Umat Buddha bersama ratusan biksu menyambut dan melakukan prosesi menyemayamkan api Waisak di Candi Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (17/5/2019). Api tersebut diambil dari Mrapen, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Umat Buddha bersama ratusan biksu menyambut dan melakukan prosesi menyemayamkan api Waisak di Candi Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (17/5/2019). Api tersebut diambil dari Mrapen, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
Bhante Wongsin Labhiko Mahathera mengatakan, api ini menjadi simbol penerang dari kegelapan yang ada di sekitarnya.
”Api ini mengingatkan umat agar selalu berhati terang dan menjadi penerang, sebagai lilin bagi orang lain di sekitarnya,” ujarnya saat ditemui, Jumat (17/5/2019).
Ketua Umum Dewan Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) Siti Hartati Murdaya mengatakan, batin yang bersih dan terang seperti cahaya api sulit ditemukan di setiap manusia karena rata-rata individu memiliki kesalahan dan kegelapan batin yang berulang-ulang terjadi dan dilakukan di masa lalu.
Api ini mengingatkan umat agar selalu berhati terang dan menjadi penerang, sebagai lilin bagi orang lain di sekitarnya.
”Dibutuhkan tekad, keberanian, dan kekuatan agar setiap pribadi bisa memulihkan diri untuk menjadi terang dan bersih,” ujarnya.
Hartati mengatakan, umat Buddha diminta untuk bersyukur bisa mendapatkan kesempatan untuk merayakan Tri Suci Waisak. Dari perayaan inilah, umat diminta menghayati betul keteladanan yang telah diberikan Sang Buddha Sidharta Gautama.
”Dengan meneladan kisah Sang Buddha, mari kita bersama-sama menjadi pribadi yang lebih baik lagi,” ujarnya.
Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Buddha Calyadi mengatakan, keteladanan dari Sang Buddha dapat terus hidup dalam kehidupan masyarakat Buddha dan berkembang menjadi berkah serta menciptakan kehidupan umat yang semakin rukun dan berbahagia.
”Semoga semua rangkaian perayaan Waisak ini juga dapat mendatangkan berkah, kebaikan, kehidupan negara dan bangsa yang makin sejahtera serta damai,” ujarnya.
Api Waisak tersebut diterima di kompleks Candi Mendut sekitar pukul 16.00. Dibawa oleh sejumlah umat, sebagian obor yang menyala tersebut kemudian diterima langsung oleh Siti Hartati Murdaya dan Calyadi.
Sebelum disemayamkan di Candi Mendut, umat bersama biksu terlebih dahulu melakukan puja bakti atau doa bersama dan melakukan Pradaksina, atau berjalan mengeliling candi sebanyak tiga kali.
Sebelumnya, Kamis (16/5), umat bersama biksu sudah terlebih dahulu melakukan prosesi penyemayaman yang sama untuk air berkah yang diambil dari Umbul Jumprit, Kabupaten Temanggung. Baik prosesi pengambilan dan penyemayaman api dan air sudah menjadi acara rutin, bagian dari rangkaian perayaan Tri Suci Waisak.
Mulai dari Sabtu (18/5) hingga Minggu (19/5) pagi, umat Buddha akan melalui beragam acara. Dimulai dengan Puja Waisak pada Sabtu pukul 04.00, selanjutnya pukul 08.00 akan dilakukan Pindapatta. Pindapatta adalah tradisi mendermakan makanan kepada para biksu, yang dilakukan umat.
Sabtu malam, diselenggarakan acara seremonial perayaan Tri Suci Waisak 2563 BE/2019 di Candi Borobudur. Acara ini menurut rencana akan dihadiri Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin.
Detik Waisak akan jatuh pada Minggu pukul 04.11. Sebelumnya, umat akan terlebih dahulu mendengarkan renungan Waisak dan melakukan meditasi.