Atalanta bisa mengakhiri musim ini dengan sejarah besar, mengangkat trofi Piala Italia dan lolos ke Liga Champions musim depan. Langkah pertama adalah menundukkan Lazio di Stadion Olimpico.
ROMA, SELASA — Kota Bergamo, Italia, tampak lebih hidup sejak akhir pekan lalu. Restoran, toko, apotek, dan kedai minum tampil meriah dengan pernak-pernik Atalanta, klub kebanggaan mereka. Warga kota sudah tidak sabar melihat klub tersebut mengangkat trofi Piala Italia, trofi yang terakhir kali mereka raih pada tahun 1963 atau 56 tahun silam.
Atalanta bisa mengakhiri penantian panjang itu apabila mampu menaklukkan Lazio pada laga final di Stadion Olimpico, Roma, Kamis (16/5/2019) pukul 01.45 WIB. Ini merupakan pertama kalinya Atalanta kembali berlaga di final sejak tahun 1996. Klub yang berjuluk ”La Dea” atau ”Sang Dewi” ini akan merasakan laga final yang keempat di Olimpico nanti.
Wajar apabila antusiasme warga Bergamo begitu tinggi. Sebuah toko buah, seperti dilaporkan surat kabar La Gazzetta della Sport, bahkan memasang pengumuman bahwa toko itu akan tutup pada Rabu dan Kamis nanti.
”Untuk sebuah alasan yang sudah jelas”, tulis pemilik toko dalam pengumuman tersebut yang disertai foto Pelatih Atalanta Gian Piero Gasperini dan salah satu pemainnya, Alejandro ”Papu” Gomez.
Ada dua pilihan bagi warga Bergamo untuk mendukung klubnya tersebut. Mereka bisa tinggal di Bergamo dan menonton bersama-sama di kedai minum atau menonton langsung di Olimpico. Kehadiran pendukung Atalanta di Olimpico menjadi sangat penting karena stadion tersebut kebetulan merupakan kandang Lazio. ”Kami ingin membawa seluruh isi Bergamo ke Roma,” ujar Gomez.
Atalanta memang wajib mewaspadai tekanan dari para pendukung Lazio pada laga final nanti. Lazio terkenal memiliki pendukung fanatik yang gemar berulah di luar batas kewajaran sehingga kerap mendapat sanksi. Pada laga kedua semifinal kontra AC Milan, Lazio mendapat masalah karena pendukungnya melakukan pelecehan rasial terhadap dua pemain Milan, Franck Kessie dan Tiemoue Bakayoko.
Tidak hanya itu, ada delapan pendukung fanatik Lazio lainnya yang dilarang datang ke seluruh stadion di Italia hingga lima tahun ke depan karena tertangkap kamera sedang mengibarkan bendera penghormatan terhadap tokoh fasisme, Benito Mussolini.
Jelang laga kontra Atalanta, Presiden Lazio Claudio Lotito, merasa cemas dan kemudian menyampaikan pesan khusus kepada para pendukung Lazio. ”Penting untuk mematuhi semua aturan agar besok (pada laga final) benar-benar menjadi hari olahraga dan hiburan,” ujarnya seperti dikutip Corriere dello Sport.
Lotito cemas karena bagi Lazio laga final nanti juga sangat penting. Sejak terakhir kali menjuarai Piala Italia pada musim 2012-2013, Lazio mampu kembali tampil di final pada tahun 2015 dan 2017. Namun, Juventus mendominasi gelar juara Piala Italia dalam empat musim beruntun sejak 2015 itu. Musim ini adalah kesempatan besar bagi Lazio untuk mengangkat trofi lagi.
Tidak terpengaruh
Skuad Atalanta sudah memahami karakter Lazio dan para pendukungnya di Olimpico. Namun, jika melihat pertemuan kedua tim itu sebelumnya di ajang Liga Italia, Atalanta seperti tidak terpengaruh. Dalam dua kali pertemuan pada musim ini, Atalanta selalu mengalahkan Lazio. Bahkan, La Dea melibas Lazio 3-1 di Olimpico pada awal Mei lalu.
Dalam lima pertemuan terakhir, Atalanta hanya satu kali dikalahkan Lazio, yaitu pada Januari 2017. Atalanta kemudian tampil lebih matang dalam empat pertemuan berikutnya hingga saat ini. Determinasi para pemain semakin tinggi.
”Jika Anda sudah sedikit lagi meraih sebuah trofi, Anda harus memenangi laga itu,” ujar gelandang Atalanta, Marten de Roon.
Apabila berhasil menjuarai Piala Italia, Atalanta tinggal menyelesaikan tugas terakhirnya untuk menyempurnakan musim ini, yaitu memastikan lolos ke Liga Champions untuk pertama kalinya pada musim depan.
Kini mereka sudah berada di peringkat keempat Liga Italia dan tinggal membutuhkan empat poin lagi dalam dua laga terakhir untuk memastikannya. Tugas yang cukup berat karena mereka masih harus menghadapi Juventus dan selanjutnya Sassuolo.
Kemunculan Atalanta sebagai kuda hitam sekaligus mimpi buruk bagi tim-tim raksasa Italia lainnya tidak lain berkat peran Gasperini. Sejak melatih Atalanta pada 2016, Gasperini secara bertahap mematangkan skuadnya dan kini memetik buahnya.
”Selama berbulan-bulan kami telah bermain dengan standar tinggi. Kelelahan fisik dan mental tidak akan menghentikan kami,” ujar Gasperini yang juga mengharap trofi pertama dalam kariernya ini.
Pelatih Lazio Simone Inzaghi menyadari hal itu dan masih memiliki optimisme. ”Kami sudah pernah dikalahkan Atalanta dan saya ingin belajar dari kesalahan itu,” ujarnya seperti dikutip Football-Italia. (AP)