Serangan pada empat tanker di Selat Hormuz menjadi pemicu ketegangan terbaru di Timur Tengah. Eropa khawatir ada peningkatan konflik.
BRUSSELS, SELASA— Eropa mendesak Amerika Serikat dan Iran mencegah konflik terbuka dan segera meredakan ketegangan di Timur Tengah. Eropa juga mendorong perjanjian nuklir dengan Iran tetap dipatuhi semua pihak.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Federica Mogherini mengatakan sudah berbicara dengan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo dan Utusan Khusus AS untuk Iran, Sandy Hook. Dalam pertemuan di Brussels, Belgia, itu Pompeo dinyatakan mendengar pesan Uni Eropa dengan sangat jelas. ”Kita sedang dalam masa krusial di mana perilaku bertanggung jawab dibutuhkan dan sekuatnya menahan diri serta menghindari peningkatan apa pun dari sisi militer,” ujarnya, Selasa (14/5/2019), di Brussels.
Situasi di Timur Tengah memanas karena empat hal. Paling baru setelah Uni Emirat Arab (UEA) melaporkan empat tanker diserang pihak tidak dikenal. UEA tidak menyebutkan waktu pasti serangan. Hanya disebutkan tanker Amjad dan Al Marzokah yang dimiliki Arab Saudi, MT Andrea Victory milik Norwegia, dan A Michel milik UEA diserang di perairan sempadan pelabuhan Fujairah, UEA. Pelabuhan itu terletak di sisi Selat Hormuz. Selat itu memisahkan Iran dan musuh-musuhnya di Timur Tengah. Tanker-tanker itu dinyatakan rusak dan berlubang di beberapa bagian.
Faktor lain
Sebelum serangan misterius itu, keadaan memanas gara-gara AS mengerahkan gugus tempur ke Timur Tengah secara bertahap sepanjang pekan lalu. Kapal induk dengan lusinan jet tempur, kapal perang, kapal pendarat, dan pesawat pengebom B-52 dikirim AS untuk memperkuat armada kelima. Pengerahan itu menyusul keputusan AS-Iran yang saling menetapkan militer masing- masing sebagai kelompok teroris. Washington lebih dulu
menetapkan Garda Revolusi Iran (IRGC) sebagai kelompok teror. Teheran membalas dengan menetapkan Komando Tengah yang membawahkan operasi AS di Timur Tengah hingga Afghanistan sebagai
organisasi teror. Iran menetapkan militer AS sebagai target operasi.
Sebelumnya, pada 2018, AS keluar dari perjanjian nuklir yang disepakati dengan Iran dan lima negara lain (JCPOA). Lewat JCPOA, Iran setuju menghentikan program nuklirnya dan tidak membuat bom. Sebagai imbalan, AS dan negara-negara lain setuju mengurangi sanksi terhadap Iran.
Kekhawatiran Eropa
Selepas keluar, AS mengumumkan memperkeras sanksi kepada Iran. Belakangan, Iran juga mengancam keluar dari perjanjian itu dan kembali melakukan pengayaan uranium yang memungkinkan Iran bisa membuat bom nuklir.
Insiden tanker di perairan UEA mengkhawatirkan Eropa. ”Kami khawatir pada risiko peningkatan konflik akibat kejadian itu. Peningkatan yang sebenarnya tidak diinginkan para pihak, tetapi berakhir dengan konflik. Hal yang dibutuhkan sekarang adalah menenangkan diri dan memastikan saling memahami,” kata Menteri Luar Inggris Jeremy Hunt.
”Hal yang paling penting adalah memastikan tidak lagi mendorong Iran kembali menjalankan program nuklir. Sebab, jika Iran menjadi kekuatan nuklir, tetangganya mau juga. Ini sudah menjadi kawasan paling tak stabil dan (saling menjadi kekuatan nuklir) akan makin buruk,” katanya.
Sementara Menlu Perancis Jean-Yves Le Drian mengatakan, kemungkinan Iran keluar dari JCPOA amat mengkhawatirkan. UE dinyatakan masih mematuhi JCPOA dan terus mencari mekanisme keuangan untuk membantu perekonomian Iran.
Sementara Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mengatakan, UE menekankan kepada Pompeo soal pentingnya JCPOA. ”Saya tidak melihat hal lebih baik, usulan apa pun untuk perjanjian lebih baik. Karena itu, saya pikir lebih bertanggung jawab untuk mempertahankan hal yang sudah ada dan melakukan semua hal untuk mencegah peningkatan ketegangan,” ujarnya.
Jerman sebagai salah satu penandatangan JCPOA menyatakan masih mematuhi perjanjian itu. Hal itu dengan syarat Iran tidak punya senjata nuklir apa pun di masa depan. Jerman menyatakan hal itu penting bagi keamanannya.
”Kami prihatin atas perkembangan dan ketegangan di kawasan. Kami tidak mau ada peningkatan (aksi) militer,” kata Maas kepada Pompeo.
(AP/AFP/REUTERS/RAZ)