Badan Narkotika Nasional menemukan aset milik bandar narkoba di luar negeri bernilai triliunan rupiah. Aset yang diperoleh melalui pencucian uang itu masih beredar di negara orang dan belum bisa disita karena terhambat sejumlah aturan.
Oleh
Wisnu Aji Dewabrata
·4 menit baca
Badan Narkotika Nasional menemukan aset milik bandar narkoba di luar negeri bernilai triliunan rupiah. Aset yang diperoleh melalui pencucian uang itu masih beredar di negara orang dan belum bisa disita karena terhambat sejumlah aturan.
Direktur Tindak Pidana Pencucian Uang Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Brigadir Jenderal (Pol) Bahagia Dachi, Selasa (14/5/2019), menuturkan, berdasarkan penyelidikan BNN, terdapat aset milik bandar narkoba senilai sekitar Rp 12 triliun. Aset itu tersebar di 14 negara.
”Karena asetnya di luar negeri, susah sekali (disita). Sampai sekarang, kami belum berhasil menarik aset dari luar negeri. Beberapa kali saya ke luar negeri, saya lobi, saya nego, tapi kami terhambat dengan aturan mereka dan memang aturan mutual legal assistance atau MLA (perjanjian bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana) ribet banget,” paparnya.
Menurut Dachi, modus para bandar adalah mentransfer uang ke luar negeri untuk transaksi. Para bandar itu mengirim uang lewat Penyedia Jasa Keuangan (PJK), seakan-akan mereka membayar barang ke luar negeri. Padahal, barangnya tidak ada.
”Menurut saya, ini melibatkan PJK, terutama bank. Seharusnya bank lebih hati-hati, orang ini siapa, kok, ngirim uang miliaran. Memang dia pengusaha apa? Seharusnya bank mengedepankan kehati-hatian dan mengecek siapa mereka,” ujarnya.
Aset dalam negeri
Adapun aset milik bandar narkoba di dalam negeri lebih mudah ditelusuri dan disita.
Menurut Dachi, tahun 2019, BNN menyelesaikan 14 kasus pencucian uang yang dilakukan bandar narkoba di dalam negeri. Jumlah aset bandar narkoba di dalam negeri yang disita mencapai Rp 25 miliar.
Target BNN tahun 2019 adalah menyelesaikan 50 perkara pencucian uang bandar narkoba dengan target aset Rp 150 miliar.
Tahun 2018, BNN menyelesaikan 42 kasus pencucian uang dari target 45 kasus. Jumlah aset yang disita tahun 2018 sebanyak Rp 172 miliar. Jumlah itu melebihi target, yaitu Rp 110 miliar.
”BNN menarget bandar narkoba yang berstatus napi karena banyak napi terlibat bisnis narkoba. Kalau dia sudah miskin, tidak punya aset di luar, maka dia akan berhenti. Aset mereka berupa tanah, rumah, apartemen, mobil, dan emas. Ada juga yang membuka perusahaan fiktif,” kata Dachi.
Menyebar
Kasus pencucian uang ini ditemukan BNN di banyak lokasi. Pada 5 Februari 2019, BNN Provinsi Jawa Tengah mendalami tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang bersumber dari transaksi narkotika dan obat-obatan terlarang.
Kerja sama dengan pihak perbankan dijalin untuk menelusuri sumber aliran dana.
Kepala Bidang Pemberantasan BNN Provinsi Jateng Ajun Komisaris Besar Suprinarto, Selasa (5/2), mengatakan, pihaknya menangkap Deden Wahyudi alias Dendi Kosasih, Rabu (23/1), di Yogyakarta. Deden diduga terlibat TPPU di jaringan sindikat besar pimpinan Cristian Jaya Kusuma alias Sancai, narapidana LP Nusakambangan. ”Nilai pencucian uang sekitar Rp 4,8 miliar. Kami pelajari semua transaksi dan ternyata terkait dengan Sancai. Kami terus mendalami ini,” ujarnya (Kompas, 6 Februari 2019).
BNN juga menangkap empat pengedar dengan barang bukti 10 kilogram sabu di Kisaran, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, Kamis (11/4/2019). Para pelaku, yakni Usman, Riant, Devi Yanni, dan Yun, juga dijerat dengan pasal TPPU agar harta bendanya bisa disita.
”Kami menyita buku rekening dengan nilai lebih dari Rp 1 miliar, beberapa sertifikat tanah, perkebunan, dan dua mobil. Kami menerapkan pasal pencucian uang untuk memiskinkan para pengedar agar jaringannya tidak bisa beroperasi lagi,” kata Deputi Bidang Pemberantasan BNN Inspektur Jenderal Arman Depari di Medan, Jumat (12/4/2019).
Setahun sebelumnya, BNN menyita Rp 5,6 miliar, 3 rumah senilai Rp 1,5 miliar, deposito Rp 2 miliar, dan 2 mobil hasil pencucian uang kejahatan narkotika di Medan, Sumatera Utara. Tiga pelaku diringkus, satu orang di antaranya adalah narapidana Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta, Medan.
”Nilai aset hasil pencucian uang yang cukup besar ini menunjukkan mereka berperan sebagai bandar. Peredaran gelap narkoba ini juga melibatkan seorang narapidana LP Tanjung Gusta. Dari dalam selnya, kami temukan buku bank, ATM, dan sertifikat deposito senilai Rp 2 miliar,” kata Arman, Kamis (26/4/2018).
Hukuman bagi pelaku kejahatan narkoba juga belum memberikan efek jera.
Berdasarkan catatan Kompas pada Juli 2018, Ditresnarkoba Polda Metro Jaya mengamankan AS, narapidana di LP Cipinang, karena terlibat peredaran ekstasi. Ekstasi kualitas terbaik dikirim dari Perancis ke Indonesia, sebanyak 2.915 butir. AS adalah narapidana kasus pencucian uang hasil perdagangan narkoba. AS mendapat kiriman ekstasi dari warga negara Nigeria bernama Paul.
Persoalan kapasitas lapas diduga ikut berkontribusi. Data Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, sampai Januari 2018, tercatat sejumlah 82.025 orang tahanan dan narapidana kasus narkoba. Rinciannya, 55.420 orang masuk kategori bandar atau pengedar dan 26.605 orang sebagai pengguna. (ART)