Masyarakat Pantura Diminta Tenang Menunggu Hasil Pemilu
Sejumlah tokoh dan ulama meminta masyarakat di pantai utara Indramayu dan Cirebon, Jawa Barat, menjaga ketenangan pasca-Pemilu 2019. Warga diimbau tidak terpancing gerakan pengerahan massa terkait hasil Pemilu 2019, khususnya pemilihan presiden.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·2 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS — Sejumlah tokoh dan ulama meminta masyarakat di pantai utara Indramayu dan Cirebon, Jawa Barat, menjaga ketenangan pasca-Pemilu 2019. Warga diimbau tidak terpancing gerakan pengerahan massa terkait hasil pemilu, khususnya pemilihan presiden.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Indramayu Warmin, Rabu (15/5/2019), mengatakan, proses pemilu di Indramayu telah berjalan lancar dan aman. Selain pengamanan oleh Polri dan TNI, kelancaran pesta demokrasi di Indramayu juga didukung masyarakat setempat.
”Oleh karena itu, mari kita menjaga ketenangan tersebut dan bersabar menunggu hasil pemilu. Umat beragama di Indramayu diharapkan tidak terprovokasi dengan isu people power,” ujar Warmin.
Berdasarkan isu yang beredar di media sosial, people power atau pengerahan massa akan dilakukan di kantor Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu pada 22 Mei, batas akhir rekapitulasi suara Pemilu 2019. Informasi tersebut, katanya, juga beredar di masyarakat Indramayu.
Hal senada diungkapkan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Indramayu Moh Syatori. ”Kami menolak tegas dan tidak ingin ikut dengan people power. Hal ini berpotensi mengorbankan kerukunan di masyarakat,” ujarnya.
Menurut dia, pemilu sudah selesai sejak 17 April lalu ketika masyarakat memberikan hak suara. Adapun hasil Pemilu 2019, katanya, diserahkan kepada KPU. Dia berharap, pemilu menghasilkan anggota legislatif dan pemimpin amanah serta bijaksana.
”Bagi calon presiden dan legislatif, pasti ada yang menang dan kalah. Ini keniscayaan bagi siapa pun yang mencalonkan untuk posisi apa pun,” ungkap Syatori.
Sebelumnya, Senin (13/5/2019), warga Kabupaten Cirebon, IAS (49), ditangkap polisi karena diduga membuat dan menyebarkan video bermuatan ujaran kebencian dan hoaks. Video tersebut diduga kuat terkait dengan Pemilu 2019.
Video berdurasi 1 menit 57 detik itu antara lain berisi seruan ungkapan provokatif yang membenturkan TNI dan Polri. IAS juga mengungkapkan, pada 22 Mei merupakan hari ulang tahun PKI (Partai Komunis Indonesia). Padahal, informasi itu tidak benar.
Saat berbuka puasa bersama tokoh agama dan masyarakat di Wihara Welas Asih, Kota Cirebon, Minggu (12/5/2019), Sinta Nuriyah Wahid menilai, hati masyarakat tengah bergejolak karena Pemilu 2019. ”Virus kebencian bercokol di hati manusia,” ucap istri KH Abdurrahman Wahid, presiden keempat RI itu.
Virus itu mewujud dalam ujaran kebencian dan hoaks yang beredar di media sosial. Untuk itu, ia mengajak umat Islam menjadikan puasa pada bulan Ramadhan sebagai momentum melawan virus kebencian dan mengutamakan kebersamaan dalam keberagaman.