Gagal Jantung Penyebab Terbanyak Petugas Pemilu Meninggal
Kelelahan menjadi pemicu penyakit yang diderita anggota KPPS menjadi lebih parah sehingga menyebabkan kematian.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Akumulasi dari laporan dinas kesehatan di 24 provinsi menunjukkan gagal jantung menjadi penyebab terbanyak meninggalkan petugas Pemilu 2019. Sebanyak 48 kematian yang tercatat terjadi akibat gangguan gagal jantung.
Berdasarkan laporan dinas kesehatan di 24 provinsi yang diterima Kementerian Kesehatan, gagal jantung menjadi penyebab terbanyak meninggalnya anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Pemilu 2019. Penyakit yang juga banyak terjadi adalah stroke, yang menyebabkan 24 kematian dan serangan jantung (infarct myocard) sebanyak 18 kematian.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu (15/5/2019), mengatakan, tidak ada korban meninggal disebabkan karena kelelahan. Menurutnya, kelelahan menjadi pemicu penyakit yang diderita anggota KPPS menjadi lebih parah sehingga menyebabkan kematian.
Laporan dari 24 provinsi menyebutkan jumlah petugas pemilu yang meninggal sebanyak 498 jiwa. Mereka tersebar di DKI Jakarta sebanyak 18 jiwa, Jawa Barat (177), Jawa Tengah (44), Jawa Timur (82), Banten (29), Bengkulu (7), Kepulauan Riau (4), Bali (2), Kalimantan Tengah (6), dan Kalimantan Timur (6). Selain itu, di Sumatera Barat ada 1 jiwa, Kalimantan Selatan (8), Nusa Tenggara Barat (7), Sulawesi Utara (2), Lampung (23), Sumatera Selatan (25), Jambi (6), Sulawesi Tenggara (6), Maluku (2), Yogyakarta (10), Riau (7), serta Kalimantan Barat (26).
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Bambang Wibowo menambahkan, dalam upaya mencari penyebab kematian petugas Pemilu dibutuhkan beberapa proses. “Yang dilakukan kalau meninggal di fasilitas pelayanan kesehatan bisa dilihat dari catatan medik, sementara yang meninggal di luar fasyankes menggunakan autopsi verbal sesuai standar WHO,” katanya.
Wawancara penyebab
Secara terpisah, Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek mengatakan, autopsi verbal berbeda dengan autopsi forensik. Cara ini dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian dengan wawancara kepada keluarga atau orang terdekatnya. Ketepatannya diklaim bisa mencapai 80 persen.
Penelitian ini dilakukan dengan metodeologi ilmiah. Penelitian ini juga bisa melihat faktor risiko pekerjaan akibat beban kerja karena lamanya waktu bekerja atau karena lingkungan.“Autopsi berdasarkan based on evidence untuk petugas pemilu ini,” kata Nila.
Bambang menyampaikan, tidak ada laporan kematian yang tidak wajar dari para petugas Pemilu yang meninggal. Selain kelelahan, pemicu parahnya penyakit yang diderita petugas karena adanya faktor psikis. Selain itu, ada juga penyakit penyerta yang mungkin sudah diderita korban tapi belum diketahui sebelumnya.