Markas Polsek Amalatu yang berada di Desa Latu, Kecamatan Amalatu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, diserang massa yang berasal dari desa tersebut. Hingga Rabu (15/5/2019) malam, markas itu masih dalam penguasaan massa yang tidak terima atas penangkapan KP, warga desa itu yang terlibat pembunuhan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Markas Kepolisian Sektor Amalatu yang berada di Desa Latu, Kecamatan Amalatu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, diserang massa yang berasal dari desa tersebut. Hingga Rabu (15/5/2019) malam, markas tersebut masih dalam penguasaan massa yang tidak terima atas penangkapan KP, salah satu warga desa itu yang terlibat pembunuhan pada Sabtu, 4 Mei.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, pada Rabu petang, polisi berhasil menangkap KP yang diduga terlibat pembunuhan Syamsul Lussy (38), warga Desa Hualoy. Hualoy dan Latu merupakan desa bertetangga yang hingga kini masih bersitegang. Konflik kedua desa yang berlangsung bertahun-tahun itu telah menelan banyak korban.
Selanjutnya, setelah KP dibawa ke Mapolsek Amalatu, massa pun bergerak ke sana. Mereka meminta pelaku dibebaskan. Awalnya protes dilakukan lewat teriakan. Massa yang tidak puas itu lalu melempari gedung mapolsek sehingga kaca jendela pun pecah. Massa yang tidak puas lalu memalang pintu dan jendela kantor tersebut.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat membenarkan adanya peristiwa tersebut. Ia menyebutkan, situasi sudah mulai reda.
”Akibat penangkapan KP, sebagian warga mendatangi mapolsek dan melakukan protes, termasuk melakukan pelemparan yang mengakibatkan kaca jendela pecah,” ujarnya.
Akibat penangkapan KP, sebagian warga mendatangi mapolsek dan melakukan protes termasuk melakukan pelemparan yang mengakibatkan kaca jendela pecah.
Dalam tekanan massa itu, polisi yang dibantu sejumlah aparat TNI berhasil membawa pergi KP keluar dari desa tersebut, kemudian dibawa menyeberang menggunakan speedboat ke Ambon. Lokasi konflik itu berada di Pulau Seram. KP dibawa ke Markas Polda Maluku untuk menjalani pemeriksaan.
Roem kembali mengimbau warga Latu yang diduga terlibat dalam pembunuhan itu agar menyerahkan diri. Polda Maluku, katanya, berjanji memproses kasus tersebut hingga tuntas. Tekanan massa termasuk penyerangan terhadap markas polisi itu tidak akan membuat polisi kendur.
”Masih terdapat beberapa warga yang diduga mengetahui kejadian penganiayaan Syamsul Lussy telah dipanggil melalui Pemerintah Desa Latu, tapi hingga kini belum datang. Kami imbau kepada mereka untuk kooperatif. Apabila tidak diindahkan, Polri akan mengambil langkah lebih lanjut sesuai ketentuan,” tuturnya.
Saling balas dendam
Berdasarkan catatan Kompas, warga kedua desa kini bersitegang. Mereka saling membalas dendam. Pembunuhan terhadap Syamsul diduga terkait kematian warga Latu saat konflik terbuka pada Februari 2019. Pada saat itu, seorang warga Latu meninggal dan tiga warga lain terluka. Empat sekolah dan beberapa rumah di Hualoy juga dibakar.
Sebelum konflik pecah, warga Latu mendesak polisi untuk menangkap pelaku pengeroyokan yang diduga dilakukan oleh oknum warga Hualoy pada Januari 2019. Pada konflik terbuka itu, warga menggunakan senjata api. Aparat menyita 42 bom molotov, 44 bom pipa, 2 pucuk senjata rakitan, dan 2 alat pelontar bom.
Ada juga tujuh anak panah, sebutir peluru standar kaliber 5,56 millimeter, serta sebilah parang. Selain itu, ada juga 122 liter campuran bensin dan minyak tanah untuk membuat bom molotov.
Kami imbau kepada mereka untuk kooperatif. Apabila tidak diindahkan, Polri akan mengambil langkah lebih lanjut sesuai ketentuan.
Konflik itu juga mengganggu akses di Jalan Trans-Seram yang melalui kedua desa itu. Trans-Seram merupakan akses utama tiga kabupaten, yakni Seram Bagian Barat, Maluku Tengah, dan Seram Bagian Timur.
Ketua Komnas HAM Provinsi Maluku Benediktus Sarkol berpendapat, penegakan hukum tetap dilakukan. Selain menimbulkan efek jera bagi pelaku, penegakan hukum juga dapat menciptakan rasa puas di hati keluarga korban. Jika proses hukum tidak dilakukan, warga dapat bertindak sendiri.
Komnas HAM Maluku, katanya, telah membentuk tim untuk melakukan investigasi ihwal konflik berkepanjangan di kedua desa itu. Komnas menilai, ada keganjilan pada kasus tersebut. Konflik tersebut berlarut-larut serta adanya penggunaan senjata api.