Kelas Rangkap Harus Dikelola dengan Efektif
Mengajar di kelas rangkap menuntut guru memiliki kemampuan mengelola siswa dari kelas yang berbeda secara bersamaan. Kemampuan manajemen kelas rangkap pun jadi tuntutan.
JAKARTA, KOMPAS — Pemelajaran dengan merangkap dua kelas berbeda jenjang masih kerap ditemui di sekolah-sekolah yang mengalami kekurangan guru. Oleh karena itu, perlu strategi belajar yang efisien agar setiap siswa, walaupun digabung, tetap bisa mendapat pengajaran yang optimal.
Sekolah-sekolah yang kekurangan guru umumnya di wilayah yang geografisnya menantang sehingga guru dari luar wilayah kesulitan untuk datang mengajar. Akibatnya, walaupun jumlah siswa relatif lebih kecil dibandingkan di wilayah perkotaan, mutu pendidikan tidak lebih baik.
"Salah satu fakta yang jarang diketahui adalah sebenarnya di negara maju pemelajaran kelas rangkap merupakan salah satu pilihan karena dinilai bermanfaat mengembangkan kemampuan siswa berkolaborasi dan berkreasi," kata Manajer Bidang Pengawasan, Evaluasi, Riset, dan Pemelajaran INOVASI Rasita Purba dalam temu INOVASI bertema "Pembelajaran Kelas Rangkap di Pendidikan Dasar: Peluang dan Tantangan" di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Rabu (15/5/2019).
Rasita menjelaskan, pola pengajaran kelas rangkap di Indonesia biasanya dilakukan di ruang kelas terpisah, misalnya kelas I dan II memiliki ruangan masing-masing. Guru harus bolak-balik antar ruangan sehingga siswa dari kelas yang sedang ditinggal berisiko tidak konsentrasi belajar. Umumnya, agar siswa tidak ribut, guru memberi mereka latihan. Akan tetapi, metode ini tidak efektif karena hanya latihan soal dan tidak ada proses pemahaman konsep.
Pola pengajaran kelas rangkap di Indonesia biasanya dilakukan di ruang kelas terpisah, misalnya kelas I dan II memiliki ruangan masing-masing.
Pola pengajaran kelas rangkap yang kedua adalah menggabungkan dua kelas di dalam satu ruangan. Misalnya, kelas I dan II diajar bersama. Keuntungannya adalah jika ada anak kelas I yang gagal di materi tertentu, siswa itu hanya perlu mengulang materi tersebut sembari melanjutkan materi yang sudah dikuasainya. Berbeda dengan pengajaran di kelas tunggal, yaitu siswa harus mengulang semua pelajaran.
Ia menekankan bahwa kunci terlaksananya kelas rangkap yang optimal ini adalah kemampuan guru mengelola siswa dan penguasaan atas materi serta kompetensi yang diwajibkan di dalam kurikulum.
"Pola ini yang disosialisasikan INOVASI kepada sekolah-sekolah percontohan," ujarnya. Program rintisan ini dilakukan di delapan SD di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Probolinggo, dari 600 SD ada 90 SD yang memiliki kelas rangkap karena kekurangan guru atau pun berada di wilayah yang jauh.
Tutor antarsiswa
Salah satu sekolah yang dibina INOVASI adalah SDN Sukapura 3. Guru kelas I dan II, Veri Harlia, memaparkan, dirinya membedah ulang materi, kompetensi inti, dan kompetensi dasar setiap topik bahasan untuk mencari hal-hal yang beririsan di kedua jenjang kelas itu. Kemudian baru ia membuat rancangan pemelajaran.
"Kompetensi inti adalah hal yang universal, misalnya dalam pelajaran Bahasa Indonesia setiap anak harus bisa mencari informasi dengan cara melihat, mendengar, membaca, dan bertanya. Sementara, kompetensi dasar ialah kecakapan spesifik yang harus dikuasai siswa berdasarkan jenjang kelas mereka," tuturnya.
Dalam proses belajar siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang di dalamnya terdiri dari kelas I dan II dengan berbagai capaian kemampuan. Siswa kelas II yang sudah menguasai materi menjadi tutor bagi adik-adik kelas I. Adapun siswa kelas II yang belum memahami materi bisa mendapat perhatian lebih dari guru.
Cara ini, lanjut Veri, selain mengembangkan kemampuan siswa berkolaborasi juga menciptakan persaingan yang sehat. Siswa kelas II yang masih ketinggalan misalnya, juga mendapat materi dasar sehingga dapat menyegarkan pemahaman mereka. Selain itu, mereka juga termotivasi untuk membaca agar tidak kalah dari kelas I.
Setelah tugas kelompok selesai, setiap siswa diberi tugas perorangan sesuai kompetensi per jenjang. Misalnya, dari topik pembahasan yang sama siswa kelas I diminta membuat narasi satu paragraf, sementara untuk kelas II narasinya lebih panjang dan wajib memakai kosa kata yang sudah ditentukan.
Kepala SDN Sukapura 3 Kaswandi Hadi Trilaksono mengatakan, sistem serupa juga diterapkan di kelas rangkap jenjang IV-V dan V-VI. Per tahun ajaran baru, kelas rangkap ini akan menjadi sesuatu yang reguler.
"Setiap pekan guru-guru berembuk menyusun strategi dan materi karena ada beberapa materi yang tidak bisa digabung dan harus diajar per kelas. Evaluasi mingguan juga dijalankan agar ada pembenahan berkesinambungan," ujarnya.
Setiap pekan guru-guru berembuk menyusun strategi dan materi karena ada beberapa materi yang tidak bisa digabung dan harus diajar per kelas.
Menurut dia, perubahan terbesar pemelajaran kelas rangkap ini ialah persepsi, motivasi, dan sikap guru dalam mengajar. Mereka kini antusias membaca dan belajar untuk mengasah keterampilan.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdikbud Totok Suprayitno mengatakan, manajemen kelas rangkap patut dikembangkan oleh guru. Namun, ia mengimbau agar daerah-daerah lain tidak asal menjiplak metode di Probolinggo karena setiap sekolah memiliki kebutuhan yang unik.
"Pemerintah sangat mendukung kreativitas guru dalam mengembangkan pengajaran selama berdasarkan pemetaan yang jelas oleh pihak sekolah," katanya.