Pertumbuhan ekspor awal tahun ini dipicu ekspor 7.200 unit mobil Honda Brio dalam satu tahun ke Filipina dan Vietnam.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Ekspor kendaraan Indonesia tidak terganggu perang dagang, yang memicu defisit neraca perdagangan hingga 2,50 miliar dollar AS pada April 2019. Perang dagang antara Amerika Serikat dan China juga dipastikan tidak akan mengganggu alur distribusi kendaraan dari dalam negeri.
Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan, selama triwulan I-2019, ekspor kendaraan dalam bentuk utuh atau Completely Built-Up (CBU) mencapai 70.619 unit. Jumlah itu naik sekitar 25 persen dibandingkan ekspor triwulan 1-2018 yang mencapai 56.237 unit.
Pertumbuhan itu juga tergambar dari distribusi kendaraan melalui terminal internasional milik PT Indonesia Kendaraan Terminal (IKT). Selama triwulan I-2019, terlihat adanya peningkatan cargo/throughput pada CBU di Terminal Internasional yaitu sebesar 9,04 persen sampai 88 ribu unit kendaraan, dari 81 ribu unit pada periode sama tahun 2018.
Direktur Utama PT Indonesia Kendaraan Terminal (IKT) Chiefy Adi K di Jakarta, Kamis (16/5/2019), memastikan, distribusi perdagangan dan produksi kendaraan dari dalam negeri tidak akan terganggu perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
"Industri mobil tidak terpengaruh situasi tersebut. Di terminal internasional, kita tidak terpengaruh pergerakan nilai tukar rupiah karena tarifnya semua menggunakan rupiah. Justru ini jadi anomali. Dalam situasi seperti ini, volume produksi tumbuh, ekspor lebih banyak, impornya justru berkurang," ujarnya.
Pertumbuhan ekspor awal tahun ini dipicu ekspor 7.200 unit mobil Honda Brio dalam satu tahun ke Filipina dan Vietnam. Dalam waktu dekat, sekitar 6.000 unit mobil Chevrolet Captiva berbasis Wuling Almaz juga akan diekspor ke Thailand.
Merek mobil lain yang banyak diminta untuk diekspor sejauh ini antara lain Toyota, Daihatsu, Mitsubishi, Suzuki. Adapun negara tujuan ekspor teratas adalah Filipina, Arab Saudi, Thailand, dan Vietnam.
Sebagai catatan, produksi kendaraan di Indonesia tahun lalu naik 10 persen dari kisaran 1,2 juta unit tahun 2017 menjadi 1,34 juta unit di 2018. Penjualan mobil juga tumbuh 10 persen dari sekitar 1,07 juta di 2017 menjadi 1,151 juta di 2018.
Terminal Patimban
Chiefy mengatakan, kekuatan industri otomotif dalam negeri terhadap iklim ekonomi global juga perlu didukung kapasitas terminal kendaraan. "Kalau industri mobil kita maju, maka terminal kendaraan menjadi penting. Kalau terminal bagus, maka industri bagus karena sistem rantai logistik salah satunya ada di pelabuhan," ujarnya.
PT IKT, yang merupakan anak perusahaan PT Pelindo II (Persero), pun tengah mengincar Pelabuhan Patimban yang dibangun di Kabupaten Subang, Jawa Barat, dan ditargetkan selesai akhir 2019. Sejauh ini, sudah ada empat terminal kendaraan yang dikelola PT IKT, yakni di Jakarta, Gresik, Lampung, dan Pontianak.
Chiefy mengatakan, saat ini IKT atau disebut juga Indonesia Port Corporation Car Terminal (IPCC) masih menjadi operator terminal kendaraan terbesar dan berpengalaman di Indonesia. Pengalaman itu antara lain terkait pelayanan kargo internasional maupun domestik. PT IKT juga memiliki bisnis penunjang seperti port stock, vehicle processing center (VPC), equipment processing center (EPC), road freight(land transportation),document clearance.
"Kami tidak hanya dipercaya prinsipal manufacturer Jepang, Korea Selatan, China, India, dan Eropa, namun juga oleh shipping line yang dapat terkoneksi langsung dengan negara tujuan ekspor. PT IKT telah menjadi terminal kendaraan nomor 3 di ASEAN dan nomor 27 di dunia," kata Chiefy.
Terkait pembangunan Pelabuhan Patimban, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi belum lama ini menyampaikan, progres pembangunan pelabuhan itu baru 13 persen. Saat ini, tahap pembangunan telah meliputi konstruksi reklamasi, dermaga, breakwater (pemecah gelombang laut), dan trestle dermaga.