Limbah bahan berbahaya dan beracun menumpuk di Batam. Penyebabnya, perbaikan mekanisme tata kelola pengiriman tak kunjung rampung.
BATAM, KOMPAS Sebanyak 18.711 ton limbah bahan berbahaya dan beracun menumpuk di Batam, Kepulauan Riau, akibat perbaikan mekanisme tata kelola pengiriman yang tidak kunjung rampung. Menurut rencana, tata kelola pengiriman limbah B3 akan menggunakan sistem elektronik terintegrasi agar bisa dipantau semua pihak terkait.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam Herman Rozie, Kamis (16/5/2019), mengatakan, pengiriman limbah B3 dari Batam ke daerah lain sejak 28 Januari dihentikan sementara. Hal itu menyusul temuan pengiriman limbah B3 yang tidak sesuai jumlah dan jenisnya dengan yang tercantum di manifes atau daftar isi muatan.
Berdasarkan data DLH Kota Batam, pada 2018 ada 329 perusahaan penghasil limbah B3. Total volume limbah B3 sampai 140.901 ton per tahun. Sebagian limbah ditampung di Kawasan Pengelolaan Limbah Industri (KPLI) di Kabil, sekitar 20 kilometer dari pusat kota.
”Tidak semua jenis limbah B3 bisa dikelola di KPLI. Limbah copper slag, sludge oil, slop oil, dan jenis limbah B3 lain harus dikirim ke luar pulau untuk diolah. Beberapa jenis limbah B3 itulah yang sekarang menumpuk hingga 18.711 ton,” ujar Herman.
Selain di KPLI, penumpukan limbah B3 terjadi di 340 tempat penampungan sementara (TPS) milik perusahaan penghasil dan pengelola limbah. Hal ini membuat sejumlah pelaku industri resah dan melayangkan protes kepada pemerintah.
Wakil Ketua Koordinator Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepulauan Riau Tjaw Hioeng mengatakan, sejumlah perusahaan penghasil limbah B3 berencana menambah jumlah TPS karena tumpukan limbah semakin menggunung. Hal ini karena KPLI sudah penuh dan tidak bisa lagi menampung tambahan limbah B3.
Menurut Kepala Kantor Pengelolaan Air dan Limbah Badan Pengusahaan (BP) Batam Binsar Tambunan, hanya 40 persen limbah B3 yang bisa diolah di KPLI. Sebanyak 60 persen jenis lain harus dikirim ke luar pulau untuk diolah lebih lanjut, salah satunya ke PT Prasadha Pamunah Limbah Industri di Cileungsi, Jawa Barat.
Manifes elektronik
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan, pengiriman limbah dari Batam ke luar pulau bisa dilakukan lagi jika perbaikan tata kelola rampung.
Perbaikan itu mewajibkan penggunaan manifes elektronik agar pengiriman dapat dikontrol KLHK, Bea dan Cukai Kota Batam, DLH Kota Batam, serta BP Batam secara simultan. Selain itu, penggunaan manifes elektronik juga untuk mencegah masuknya limbah B3 dari luar negeri ke Indonesia.
Dengan manifes elektronik, perusahaan penghasil, perusahaan pengelola yang dituju, volume, dan jenis limbah dapat diketahui. Dengan demikian, kontrol lintas lembaga dapat bersinergi dan transparan.
Herman mengatakan, sistem tata kelola limbah B3 dengan manifes elektronik akan segera disosialisasikan kepada perwakilan perusahaan penghasil limbah B3. ”Perbaikan mekanisme itu merupakan usaha bersama untuk berbenah agar pengelolaan limbah B3 lebih transparan dan akuntabel,” ujarnya.
Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Kota Batam Susila Brata mengatakan sudah menerima surat dari KLHK pada Selasa (14/5) berisi lima poin pengelolaan limbah B3 yang harus dipenuhi. Tiga poin di antaranya pengecekan pengemasan, pemberian simbol memenuhi ketentuan, serta pengecekan asal limbah B3 bukan kompetensi petugas Bea dan Cukai.(NDU)