Pemerintah menurunkan tarif batas atas penerbangan 12-16 persen mulai 15 Mei. Penurunan rata-rata 15 persen itu dilakukan karena harga tiket sudah terlalu tinggi.
Oleh
Maria Clara Wresti dan M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menurunkan tarif batas atas penerbangan 12-16 persen mulai 15 Mei. Penurunan rata-rata 15 persen itu dilakukan karena harga tiket sudah terlalu tinggi.
Harga tiket tersebut berdampak terhadap sektor pariwisata dan menyumbang inflasi. Akan tetapi, penurunan tarif batas atas ini dikhawatirkan membuat maskapai mengurangi atau menutup rute-rute sepi penumpang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, inflasi yang diakibatkan tarif angkutan udara memiliki andil 0,03 persen terhadap inflasi April 2019.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menyampaikan, harga tiket pesawat menjadi tinggi karena harga di tingkat produsen juga tinggi. Sejak triwulan I-2019, harga di tingkat produsen sudah naik 11,14 persen.
”Kenaikan ini relatif tinggi. Jika dibandingkan, transportasi darat hanya naik 1,69 persen, kereta api naik 2,44 persen, angkutan laut naik 2,01 persen, dan penyeberangan naik 1,69 persen,” kata Darmin dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (13/5/2019).
Kenaikan harga tiket yang relatif tinggi itu memengaruhi beban rumah tangga dan pariwisata. ”Pemerintah tidak akan intervensi langsung. Tetapi pemerintah yang diwakili Kementerian Perhubungan tidak hanya bertugas memperhatikan maskapai, tetapi juga masyarakat,” kata Darmin.
Dia mengakui, diskusi untuk penyesuaian tarif batas atas ini cukup alot. Namun, akhirnya semua menerima bahwa tarif batas atas akan diturunkan, khusus untuk pesawat bermesin jet. Sementara, pesawat baling-baling tidak terkena penurunan tarif ini.
Artinya, tarif pesawat baling-baling tetap berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 72 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
Sebagai contoh, pesawat Jakarta-Surabaya yang tarif batas atasnya Rp 1,372 juta akan turun rata-rata 15 persen mulai 15 Mei 2019. Namun, tarif tersebut merupakan tarif dasar yang belum menyertakan pajak, biaya retribusi pelayanan penumpang, dan biaya lain.
Kesempatan
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, sudah memberi kesempatan kepada maskapai untuk menurunkan tarif sejak dua bulan terakhir. Namun, tidak diikuti maskapai.
”Kami mendapat kunjungan dari Kementerian Pariwisata mengenai dampak (harga tiket pesawat yang tinggi) di perhotelan dan pariwisata. Maka, sesuai undang-undang, kami menurunkan tarif batas atas. Untuk maskapai berbiaya murah, kami minta untuk menyesuaikan,” ujar Budi Karya.
Menurut dia, penurunan tarif batas atas dilakukan karena melihat harga avtur sudah turun dan okupansi pesawat meningkat. Selain itu, mekanisme kerja di bandara semakin baik sehingga tingkat ketepatan waktu pesawat semakin baik. Dengan demikian, operasi maskapai semakin efisien.
Secara terpisah, anggota Ombudsman Alvin Lie berpendapat, penurunan tarif batas atas justru membuat maskapai semakin sulit bernapas.
”Saat ini saja maskapai sudah sesak napasnya. Apalagi kalau tarif dipaksa turun. Besar kemungkinan maskapai akan mengurangi atau menghapus rute-rute ’kurus’ untuk mengurangi kerugian,” kata Alvin. (ARN/JUD)