Pegang Kendali atas Data Pribadi
Di era ekonomi digital saat ini, data pribadi berpotensi dimonetisasi atau diuangkan untuk kepentingan pemasaran hingga kejahatan. Sayangnya, kesadaran masyarakat dalam memperlakukan data pribadi belum memperhatikan aspek privasi dan keselamatan pribadi. Kurangnya perhatian pada aspek keamanan dalam mempergunakan data pribadi baru disadari setelah mengalami dampak serius.
Hingga saat ini masyarakat cenderung belum menyadari bahwa data pribadi merupakan bagian dari hak privasi yang patut dilindungi. Perlindungan data pribadi merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap hak atas privasi.
Negara telah menjamin perlindungan itu lewat konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 G bahwa setiap orang berhak atas perlindungan atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
Masyarakat cenderung belum menyadari bahwa data pribadi merupakan bagian dari hak privasi yang patut dilindungi.
Kerap kali, tanpa pikir dua kali, orang menyerahkan data identitas untuk memperoleh layanan dari perbankan, kafe, toko ritel, hingga pasar dalam jaringan (daring). Bahkan, dengan iming-iming diskon dan hadiah, dengan mudahnya orang menyerahkan data pribadi untuk mendaftarkan diri agar dapat memperoleh kartu layanan perbankan dan layanan lainnya.
Baca juga: Data Pribadi Dijual Bebas
Kompas menemukan data pribadi ini telah diperjualbelikan oleh pekerja di perbankan, e-dagang, hingga situs daring. Data pribadi itu digunakan untuk memasarkan produk perbankan, produk tertentu, hingga kejahatan. Pada 2018, Polda Metro Jaya pun mengungkap pembobolan kartu kredit yang dilakukan dengan cara menggunakan data pribadi yang dibeli dari situs www.temanmarketing.com.
”Jangan terlalu mudah memberikan data pribadi untuk memperoleh kartu ini dan itu karena itu semua bisnis dan belum tentu kita dapat benefit (keuntungan) dari kartu-kartu itu,” ujar komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Amiruddin Al Rahab, saat ditemui di Jakarta, awal April.
Amiruddin mengatakan, Komnas HAM menilai bahwa jual-beli data pribadi ini akan menjadi ancaman di masa mendatang bagi setiap individu sebagai warga negara. Semakin kaya data terkait dengan satu individu, maka karakter individu tersebut akan semakin diketahui dan semakin mudah dimonetisasi. Baik itu untuk pemasaran produk, penipuan, tindak kejahatan, maupun sasaran berita bohong atau hoaks.
Baca juga: Data Dipakai untuk Kejahatan
”Pemilik data pribadi (yang data pribadinya diperjualbelikan) itu bisa menjadi obyek apa pun. Bisa obyek bisnis, kejahatan, politik, aliran (kepercayaan) apa pun. Macam-macam. Namun, (ancaman) ini belum banyak disadari oleh kita. Sebaliknya, orang dengan percaya diri pasang identitas diri dan anak-anaknya di (kaca) belakang mobil,” ujarnya.
Di media sosial tidak sedikit pemilik akun yang mengumbar identitas pribadi, termasuk relasi keluarga, dan kegiatannya sehari-hari. Padahal, jejak digital dengan mudah dilacak pada setiap akun media sosial yang dibiarkan terbuka dan dapat diakses siapa saja.
Isu perlindungan data pribadi juga belum menjadi pembicaraan di masyarakat. Perhatian kita masih lebih tertuju pada isu-isu terkait dengan penyebarluasan hoaks yang sebenarnya merupakan dampak dari kurangnya kepedulian dalam melindungi data pribadi.
Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kementerian Kominfo) Ferdinandus Setu mengatakan, isu perlindungan data pribadi adalah isu yang berkembang di Barat. Mereka cenderung lebih peduli karena sudah memiliki kesadaran tinggi ihwal hak privat. Tidak heran orang Amerika dan Eropa lebih melindungi data pribadinya di media sosial.
”Isu data pribadi itu sebenarnya adalah produk Barat karena mereka menyadari bahwa itu penting. Kemudian, apakah cocok dengan kita, itu menjadi perdebatan. Ada orang-orang yang menjadi aware (peduli), benar merasa bahwa datanya harus dijaga. Tetapi, kebanyakan masyarakat itu cenderung cuek. Itu yang menyebabkan data pribadi ini di satu sisi perlu ada regulasi dan di sisi yang lain juga membutuhkan literasi,” ujarnya.
Baca juga: Dari Alamat hingga Nama Ibu Kandung
Dari segi regulasi, Ferdinandus mengatakan, pemerintah tengah menyiapkan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi. Dari segi edukasi, Kementerian Kominfo mengadakan gerakan Siber Kreasi yang diinisiasi pada Oktober 2017. Gerakan itu didukung 96 kementerian, lembaga, dan perguruan tinggi, berupa kegiatan edukasi terkait dengan literasi digital di sekolah, kampus, dan kantor pemerintah di kabupaten dan kecamatan.
Gerakan untuk membangun literasi digital saat ini juga dilakukan kelompok-kelompok masyarakat, salah satunya Kelas Muda Digital (Kemudi). Pendiri Kemudi, Resa Temaputra, Senin (13/5/2019), mengatakan, pihaknya telah menyelenggarakan pelatihan literasi pentingnya menjaga privasi dan data pribadi kepada setidaknya 1.000 orang sejak 2016. Pelatihan literasi dilakukan melalui situs kelas daring dan seminar di berbagai perguruan tinggi.
”Yang lucu itu waktu terakhir kami adakan event pada 2017, kami mendatangkan mahasiswa dari beberapa daerah. Nah, ada dua mahasiswa IT (teknologi informatika) yang berpendapat, kok, materi data pribadi enggak ada, ya, di sekolah,” katanya.
Bagi pengguna internet, salah satu langkah awal melindungi data pribadi adalah dengan terlebih dahulu mengetahui hak dan kewajibannya sebelum meregistrasi diri di media sosial atau aplikasi di gawai. Dengan demikian, kita bisa mengetahui apa saja yang diakses oleh media sosial atau aplikasi tersebut.
Data yang didaftarkan, seperti nama lengkap, e-mail atau surat elektronik (surel), dan nomor ponsel, itu seluruhnya dapat diolah untuk melacak dan mengidentifikasi kebiasaan pengguna tersebut.
Jika sudah telanjur terdaftar pada media sosial atau aplikasi, pengguna masih bisa kembali meninjau ulang hak dan kewajibannya. Saat melakukan audit itu, pengguna dapat menentukan akses apa saja yang bisa dilakukan pihak aplikasi atau laman daring.
Baca juga: Ganti Nomor Sampai Kena Tipu
Audit juga dapat dilakukan dengan kembali melihat penggunaan aplikasi di gawai. Aplikasi yang sudah jarang digunakan sebaiknya dihapus agar pihak aplikasi tak bisa masuk ke gawai itu lagi.
Dengan aplikasi internet yang begitu masif dalam mengumpulkan informasi, kunci dari konsep privasi adalah kontrol pengguna terhadap informasi pribadinya, penghormatan batas privasi, dan perlindungan terhadap informasi tersebut.
Dimulai sejak dini
Upaya literasi digital juga dilakukan organisasi nirlaba Information Communication and Technology Watch (ICT Watch) sejak 2012 melalui gerakan Internet Sehat. Berbagai kiat dan modul terkait dengan berselancar di dunia maya secara sehat telah diunggah pada laman internetsehat.id dan bisa diakses seluruh khalayak.
Dalam salah satu modul, pengamanan dalam berselancar di dunia maya bisa dibagi sesuai dengan kategori umur, terutama untuk anak. Sebab, ada baiknya literasi dilakukan sejak dini. Untuk literasi kepada anak, orangtua patut ikut memberikan bimbingan.
Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah mendampingi anak saat masuk ke dunia daring. Orangtua harus memahami dan mengawasi lingkup gerak sang buah hati di ”taman bermain” di dunia digital itu. Anak-anak harus dipastikan berselancar dengan aman agar data pribadi mereka tidak tersebar. Orangtua dan anak harus membuat kesepakatan mengenai durasi berselancar secara daring.
Orangtua harus memahami dan mengawasi lingkup gerak sang buah hati di ’taman bermain’ dunia digital.
Selain itu, orangtua perlu mengajari anak melindungi data pribadi di dunia maya. Anak-anak tidak sepenuhnya sadar mengenai konsekuensi dari mengumbar informasi terkait dengan identitasnya. Anak harus diingatkan agar jangan pernah memberikan nama, nomor telepon, alamat surel, alamat rumah, sekolah, atau foto tanpa izin orangtua.
Literasi digital juga dapat diakses melalui Onno Center di onnocenter.or.id. Di laman itu, pengguna bisa mengakses program perkuliahan daring secara gratis. Di dalamnya ada modul terkait dengan literasi digital. Setelah membaca modul, pengguna dapat mengakses ujian untuk menilai pemahaman mereka.
Onno W Purbo, pakar teknologi informasi, yang mendirikan Onno Center, menuturkan, program itu dapat diikuti siapa saja. Hingga saat ini setidaknya ada 31.000 pengguna yang telah mengikuti perkuliahan digital itu. ”Bahan di Onno Center juga bisa dipakai untuk pelatihan guru-guru,” katanya.
Profesor ekonomi keuangan IPMI International Business School, Roy Sembel, menyampaikan, untuk membangun kesadaran akan pentingnya melindungi data pribadi, dibutuhkan sinergi dari lima unsur yang ada di masyarakat. Kelima unsur itu terdiri dari pemerintah, perusahaan, lembaga swadaya masyarakat, akademisi, dan masyarakat umum.
”Nah, kelima pihak ini harus bekerja sama, jangan cuma mengandalkan pemerintah. Itu dia quintuple helix-nya. Kalau cuma mengandalkan pemerintah, tidak akan berhasil karena semua jajaran masyarakat harus bekerja sama untuk menyadarkan bahwa privasi (data pribadi) ini adalah isu yang penting,” katanya.