JAKARTA, KOMPAS — Wakaf bisa dimanfaatkan untuk membantu membiayai proyek perekonomian, tetapi potensi ini belum dikelola secara optimal. Hal itu disebabkan literasi masyarakat tentang wakaf beserta mekanisme pengelolaannya masih rendah.
Ketua Divisi Pengelolaan dan Pemberdayaan Wakaf Badan Wakaf Indonesia (BWI) JE Robbyantono, di sela-sela temu media dan diskusi wakaf produktif, Selasa (14/5/2019), di Jakarta, menceritakan, masih ada masyarakat yang memandang aset wakaf tidak perlu dikelola lebih lanjut. Akibatnya, aset wakaf justru berkembang menjadi beban ongkos.
Dalam wakaf tanah, misalnya, tambah Robbyantono, sudah ada sekitar 430.000 hektar tanah berstatus tanah wakaf. Namun, kurang dari 10 persen dari luas itu yang dimanfaatkan untuk kegiatan usaha produktif.
”Masih banyak warga mengenal wakaf sebatas harta tidak bergerak. Kalaupun ada tanah berstatus tanah wakaf, peruntukannya adalah masjid, lahan pemakaman, dan instansi sosial,” ujar Robbyantono.
Robbyantono menuturkan, potensi wakaf uang di Indonesia sebesar Rp 77 triliun. Namun, penerimaan wakaf uang baru Rp 185 miliar.
”Pemahaman warga terhadap wakaf yang masih rendah tersebut diikuti dengan tidak banyak pengelola wakaf yang berjiwa kewirausahaan. Hal ini tentu menjadi tantangan berat dalam pemanfaatan wakaf untuk menunjang kegiatan perekonomian,” tuturnya.
Kepala Badan Wakaf Indonesia Mohammad Nuh memandang kompetisi pengelolaan aset wakaf kerap terjadi antar-pengelola. Oleh karena itu, dia menyarankan sesama pengelola aset saling bersinergi mendiversifikasi produk turunan dari aset wakaf.
Menurut dia, Badan Wakaf Indonesia telah bekerja sama dengan Bank Indonesia untuk merealisasikan produk Cash Wakaf Linked Sukuk. Cash Wakaf Linked Sukuk berbentuk investasi sosial. Wakaf uang yang dikumpulkan Badan Wakaf Indonesia selaku pengelola aset wakaf melalui perbankan syariah akan dikelola dan ditempatkan pada instrumen sukuk negara ataupun surat berharga syariah negara.
Imbal hasil atau kupon dari wakaf uang yang ditempatkan pada sukuk negara akan dipakai pemerintah membiayai proyek layanan umum dan pendidikan. Badan Wakaf Indonesia menargetkan dana yang terkumpul Rp 50 miliar sampai dengan akhir 2019.
”Melalui produk Cash Wakaf Linked Sukuk, kami mengajak warga mau berwakaf untuk berbuat nyata bagi pembangunan ekonomi bangsa. Perolehan untung investasi per tahunnya bisa mendapat 8 persen. Jadi, warga dan negara akan sama-sama senang,” ujarnya.
Nuh menegaskan, siapa pun bisa membayar wakaf uang tanpa memandang latar belakang agama dan kelas sosial. Begitu pula sebaliknya. Penerima manfaat pengelolaan aset wakaf juga menyasar siapa saja.
Robbyantono menambahkan, Badan Wakaf Indonesia sedang menjajaki kerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam pengembangan wakaf untuk membiayai sukuk yang diterbitkan perusahaan. Sampai sekarang, inisiatif ini masih dibahas teknis pelaksanaannya.
Pengurus NU Online, Musthafa Helmi, berpendapat perlunya membuka lebih banyak saluran pembayaran wakaf uang agar masyarakat dimudahkan. Melalui laman pemasaran, misalnya.
”Jadi, warga bisa membayar wakaf uang berapa pun nilainya menjadi lebih mudah. Hal ini sama seperti pembelian reksa dana yang kini semakin mudah dengan nominal mulai ratusan ribu rupiah di platform daring,” ujarnya. (MED)