Secara mengejutkan, penjualan ritel dan hasil industri China dilaporkan lebih rendah dari proyeksi. Beijing pun ditekan memberikan stimulus lagi.
BEIJING, RABU— Data Biro Statistik Nasional China yang dirilis, Rabu (15/5/2019), di Beijing menunjukkan penjualan ritel secara keseluruhan sepanjang April hanya meningkat 7,2 persen. Ini merupakan angka terendah sejak Mei 2003. Penjualan produk pakaian di seluruh China dilaporkan turun untuk pertama kali sejak 2009, menandakan konsumen semakin khawatir dengan ekonomi di negeri itu, bahkan sebelum penambahan tarif impor China diberlakukan Amerika Serikat pada pekan lalu.
Data penjualan ritel terbaru itu berada di bawah angka proyeksi para analis. Sebelumnya, penjualan ritel China diperkirakan tumbuh 8,6 persen. Angka pertumbuhan 7,2 persen itu juga lebih rendah dari capaian pada Maret yang mencapai 8,7 persen.
Konsumen-konsumen China mulai mengurangi belanja harian mereka atas produk, seperti alat-alat kosmetik dan barang-barang kebutuhan pribadi. Hal itu dilakukan setelah mereka lebih dahulu menghindari barang-barang yang masuk pada kebutuhan tersier, termasuk produk otomotif.
”Lemahnya penjualan ritel secara parsial turut dipengaruhi pelemahan di bidang ketenagakerjaan dan pelemahan pendapatan di kelompok menengah bawah,” kata Nie Wen, ekonom di lembaga Hwabao Trust. ”Untuk mendorong konsumsi sebagai penjaga ekonomi, China mungkin akan meluncurkan target pengurangan pajak atau aneka subsidi bagi kelompok berpenghasilan menengah ke bawah.”
Perlambatan juga terjadi pada hasil industri di China. Data hasil industri pada April tercatat hanya naik 5,4 persen, angka terendah dalam kurun 4,5 tahun terakhir. Padahal, Maret lalu, hasil industri China tercatat naik 8,5 persen.
Proyeksi para analis sebelumnya pada data hasil industri bulan April adalah naik 6,5 persen. Produksi kendaraan bermotor turun hingga 16 persen. Penjualan mobil juga turun 14,6 persen, menandai penurunan beruntun sepanjang 10 bulan.
Bukan perang peradaban
Dalam pernyataan pertama sejak pemberlakuan tambahan tarif atas impor China oleh Washington pekan lalu, Presiden China Xin Jinping menyatakan tak ada perang peradaban ataupun supremasi rasial seiring naiknya tensi hubungan China dan AS dan menguatnya posisi Beijing secara global.
Xi menanggapi pernyataan petinggi AS bulan lalu yang menilai rivalitas AS-China adalah perang antarperadaban dan antarideologi. Dalam pembukaan Konferensi Dialog Peradaban Asia, Xi menyatakan berpikir bahwa suatu ras atau kebudayaan superior atas yang lain adalah sesuatu hal yang bodoh. Ia menilai tidak ada perang peradaban saat ini di mana pun.