JAKARTA, KOMPAS - Pengacara publik Tommy Tobing, Kamis (16/9/2019) di Jakarta, mempertanyakan kepala perjanjian atau HoA perubahan kerja sama yang sudah telanjur ditandatangani PAM Jaya dan PT Aetra Air Jakarta terkait pengambilalihan pengelolaan air di Jakarta oleh Pemerintah Provinsi DKI. Padahal, uji tuntas atau due diligence belum dilakukan.
“Orang mau mengambil keputusan, dia harus melakukan pengujian terlebih dahulu, sedangkan ini pengujian belum dilakukan, keputusan sudah diambil,” tutur Tommy.
Padahal, uji tuntas penting menjadi dasar mengambil keputusan agar tepat. Uji tuntas antara lain bakal menyelidiki aspek hukum dari perusahaan, nilai perusahaan, nilai utang-utang, dan menentukan nilai dari setiap cara pemutusan kontrak kerja sama seperti yang tercantum dalam perjanjian kerja sama antara PAM Jaya dan Aetra.
Tommy menambahkan, uji tuntas juga berguna untuk mencari tahu ada atau tidaknya masalah hukum terhadap perusahaan. Perusahaan yang sehat semestinya tidak melanjutkan transaksi jika mengetahui perusahaan yang bakal dibeli sedang tersandung misalnya gugatan di pengadilan.
Masalahnya, perencanaan perjanjian kerja sama saat ini berjalan antara perusahaan swasta dengan badan usaha milik Pemprov, yang menurut Tommy representasi dari negara. Jika negara tetap melanjutkan proses hingga perjanjian kerja sama terjadi padahal tahu ada masalah hukum dengan Aetra, indikasi korupsi makin besar.
Pertanyaan ini dikemukakan terkait proses pengambilalihan pengelolaan air di Jakarta oleh Pemprov DKI. Pada pertengahan 2018 Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membentuk tim evaluasi tata kelola air Jakarta.
Tim yang bertugas sampai dengan 10 Februari 2019 itu bertugas mengevaluasi pengelolaan air di Jakarta oleh dua mitra PAM Jaya yaitu PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra). Tim juga bertugas menyusun rekomendasi pengelolaan air Jakarta.
Tim yang tugasnya berakhir 10 Februari 2019 itu, sudah melakukan paparan atas evaluasi yang dilakukan pada Februari 2019.
Sejumlah opsi untuk pengambilalihan juga dipaparkan tim dan kembali akan dikaji. Saat itu tim menyebutkan langkah yang dipilih yakni mekanisme perdata atau renegosiasi antara PAM Jaya dengan Palyja dan Aetra. Renegosiasi bisa menghasilkan pembelian dua perusahaan swasta oleh DKI, perjanjian kerja sama untuk mengakhiri kontrak, atau pengambilalihan sebagian sebelum kontrak habis di 2023.
Sejumlah opsi untuk pengambilalihan juga dipaparkan tim dan kembali akan dikaji. Saat itu tim menyebutkan langkah yang dipilih yakni mekanisme perdata atau renegosiasi antara PAM Jaya dengan Palyja dan Aetra. Renegosiasi bisa menghasilkan pembelian dua perusahaan swasta oleh DKI, perjanjian kerja sama untuk mengakhiri kontrak, atau pengambilalihan sebagian sebelum kontrak habis di 2023.
Setelah paparan itu, tim diberi waktu satu bulan untuk mengevaluasi dan semestinya berlanjut dengan due diligence atau uji tuntas atas semua opsi untuk penghentian kontrak sesuai yang tertuang dalam perjanjian kerja sama antara kedua mitra dengan PAM Jaya.
Namun belum sampai ada due dilligence, pihak pemprov malah mengumumkan kepala perjanjian atau head of agreement antara PAM Jaya dan Aetra untuk mengganti PKS yang ada.