Menjelang perayaan Tri Suci Waisak 2563 BE/2019, umat Buddha bersama ratusan biksu melakukan pengambilan air suci di sumber air Umbul Jumprit di Desa Tegalrejo, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Dalam kegiatan pengambilan air yang dilakukan pada Selasa (14/5/2019) dan Kamis (16/5/2019) itu, air suci tersebut ditempatkan dalam 12.000 botol dan sekitar 50 kendi.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
TEMANGGUNG, KOMPAS — Menjelang perayaan Tri Suci Waisak 2563 BE/2019, umat Buddha bersama ratusan biksu melakukan pengambilan air suci di sumber air Umbul Jumprit di Desa Tegalrejo, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Dalam kegiatan pengambilan air yang dilakukan pada Selasa (14/5/2019) dan Kamis (16/5/2019) itu, air suci tersebut ditempatkan dalam 12.000 botol dan sekitar 50 kendi.
Air dalam botol dan kendi tersebut akan disakralkan di Candi Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, pada Kamis (16/5/2019) petang, dan akan dibagikan kepada umat pada perayaan Waisak, 19 Mei mendatang.
Wakil Ketua Panitia Air Berkah Perayaan Waisak 2563 BE/2019, Martinius Nata, mengatakan, sebagai sebuah ritual suci, pengambilan air di Umbul Jumprit ini dimaksudkan untuk mengingatkan umat agar membersihkan diri dan bersikap rendah hati.
”Dengan mengambil air suci ini, diharapkan umat pun selalu ingat untuk bersikap rendah hati seperti air yang selalu mengalir dari atas ke bawah,” ujarnya.
Kegiatan pengambilan air suci pada Kamis (16/5/2019) itu diikuti oleh umat Buddha dan sekitar 200 biksu dari beberapa kota di Indonesia dan Thailand.
Dengan mengambil air suci ini, diharapkan umat pun selalu ingat untuk bersikap rendah hati seperti air yang selalu mengalir dari atas ke bawah.
Umat dan biksu yang hadir dalam prosesi tersebut berasal dari tiga aliran agama Buddha, yaitu Mahayana, Tantrayana, dan Theravada. Sebelum mengambil air, umat dan biksu dari setiap aliran terlebih dahulu melakukan puja bakti, berdoa, secara bergantian di depan altar yang sudah disiapkan di kawasan Umbul Jumprit.
Biksu Mahawirat Khemacari Mahathera, salah seorang biksu asal Thailand yang sudah 15 tahun tinggal di salah satu wihara di Jakarta, mengatakan, air adalah komponen penting dalam kehidupan, termasuk dalam kegiatan peribadatan umat Buddha.
Kendati demikian, karena ketiadaan sumber air, Biksu Mahawirat mengatakan, di Jakarta ataupun di Thailand tidak pernah ada kegiatan pengambilan air di mata air.
”Setiap perayaan Waisak, air yang kami gunakan dalam perayaan dan dibagi-bagikan kepada umat adalah air suci yang sudah dikemas dalam botol,” ujarnya.
Namun, apa pun bentuknya, menurut dia, air yang digunakan tetaplah bernilai luhur dan memiliki muatan spiritual. Selain penting untuk kehidupan di setiap tubuh manusia, air juga memberi asupan bagi jiwa.
”Air itu memberikan ketenangan jiwa,” ujarnya.
Direktur Urusan dan Pendidikan Agama Buddha Direktorak Jenderal (Ditjen) Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama Supriyadi mengatakan, dalam kegiatan ibadah, air bermakna untuk pembersihan noda dalam batin dan fisik. Selain dalam agama ibadah agama Buddha, hal ini antara lain juga dilakukan umat Islam yang melakukan wudu sebelum shalat.
Makna pembersihan dari air, menurut dia, diyakini juga sudah ada dan dilakukan pada masa lalu.
”Pembersihan batin dan fisik menggunakan air ini sudah menjadi budaya dan warisan dari leluhur,” ujarnya.
Dengan kesamaan budaya tersebut, Supriyadi mengatakan, segenap bangsa Indonesia diminta untuk terus mengembangkan moderasi beragama, saling menghargai dan menghormati satu sama lain, termasuk dengan mereka yang berbeda agama. Sikap saling menghormati ini diperlukan untuk mewujudkan kehidupan bangsa dan negara yang aman dan nyaman bagi semuanya.