Setiap manusia biasanya memiliki batin dan jejak karma yang buruk. Oleh karena itu, untuk kembali baik, pembersihan batin pun menjadi hal yang mutlak dilakukan.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·2 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Setiap manusia biasanya memiliki batin dan jejak karma yang buruk. Oleh karena itu, untuk kembali baik, pembersihan batin menjadi hal yang mutlak dilakukan.
Ketua Dewan Sangha Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) Biksu Tadisa Paramita Mahasthavira mengatakan, bagi umat Buddha, upaya pembersihan batin dan dan jejak karma yang buruk tersebut dilakukan dengan memberikan penghormatan kepada Sang Buddha. Adapun penghormatan tersebut dilakukan dengan cara melakukan namaskara atau bersujud serta melakukan pradaksina atau mengelilingi candi hingga tiga kali.
”Tiga kali mengelilingi candi adalah bentuk penghormatan yang sempurna bagi Sang Buddha,” ujar Biksu Tadisa saat ditemui seusai melakukan pradaksina di Candi Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Rabu (15/5/2019). Pradaksina dan namaskara ini menjadi rangkaian acara peringatan Trisuci Waisak 2563 BE/2019.
Sebagai bentuk penghormatan kepada Candi Mendut dan Sang Buddha, Biksu Tadisa pun terus mengingatkan umat untuk menjaga sikap, tidak membuang sampah, ataupun meludah saat berada di atas candi.
Pradaksina tersebut diikuti 11 biksu dan 40 penganut Buddha yang tergabung dalam Majelis Mahayana Buddhis Indonesia (Mahabudhi). Pradaksina dilakukan pada Rabu mulai pukul 16.00 hingga pukul 17.00.
Namaskara, menurut Biksu Tadisa, juga menjadi sikap yang penting karena sebagai wujud dari penghormatan kepada Sang Buddha. Sikap itu harus dilakukan dengan posisi kening, dua lutut, dan dua siku benar-benar menyentuh lantai. Kesungguhan sikap namaskara ini harus dilakukan sesuai dengan perwujudan sikap merendahkan hati dan diri di hadapan Sang Buddha.
”Sikap merendahkan diri dan hati dalam namaskara sesuai dengan makna filosofis dari aliran air, yaitu air selalu mengalir dari tempat yang berada di atas ke bawah,” ujarnya.
Membersihkan batin dan jejak karma dengan cara melakukan pradaksina dan namaskara menjadi cara mutlak untuk membersihkan diri agar dapat kembali menerima dharma atau ajaran-ajaran baik dari Sang Buddha.
Susanto, salah seorang pemeluk Buddha, mengatakan, sebagai bentuk upaya membersihkan diri, sebelum melakukan pradaksina, umat Buddha biasanya akan mengubah pola makan dengan menjadi vegetarian, yakni hanya mengonsumsi sayur-sayuran. Perilaku vegetarian ini dilaksanakan selama tiga hari sebelum dimulainya ritual pradaksina.
Sebelum melaksanakan ritual, umat dan biksu terlebih dahulu berdoa bersama dan menyajikan persembahan di Candi Mendut. Persembahan yang diberikan harus terdiri atas lima jenis benda, yaitu dupa, lilin, buah, bunga, dan air. Terkadang umat juga menambahkan dengan beragam jenis makanan.
Pradaksina dan namaskara, menurut Susanto, memberikan efek menenangkan perasaan. Ritual ini juga dirasa penting sebagai persiapan umat untuk membersihkan batin menyambut Waisak.