Nilai tukar sejumlah negara tertekan. Investor dan pelaku pasar khawatir peseteruan AS-China itu akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi global.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Selasa (14/5/2019) turun 1,046 persen ke posisi 6.071,202. Sejak awal tahun, IHSG melemah 1,99 persen.
Pada perdagangan kemarin, investor asing membukukan jual bersih Rp 998,91 miliar. Adapun sejak awal 2019 hingga kemarin, investor asing masih mencatatkan beli bersih Rp 59,351 triliun.
Nilai tukar rupiah berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate kemarin Rp 14.444 per dollar AS. Nilai tukar ini yang terlemah sejak 4 Januari 2019. Pada 3 Januari 2019, nilai tukar Rp 14.474 per dollar AS.
Di level global, Indeks Hang Seng, Hong Kong, ditutup turun 1,5 persen bersama dengan Indeks Shanghai Composite, China, yang melemah 0,7 persen. Bursa Tokyo, Jepang, ditutup turun 0,6 persen, atau turun sepekan berturut-turut.
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, menilai, pelambatan volume perdagangan global merupakan konsekuensi perang dagang AS-China yang berlanjut. Situasi ini dapat berdampak pada pelambatan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang.
AS menerapkan tambahan tarif, dari 10 persen menjadi 25 persen atas barang-barang ekspor China ke AS senilai 200 miliar dollar AS. Langkah itu dibalas China, yang mengumumkan akan menaikkan tarif barang-barang AS senilai 60 miliar dollar AS pada 1 Juni.
Menurut Josua, dalam menghadapi kondisi ini, pemerintah perlu mempertahankan nilai investasi dan daya tarik investasi dalam negeri. ”Bauran kebijakan moneter dan fiskal perlu diramu agar tetap menarik bagi investor,” ujarnya.
Dari sisi moneter, kata Josua, Bank Indonesia perlu berupaya menjaga stabilitas nilai tukar aset berdenominasi rupiah di pasar portofolio dan pasar keuangan agar tetap menarik. Upaya menjaga stabilitas nilai tukar harus dibarengi dengan upaya menekan defisit transaksi berjalan yang selama ini masih menjadi beban bagi penguatan nilai tukar rupiah.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira berpendapat, perang dagang AS-China berdampak ke sektor keuangan dan ekspor.
”Kenaikan tarif bea masuk bisa memperparah kinerja ekspor. Setelah ekspor Maret 2019 turun 10 persen daripada periode yang sama 2018,” kata Bhima.
Menurut Bhima, faktor lain yang melemahkan rupiah dan IHSG adalah defisit transaksi berjalan yang kian dalam.
Indonesia menghadapi defisit transaksi berjalan sejak triwulan IV-2011. Defisit transaksi berjalan bisa diartikan kemampuan menghasilkan dollar AS lebih rendah daripada kebutuhan dollar AS.
Pada triwulan I-2019, defisit transaksi berjalan 6,966 miliar dollar AS atau 2,6 persen produk domestik bruto (PDB). Neraca pembayaran pada triwulan I-2019 bisa surplus karena surplus transaksi finansial menutup defisit transaksi berjalan.
Transaksi finansial surplus 10,051 miliar dollar AS, yang terdiri dari penanaman modal asing 5,153 miliar dollar AS dan investasi portofolio 5,401 miliar dollar AS.
Segera diantisipasi
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani menuturkan, dampak tekanan perang dagang AS-China mesti segera diantisipasi.
”Investor akan mengalokasikan dana pada aset yang aman dan keluar dulu dari emerging market sehingga tekanan terhadap rupiah akan semakin besar,” kata Rosan.
Kemarin, Presiden Joko Widodo dan sejumlah menteri menggelar rapat terbatas untuk mengantisipasi situasi perekonomian 2019.
Dana Moneter Internasional memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini 3,3 persen, sedangkan Bank Dunia memproyeksikan 2,9 persen.
Kondisi perekonomian global akan berdampak pada perekonomian domestik, antara lain dalam kinerja ekspor.
Menjawab pertanyaan wartawan seusai rapat, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, pemerintah mengantisipasi pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia. Pemerintah berharap perekonomian nasional baik, bahkan tumbuh lebih tinggi daripada tahun-tahun sebelumnya. Untuk itu, pemerintah akan mengambil langkah-langkah konkret dan fokus.
”Yang jelas kita menyampaikan, kita sudah harus mulai mendorong lebih banyak investasi seperti di bidang industri dan pariwisata,” kata Darmin.
Upaya akan dibuat lebih spesifik agar terealisasi dengan baik. Misalnya, pemerintah fokus mendorong pariwisata dan manufaktur di sejumlah daerah yang potensial.
Terkait kondisi geopolitik, terutama ketegangan AS-Iran, Direktur Pemasaran Retail PT Pertamina (Persero) Mas’ud Khamid menegaskan, sejauh ini belum berdampak pada ketersediaan minyak dunia. (DIM/LAS/CAS/APO/BEN/AFP/REUTERS)