Investor jangka panjang optimistis menempatkan dana pada instrumen reksa dana. Kendati saat ini bursa saham Indonesia sedang lesu, secara jangka panjang diyakini baik.
JAKARTA, KOMPAS — Kondisi perekonomian global diliputi ketidakpastian, antara lain akibat perang dagang Amerika Serikat-China yang memanas. Hal itu berdampak terhadap gejolak bursa saham dan nilai tukar mata uang sejumlah negara.
Meskipun demikian, investor masih optimistis menempatkan dana pada reksa dana. Pada umumnya, investasi itu bersifat jangka panjang.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan yang dihimpun Kompas sampai dengan Rabu (15/5/2019), ada 247.982 investor reksa dana pada Februari 2015. Jumlah itu meningkat menjadi 1.205.489 investor pada April 2019.
Secara umum, reksa dana terdiri dari reksa dana saham, reksa dana pasar uang, reksa dana pendapatan tetap, dan reksa dana campuran. Pembagian jenis ini berdasarkan isi portofolio yang dipilih manajer investasi dalam membentuk reksa dana itu.
Direktur Utama Ciptadana Asset Management Paula Rianty Komarudin memaparkan, berdasarkan proyeksi ekonomi domestik dan global, investasi jangka panjang yang dapat dijadikan pilihan adalah reksa dana saham.
”Reksa dana saham memiliki pergerakan imbal hasil yang fluktuatif dibandingkan dengan jenis reksa dana lain. Namun, dalam jangka panjang, valuasi pasar saham dipastikan akan terus tumbuh,” ujarnya.
Sampai dengan awal Mei 2019, Ciptadana Asset Management mengelola dana portofolio reksa dana Rp 4,5 triliun. Jumlah itu turun dibandingkan dengan akhir 2018 yang sekitar Rp 5,8 triliun.
Tekanan global dalam beberapa bulan terakhir membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sejak awal tahun sampai dengan Rabu melemah 3,45 persen. Kemarin, IHSG yang sempat di posisi tertinggi pada 6.547,87 meninggalkan level 6.000-an dan ditutup pada 5.980,885.
Akan tetapi, dalam jangka panjang, IHSG menguat 45 persen dalam 5 tahun terakhir. Pergerakan IHSG akan sejalan dengan imbal hasil reksa dana saham.
Pengaruh
Executive Vice President Intermediary Business Schroders Indonesia Bonny Iriawan mengemukakan, prospek reksa dana saham masih akan baik. Namun, dia mengingatkan, sejumlah faktor global masih akan memengaruhi pergerakan pasar saham. Hal ini juga memengaruhi kinerja reksa dana saham.
”Beberapa faktor di antaranya penantian hasil akhir dari perang dagang antara Amerika Serikat dan China serta kebijakan suku bunga bank sentral AS,” ujarnya.
Menurut Kepala Ekonom dan Investasi Strategis Manulife Asset Management Indonesia Katarina Setiawan, reksa dana saham menarik karena valuasi pasar saham saat ini telah menyesuaikan dengan tekanan kinerja pada tahun lalu.
”Laba korporasi juga tampil positif pada tahun ini, didukung stabilitas nilai tukar rupiah,” ujarnya.
Manulife Asset Management Indonesia mencatatkan dana kelolaan Rp 68,1 triliun per akhir 2018.
Sementara Kepala Ekonom PT Bank UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja menuturkan, prospek ekonomi Indonesia dalam jangka pendek dan menengah cukup baik.
Secara moneter, lanjut Enrico, Indonesia cukup menarik karena Bank Indonesia belum memotong suku bunga acuan sehingga perbedaan imbal hasil masih tinggi. Imbal hasil secara riil tetap menarik karena inflasi konsisten rendah.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Ari Kuncoro menambahkan, kinerja pasar keuangan dan pasar modal akan sangat dipengaruhi kondisi global. (JUD/DIM/KRN)