadapi warga. Masih banyak di antara mereka yang belum paham tentang bagaimana cara penanganan lingkungan yang benar akibat minimnya edukasi.
Dia mencontohkan bagaimana warga biasa membakar sisa bahan baku kertas bekas dari pabrik kertas yang ada di tempat itu begitu saja. Setelah dipilih bagian mana yang masih bisa dimanfaatkan, limbah bahan baku itu kemudian dibakar begitu saja oleh warga. Padahal, cukup banyak warga yang memanfaatkan limbah bahan baku dari pabrik tersebut.
Begitu pula terkait dengan penambangan batu gamping yang sudah berlangsung lama. Dalam kasus seperti ini, Yani tidak bisa langsung melarang mereka menambang karena aktivitas itu telah dilakukan selama puluhan tahun dan menjadi urat nadi kehidupan keluarga.
”Namun, juga tidak bisa dibiarkan begitu saja. Perlu dipikirkan solusinya. Kami harus siapkan sumber ekonomi pengganti sesuai dengan potensi masing-masing orang. Memang berat. Misalnya di Lembah Kera (salah satu lokasi di Gampingan) ada potensi wisata. Coba kami gali di situ. Bagaimana warga yang menambang ini nantinya bisa ikut terlibat di kegiatan wisata,” tuturnya.
Langkah yang bisa dilakukan saat ini, menurut Yani, adalah lebih banyak memberikan edukasi agar masyarakat paham. Semua itu tentu saja perlu kesabaran dan waktu yang tidak singkat.
Karena itulah, setelah berdiri, Rumah Edukasi Lingkungan Sido Manfaat membuat empat unit lain yang disebut Yani sebagai kelompok kerja (pokja). Kelima pokja itu ialah Kelompok Wanita Kreatif Sido Kreasi, Kelompok Tani Sido Hasil, Kelompok Budidaya Ikan Sido Makmur, Kelompok Wanita Tani Sidomulyo, dan Bank Sampah Sido Asri sendiri.
Pokja dibentuk sesuai dengan minat masing-masing warga. Saat ini tiap-tiap pokja beranggotakan belasan orang dan mereka telah merasakan manfaatnya.
”Kelompok budidaya ikan kemarin mendapat bantuan dari pemerintah daerah berupa kolam dan 20.000 bibit ikan lele. Ada juga bantuan program CSR dari perusahaan kertas yang ada di sini. Sekarang 18 anggota punya kolam sendiri. Setelah panen, ikannya dijual ke pasar di Malang. Hasilnya lumayan,” kata pria yang hanya mengenyam pendidikan sampai tingkat SMA ini.
Menurut Yani, berbicara soal sampah memang tidak bisa dipisahkan dari beberapa hal. Bukan hanya lingkungan, melainkan juga sisi yang lain, seperti sosial, kreativitas, dan potensi ekonomi. Karena itu, ayah satu anak ini mengaku ingin terus berusaha mengajak masyarakat melakukan yang terbaik bagi lingkungannya karena dari situ banyak hal yang bisa diperoleh. (WER)
Nama: Ahmad Yani
Lahir: Malang, 18 Mei 1981
Istri: Ita Andriani (35)
Anak: Anisa Zulfa A (14)
Sekolah:
- MI Sumberjo
- SMP Islam Gampingan
- SMA NU Kepanjen