Bisnis kuliner selalu menarik dan menantang. Itu sebabnya banyak anak muda mengawali bisnis mereka di bidang kuliner, bidang yang dekat dengan keseharian mereka. Mungkin mereka menganggap bisnis kuliner agak lebih mudah ketimbang bisnis lain. Modal awal pun tidak terlalu besar dan sepertinya tidak memerlukan keahlian bisnis canggih atau ilmu hebat. Namun, seperti bisnis lainnya, bisnis kuliner juga banyak risikonya dan menuntut inovasi terus-menerus.
Simak pengalaman Andi Arinal Haq, mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang berbisnis Banrolls Crispy & Sunday Salad. Sebagai mahasiswa perantauan, dia sering kali kesulitan finansial. Kondisi itu membuatnya berpikir harus mampu menghasilkan uang sendiri karena tidak mungkin terus-menerus meminta kiriman uang saku dari ayah ibunya di Sulawesi Selatan.
”Saya suka ngemil ketimbang makan besar. Selain itu, di kampung saya, produksi pisang selalu melimpah. Sepanjang tahun selalu ada pisang,” kata Andi. Kondisi yang sama dia lihat terjadi di Yogyakarta, kota tempatnya kuliah. Dia pun memilih pisang dan membuat camilan sebagai usahanya.
Menurut dia, pisang dapat diolah menjadi banyak sekali makanan, termasuk penganan untuk buah tangan. Andi juga tahu, saat itu ada pengusaha lain yang juga mengandalkan produk berbahan baku pisang.
”Saya ingin pisang saya memuaskan konsumen karena tebal dan terasa pisang sungguhan, bukan hanya aroma dan irisan tipis pisang,” ucap Andi.
Dari bahan baku pisang, Andi membuat lumpia pisang dengan varian rasa dan taburan berbeda, seperti tiramisu, teh hijau, dan cokelat pekat plus taburan oreo, kacang, badam, atau keju. Dia juga membuat nugget pisang. Selain mengandalkan produk dalam aneka varian, Andi juga menjalin kerja sama dengan ojek daring dalam memberikan diskon atau produk gratis.
Andi mempromosikan produknya di media sosial, termasuk soal kehebatan pisang sebagai buah yang menyehatkan dengan berbagai kandungan gizinya. Dia juga rajin ikut promosi dalam pameran.
”Saya ingin usaha ini tidak hanya menghidupi saya, tetapi juga orang lain, mahasiswa lain yang ingin bekerja,” ujar Andi.
Kedai kopi
Lain lagi dengan Yohanes Handoyo (36) yang mendirikan Uncle Jo Coffee Shop di Kota Bogor bersama rekannya, Arie Renanto, pada 2018. Kedai kopi ini sudah punya penggemar tetap. Kehangatan Uncle Jo membuat para keponakan (sebutan untuk pengunjung) selalu rindu untuk bermain dan menikmati sajian aneka kopi dan makanan ringan di rumah Uncle.
Yohanes menceritakan, sebenarnya ide mendirikan kedai kopi lebih untuk membuat usaha sebelumnya di bidang desain interior bisa didatangi lebih banyak klien di lokasi yang sudah ada di Jalan Gedong Sawah, yang bisa ditempuh berjalan kaki dari Stasiun Kereta Api Bogor.
”Selama ini, kalau ketemu klien, kan, banyak di kedai kopi. Lalu terpikir, kenapa tidak membuat kedai kopi juga di kantor kami supaya klien nyaman untuk bertemu,” ujar Yohanes.
Bagi Yohanes, yang merupakan jelmaan Uncle Jo, bisnis kedai kopi tak sekadar urusan menyajikan kopi. Dari bisnis kopi, lahir banyak inspirasi untuk kolaborasi yang semakin mengembangkan kedai kopi.
”Kami tidak mengejar kopi yang terenak, tetapi juga yang cocok diminum sebab akan ada kopi yang terenak lagi karena ini, kan, soal rasa. Pun soal tempat juga tidak yang selalu terbaik atau instagramable karena nanti akan ada yang lebih bagus lagi,” kata Yohanes. Dia pun lebih memilih tempat agar orang merasa nyaman, homy, hangat, persaudaraan, serasa famili. ”Pokoknya serasa keponakan main di rumah uncle atau paman yang baik hati,” ujar Yohanes.
Desain Uncle Jo Coffe Shop pun dibuat sederhana, tetapi nyaman. Kursi tua dari kayu hingga sofa yang nyaman membuat para keponakan bakal betah. Belum lagi Uncle Jo suka berbagi.
Sejak awal, Uncle Jo kuat dalam membangun konsep lewat sosok Uncle Jo (mewakili Yohanes) yang dilengkapi dengan gambar pria bercambang rapi, berkacamata, dengan rambut terikat ke atas (mewakili Arie) yang suka berbagi. Kedai kopi yang dikenal dengan konsep dibangun dari bisnis low budget kemudian punya kegiatan workshop bisnis kopi. Tiap bulan ada lokakarya untuk memberikan bekal bagi anak muda yang juga mau membangun bisnis kedai kopi low budget.
”Workshop membangun bisnis kopi low budget ini sudah 16 kali diadakan, peserta dari sejumlah daerah. Lebih dari 200 orang ikut dan sudah puluhan yang buka bisnis kedai kopi low budget. Ada yang antara lain di Makassar, Samarinda, Padang, dan Jabodetabek,” ujarnya.
Yohanes memang terpanggil untuk membantu kelahiran wirausaha muda Indonesia lewat bisnis kopi. Untuk memulai, bisa dengan low budget dan bertahap asal terus berkembang. Dia memang rajin membuat program untuk memikat banyak pengunjung.
Melihat peluang
Eva Novianty, mahasiswa semester empat di Akademi Sekretaris dan Manajemen Taruna Bakti di Kota Bandung, membuka bisnis kuliner karena ada peluang. Keluarganya punya tempat di daerah strategis di pinggir jalan di sekitar Jalan Raya Gede Bage, Bandung. Bangunan gudang itu dekat dengan kantor dan sekolah sehingga dinilai Eva potensial.
Eva yang suka bisnis sendiri dari SD melihat peluang itu dan mengeluarkan ide untuk membuka bisnis kuliner.
”Jajanan thai tea sedang digemari, tetapi belum ada di sekitar tempat milik keluarga. Saya belajar aja di Youtube, coba-coba meracik thai tea. Dengan modal Rp 11 juta untuk gerobak dan alat, mulai deh dari jualan thai tea di gelas plastik ukuran besar dan sedang. Yang suka banyak,” kata Eva. Dia menamakan bisnis kulinernya Dapur Cep Agan dan Ghan Thai Tea ketika memulai bisnisnya pada Oktober 2018.
Jualan Eva laris sehingga sudah balik modal. Kini penghasilan dari thai tea sekitar Rp 750.000 per hari. Lalu, Eva juga melihat peluang untuk membuka bisnis kuliner ayam geprek. Ia menguji coba rasa kepada teman-teman di kampus. Setelah didapat rasa yang cocok, Eva melebarkan sayap bisnis kuliner ke makanan. Menu makanan pun berkembang, ada sup iga sapi, sate maranggi, sapi lidah hitam, dan nasi kuning.
”Saya memang suka bisnis, mau punya usaha sendiri. Alhamdulillah bisa berkembang. Meskipun awalnya deg-degan karena belum ramai, terus berusaha dan menawarkan rasa yang enak dengan harga yang terjangkau,” ujar Eva membagi resep.
Bisnis kuliner memang selalu punya penggemar asal jeli melihat peluang.