Pelaksanaan Simposium Asia Pacific Geopark Network atau APGN VI yang berlangsung di Lombok, Nusa Tenggara Barat, tinggal empat bulan lagi. Namun, persiapan Pemprov NTB selaku tuan rumah masih minim dalam menyambut terselenggaranya kegiatan berskala internasional itu.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Pelaksanaan Simposium Asia Pacific Geopark Network atau APGN VI yang berlangsung di Lombok, Nusa Tenggara Barat, tinggal empat bulan lagi. Namun, persiapan Pemprov NTB selaku tuan rumah masih minim dalam menyambut terselenggaranya kegiatan berskala internasional itu.
Menurut Yunus Kusuma Subrata, Ketua Tim Percepatan Pengembangan Geopark Kementerian Pariwisata, di Kabupaten Lebak, Banten, yang dihubungi dari Mataram, Lombok, Rabu (15/5/2019), Maret-April lalu pihaknya melihat langkah persiapan APGN di Mataram. Dalam satu setengah bulan kemudian, diketahui fasilitas yang dipersiapkan belum maksimal.
”Yang sudah siap adalah hotel dan ruang untuk penginapan dan pelaksanaan simposium di Kota Mataram dan sekitarnya, selain di obyek wisata Gili Terawangan, Lombok Utara,” ujarnya. Namun, karya tulis masih belum cukup yang saat ini ada 70 karya tulis yang sudah masuk, padahal idealnya dibutuhkan 150-200 karya tulis.
Kemudian, tenaga sukarelawan yang akan mendampingi para tamu selama berjalannya simposium yang diikuti field trip itu, dibutuhkan 60-100 orang. Untuk tenaga sukarelawan, panitia di NTB menyanggupi akan merekrut mahaiswa perguruan tinggi pariwisata di Lombok dan Bali. ”Mudah-mudahan langkah persiapan di daerah semakin baik,” ujar Yunus.
Yang sudah siap adalah hotel dan ruang untuk penginapan dan pelaksanaan simposium di Kota Mataram dan sekitarnya, selain di obyek wisata Gili Terawangan, Lombok Utara.
Pantauan Kompas, belum terlihat sosialisasi dan publikasi sebagai informasi kegiatan APGN di NTB. Spanduk dan baliho belum terlihat dipasang di pinggir jalan protokol Kota Mataram, hingga ke distinasi wisata yang akan dikunjungi peserta simposium dalam acara field trip.
Padahal, Desa Senaru, Lombok Utara, sebagai pintu keluar-masuk pendakian Gunung Rinjani, dan Situs arkeologi Dusun Tanak Bengan, Kecamatan Batukliang Utara, Lombok Tengah—tinggalan arkeologi letusan Gunung Samalas (Rinjani Tua) menjadi obyek kunjungan.
”Belum ada informasi resmi dari penyelenggara prihal APGN. Kami cuma dengan Desa Senaru mau dikunjungi peserta. Tetapi, tidak cukup waktu empat bulan untuk mempersiapkan obyek yang akan dikunjungi,” ujar Sumatim, Pemilik Penginapan di Desa Senaru.
Lebih mendunia
Meski demikian, Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Sudiyono Hardjo menyatakan siap melayani para peserta, seperti rute trekking di kawasan Gunung Rinjani dan atraksi lain. ”Lewat APGN ini, Gunung Rinjani akan lebih dikenal dunia. Apalagi, penyelenggaraannya Agustus, saat pendakian Rinjani dibuka kembali setelah ditutup pascagempa Lombok,” tutur Sudiyono.
Lewat APGN ini, Gunung Rinjani akan lebih dikenal dunia. Apalagi, penyelenggaraannya Agustus, saat pendakian Rinjani dibuka kembali setelah ditutup pascagempa Lombok.
APGN yang digelar pada 29 Agustus-6 September 2019, akan dihadiri sekitar 800 peserta dari 39 negara. Negara-negara tersebut antara lain China, Jepang, Korea, dan Malaysia, selain 19 anggota Geopark di Indonesia, seperti Geopark Nasional Meringin (Jambi), Global Geopatk Cileteuh Pelabuhan Ratu (Jawa Barat), dan Geopark Nasional Pongkor (Jawa Barat). Jumlah peserta diperkirakan 800 orang dalam APGN VI ini. ”APGN dua tahun lalu China, lebih 1.000 peserta yang hadir,” tutur Yunus.
Menurut Budi Karyawan, Manajer Trekking Geopark Rinjani, APGN akan digelar pada 29 Agutus-6 September 2019. Dalam APGN kali ini, kecuali diadakan simposium, juga digelar Geoexpo dan Geofair yang ditargetkan diikuti 350 peserta.
Pamaeran ini mengungkap antara lain manfaat lingkungan, ekonomi, budaya, selain penjualan dan produk-produk pariwisata, serta substitusi plastik dengan sumber dari sumber daya alam di geopark.