Pemerintah Israel memanfaatkan Presiden AS Donald Trump guna mendapatkan pengakuan atas kedaulatannya di Tepi Barat dengan menggelontorkan dana pembangunan permukiman Yahudi.
KAIRO, KOMPAS— Setelah mendapatkan pengakuan Presiden AS Donald Trump atas kedaulatannya di Dataran Tinggi Golan, Israel kini berusaha memperoleh pengakuan serupa atas kedaulatannya di Tepi Barat.
Guna memperkuat keberadaannya di Tepi Barat, seperti dilansir kantor berita Associated Press, Selasa (14/5/2019), Pemerintah Israel sejak Trump memangku jabatan Presiden AS pada Januari 2017 mengalokasikan dana besar-besaran untuk memperluas pembangunan permukiman Yahudi di wilayah Palestina itu. Trump ditengarai memberi lampu hijau atas perluasan pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat.
Kantor berita AP melaporkan, Pemerintah Israel meningkatkan dana belanja untuk perluasan pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat hingga 39 persen sejak tahun 2017. Pembangunan permukiman Yahudi dan infrastrukturnya di Tepi Barat meliputi jaringan jalan raya, gedung sekolah, dan bangunan publik di seantero Tepi Barat.
Data statistik Pemerintah Israel yang dirilis Kementerian Keuangan Israel menyebutkan, Israel membelanjakan dana di Tepi Barat pada 2017 sebanyak 1,65 miliar shekel atau 459,8 juta dollar AS berbanding 1,19 miliar shekel pada tahun 2016. Kubu pro dan kontra perluasan pembangunan permukiman oleh Israel menyebut perluasan pembangunan permukiman Yahudi itu sebagai ”efek Trump”.
Hagit Ofran, peneliti dan aktivis pada lembaga pemantau anti-permukiman Yahudi, Peace Now, seperti dikutip kantor AP, mengatakan, terpilihnya Trump makin membuat berani Pemerintah Israel. ”Mereka (Pemerintah Israel) tidak
malu lagi dengan apa yang mereka lakukan. Mereka merasa bebas melakukan apa saja yang mereka inginkan,” ujar Ofran.
Televisi Israel, Saluran 12, hari Minggu (12/5/2019) melansir, Trump tidak mencegah Israel mengklaim kedaulatan atas Tepi Barat, seperti halnya Trump mengakui kedaulatan Israel di Dataran Tinggi Golan.
Bahkan, rancangan perdamaian Palestina-Israel besutan AS yang kerap disebut-sebut dengan istilah ”Transaksi Abad Ini” dan, menurut rencana diluncurkan pada Juni, akan mengakui kedaulatan Israel atas semua permukiman Yahudi di Tepi Barat.
Di Tepi Barat, saat ini terdapat 400.000 penghuni permukiman Yahudi. Adapun jumlah warga Palestina di Tepi Barat mencapai sekitar 2,9 juta jiwa. Tepi Barat adalah wilayah yang diduduki Israel pada perang Arab-Israel tahun 1967.
Jubir Kepresidenan Palestina, Nabil Abu Rudeinah, menegaskan, adanya perluasan pembangunan permukiman Yahudi itu adalah bukti Pemerintah AS sekarang mendorong aktivitas pembangunan permukiman Yahudi tersebut.
PM Palestina Mohammad Shtayyeh dalam sidang kabinet, Senin (13/5), di Ramallah, menyerukan agar masyarakat internasional mengakui negara Palestina di atas tanah tahun 1967 dengan ibu kota Jerusalem Timur sebagai reaksi kemungkinan Israel mengklaim secara sepihak kedaulatan atas semua permukiman Yahudi di Tepi Barat.
Sikap Indonesia
Di Jakarta, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengungkapkan, Indonesia akan memanfaatkan pertemuan negara- negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) akhir Mei ini untuk mendorong persatuan antarnegara dan kontribusi negara Islam bagi perdamaian dunia, termasuk Palestina.
Kamis lalu, pada pertemuan informal Dewan Keamanan PBB di Markas Besar PBB di New York, AS, Retno menyatakan, Indonesia menyerukan penghentian pembangunan permukiman Yahudi yang terus dikerjakan Israel di wilayah Palestina.
”Terus berlangsungnya pembangunan permukiman ilegal oleh Israel di wilayah pendudukan Palestina tidak dapat diterima. Saya ulangi lagi, tidak dapat diterima,” kata Retno di hadapan anggota DK PBB. ”Sebab, tanpa diragukan, permukiman ilegal (Israel) itu merupakan inti pendudukan Israel. Masalah ini berada di jantung krisis perlindungan rakyat Palestina dan hambatan nyata bagi proses perdamaian.” (LSA)