Tolak Hasil Pemilu, BPN Prabowo-Sandi Tidak Akan Gugat ke MK
BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menyatakan akan menolak hasil Pemilu 2019 dari KPU jika terjadi kecurangan. Namun, mereka tidak akan mengajukan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum ke Mahkamah Konstitusi karena hilangnya kepercayaan terhadap institusi hukum negara.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menyatakan akan menolak hasil Pemilu 2019 dari Komisi Pemilihan Umum jika terjadi kecurangan. Namun, mereka tidak akan mengajukan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum ke Mahkamah Konstitusi karena hilangnya kepercayaan terhadap institusi hukum negara.
Koordinator Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak, saat dihubungi di Jakarta, Rabu (15/5/2019), menyampaikan, pihaknya mengalami ketidakpercayaan terhadap institusi hukum negara karena pengalaman pada Pilpres 2014 lalu. Saat itu, Prabowo yang berpasangan dengan Hatta Rajasa dinilai tidak mendapat keputusan yang obyektif meski sudah menggugat ke MK.
”Terus terang, kami mengalami distrust (ketidakpercayaan) terhadap institusi hukum negara. Jadi, berdasarkan masukan dari para pendukung dan tokoh, kami tidak akan menggugat hasil pemilu ke MK,” ujarnya.
Dahnil menjelaskan, tidak mengajukan gugatan ke MK terkait hasil pemilu juga merupakan sebuah langkah konstitusional. Oleh karena itu, BPN Prabowo-Sandi akan menyerahkan kepada rakyat hasil Pemilu 2019 yang ditetapkan KPU pada 22 Mei mendatang.
”Kami akan memberikan keputusan itu ke rakyat bahwa saat ini ada kecurangan pemilu yang masif dan Pak Prabowo akan ikut suara rakyat,” ucapnya.
Sebelumnya, Direktur Media dan Komunikasi BPN Prabowo-Sandi, Hashim Djojohadikusumo, mengatakan, Prabowo tidak akan mengambil langkah inkonstitusional dalam menyikapi hasil pemilu. Menurut dia, Prabowo telah mengimbau kepada pendukungnya agar tidak mudah terprovokasi serta mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa.
Sementara itu, pada acara ”Mengungkap Fakta-fakta Kecurangan Pilpres 2019” di Jakarta, Selasa malam, Prabowo dan semua pendukungnya menyatakan akan menolak hasil pemilu yang curang.
Menurut Prabowo, keputusannya menolak hasil pemilu berdasarkan temuan dugaan kecurangan dari BPN yang dinilai terstruktur, sistematis, dan masif. Kecurangan tersebut mulai dari permasalahan daftar pemilih tetap (DPT), kesalahan input data di Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) KPU, aparat kepolisian yang tidak netral, hingga kasus surat suara tercoblos.
Mencederai demokrasi
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai, tindakan penyelesaian konflik di luar sistem pemilu dan hukum yang telah ditetapkan akan mencederai demokrasi. Padahal, tatanan sistem pemilu yang telah dibangun bertujuan untuk membuat demokrasi Indonesia lebih maju dan bermartabat.
Fickar menjelaskan, demokrasi dan pemilu adalah pilihan politik Indonesia sebagai bangsa, sebagai bentuk kedaulatan berada di tangan rakyat. Hal ini juga sejalan dengan amanat konstitusi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai aturan hukum tertinggi bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, Fickar berharap, peserta pemilu dapat menempuh langkah konstitusional atau langkah hukum yang telah disepakati dalam penyelesaian sengketa pemilu.
Selain itu, lanjutnya, peserta pemilu juga sebaiknya telah siap dan bersikap lapang dada dalam menerima kekalahan. Sementara pemenang tidak meluapkan kegembiraan yang berlebihan.