Terdakwa kasus penyebaran kabar bohong, Ratna Sarumpaet, tidak menginginkan foto wajah yang lebamnya tersebar ke ruang publik.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Terdakwa kasus penyebaran kabar bohong, Ratna Sarumpaet, tidak menginginkan foto wajah yang lebamnya tersebar ke ruang publik. Dia merasa kalut setelah berbohong kepada orang-orang yang dihormati.
Hal ini mengemuka dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (14/5/2019), dengan agenda pemeriksaan terdakwa. Sidang dipimpin hakim Joni yang meminta terdakwa menceritakan ulang kisahnya hingga berbohong kepada banyak orang. Joni didampingi dua hakim anggota, Krisnugroho dan Mery Taat Anggarasih.
Ratna memulai kisahnya pada 20 September 2018. Saat itu, Ratna pergi ke Rumah Sakit Bina Estetika, Jakarta Pusat. Dia membuat janji dengan dokter untuk melakukan operasi plastik. Setelah itu, Ratna pulang.
Keesokan harinya, operasi plastik dimulai. Kepada anaknya di rumah, termasuk stafnya, Ratna mengaku hendak pergi ke Bandung. Kepada hakim, ia mengaku malu jika ketahuan operasi plastik sehingga ia beralasan pergi ke Bandung.
Operasi plastik kali ini merupakan yang keempat bagi ibunda Atiqah Hasiholan itu. Dalam tiga operasi sebelumnya, hasilnya baik-baik saja. Namun, pada operasi keempat, wajahnya membengkak, seperti terkena pukulan.
Kepada hakim dan jaksa, Ratna mengaku kaget melihat wajahnya. Dokter memintanya untuk dirawat inap hingga tiga hari ke depan. Rumah sakit itu sedianya menyediakan cermin, tetapi Ratna memilih melakukan swafoto.
”Memang suka selfie?” tanya hakim Joni. Ratna menjawab, foto itu untuk melihat kondisi wajahnya. Dengan foto, ia bisa melihat detail wajahnya yang bengkak.
Pada 24 September 2018, Ratna kembali ke rumahnya di Jalan Kampung Melayu Kecil, Tebet, Jakarta Selatan. Lima menit menuju rumah, ia mengirim hasil swafoto itu kepada stafnya, Ahmad Rubangi.
Beberapa hari setelah itu, Ratna mengirim foto itu juga ke Rocky Gerung dan Deden Syarifuddin (26 September 2018), Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal (28 September 2018), Wakil Ketua DPR Fadli Zon, dan ke ajudan Djoko Susanto (30 September 2018).
Ratna menekankan, ia tidak pernah mengizinkan orang-orang itu menyebar fotonya di media sosial. Di Samping itu, Ratna juga mengaku tidak ada orang yang meminta izin kepada dirinya untuk membagikan foto lebam itu.
”Lalu mengapa Saudara berbohong? Mengapa tidak langsung mengatakan bahwa Saudara habis operasi plastik?” tanya Joni lagi.
”Karena saya panik,” jawab Ratna.
Mantan anggota Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi ini panik mengetahui wajahnya lebam. Kebohongan yang paling dekat dengan kondisi wajah seperti itu adalah penganiayaan. Di awal sebelum operasi, ia sudah telanjur mengatakan akan ke Bandung. Tersiarlah kabar bohong itu.
”Ratna dan dua temannya baru selesai acara dan hendak menuju bandara di Bandung dengan menggunakan taksi. Lalu datang seorang pria tak dikenal. Pria itu menyeret dan memukul Ratna. Setelah berobat di klinik, Ratna lalu kembali ke Jakarta,” demikian Joni membacakan dokumen tebal yang ada di depannya.
Kabar bohong ini sampai juga kepada sejumlah elite politik, antara lain Prabowo Subianto dan Amien Rais. Lalu pada 2 Oktober 2018, Ratna bertemu kedua elite politik itu.
Kepada hakim dan jaksa, Ratna mengaku bertemu Prabowo untuk menceritakan tentang dana swadaya Papua. Informasi ini didapat dari Deden Syarifuddin, orang yang ia kenal enam bulan sebelum operasi plastik. Pertemuan ini berlangsung di Jakarta, di sebuah tempat bernama ”Pulo”.
Pada hari yang sama, Ratna mengaktifkan gawai. Betapa ia terkejut mendapati berita tentang penganiayaannya telah tersebar. Jaksa bertanya, mengapa Ratna tidak mengklarifikasi langsung kepada Prabowo bahwa dirinya berbohong.
”Karena saya kalut. Saya telah berbohong kepada orang yang saya hormati,” katanya.
Sementara itu, jaksa menyoroti skenario kebohongan penulis naskah Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah (1994) ini. Jaksa menilai, rentetan skenario Ratna terlihat begitu rapi. ”Rencana kebohongan Saudara dimulai sejak dari rumah. Apakah ini masih satu rangkaian dengan kebohongan sesudahnya?” tanya jaksa.
Menurut Ratna, tidak ada orang lain yang turut mengarang skenario itu. Skenario itu murni bikinan sendiri. ”Semacam melanjutkan kebohongan saja,” katanya. Pada 3 Oktober 2018, kebohongan itu berakhir di rumahnya sendiri. Ratna mengaku sebagai pencipta hoaks terbaik.