Bank Indonesia permudah penerbitan dan transaksi instrumen surat berharga komersial. Kelonggaran ini diharapkan akan mempermudah perusahaan mencari alternatif sumber pendanaan, selain melalui perbankan.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia mempermudah penerbitan dan transaksi instrumen surat berharga komersial. Kelonggaran ini diharapkan akan mempermudah perusahaan untuk mencari alternatif sumber pendanaan, selain melalui perbankan.
Surat berharga komersial (SBK) ditargetkan akan mulai terbit tahun ini. Dalam mengelola SBK, Bank Indonesia (BI) bekerja sama dengan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Dimulainya kerja sama ditandai dengan penandatanganan perjanjian tata usaha di Jakarta, Jumat (17/5/2019).
SBK adalah sekuritas dalam pasar uang yang diterbitkan oleh badan usaha. Instrumen ini biasanya tidak digunakan sebagai investasi jangka panjang, tetapi hanya sebagai pembelian inventaris atau untuk pengelolaan modal kerja.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo berharap SBK dapat berperan penting sebagai salah satu alternatif pendanaan jangka pendek bagi korporasi yang tidak termasuk perbankan. Sebagai instrumen investasi di pasar uang, SBK dinilai menarik bagi investor karena imbal hasil yang kompetitif.
”SBK menjadi solusi pembiayaan jangka pendek bagi investor dan pendanaan bagi penerbit. Imbal hasil yang didapat pun bisa lebih baik dari penempatan dana di perbankan,” kata Dody.
Melalui pelonggaran penerbitan SBK, BI berupaya untuk menyeimbangkan kembali sisi pemasok dengan pengguna dana. Dody mengatakan, keterbatasan likuiditas perbankan dalam memasok kredit kepada korporasi akan disiasati dengan mengalihkan pemenuhan kebutuhan dananya ke SBK.
Akselerasi penerbitan dan transaksi instrumen SBK ini, lanjut Dody, menjadi upaya BI dalam mendorong permintaan domestik. Penandatanganan antara BI dan KSEI sekaligus menjadi penanda infrastruktur pasar SBK telah lengkap dan siap melayani penerbitan dan transaksi.
Penunjukan KSEI sebagai lembaga penyimpanan dan penyelesaian transaksi SBK diharapkan dapat meningkatkan tata kelola dalam penerbitan ataupun transaksi, khususnya terkait pencatatan, penatausahaan, dan penyelesaian transaksi SBK yang dilakukan secara scriptless (tanpa warkat).
Direktur Pengembangan Pasar Bank Indonesia Yoga Affandi menambahkan, perbaikan dari sisi tata kelola dan perlindungan investor dalam SBK ini diharapkan dapat membuat minat penerbit dan investor terhadap instrumen ini meningkat.
”Kita lakukan penandatanganan dengan KSEI tujuannya memberi kepercayaan kepada investor. Kredibilitas KSEI diharapkan bisa berdampak pada bertambahnya minat investor masuk pasar SBK,” kata Yoga.
Menurut Yoga, ada sekitar 90 perusahaan terbuka (emiten) blue chip yang berpotensi membutuhkan pendanaan jangka pendek. Potensi ini dinilainya cukup besar untuk penerbitan SBK ke depan.
”Ini menjadi prospek untuk SBK ke depannya. Nanti kita akan lihat dan sesuaikan dengan kebutuhan sesungguhnya dari pasar terhadap instrumen ini,” ujar Yoga.