Dalam Tekanan Global, Ekonomi Dijaga Tumbuh 5 Persen
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kendati dalam tekanan global, momentum pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen harus tetap dipertahankan. Stimulus domestik yang bersumber dari pertumbuhan konsumsi mesti dibarengi penanaman modal dalam negeri.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, defisit neraca perdagangan yang semakin lebar membuat pemerintah harus kembali mempelajari situasi. Jalan keluar akan tetap dicari agar pertumbuhan ekonomi tidak lagi terkoreksi. Salah satunya dengan menarik investasi substitusi impor.
”Kalau tadinya investasi selalu dikaitkan dengan bagaimana mendorong ekspor, mungkin tidak mudah sekarang ini, apalagi ada perang dagang AS-China. Yang penting sekarang mendorong investasi untuk substitusi impor,” kata Darmin di Jakarta, Kamis (17/5/2019).
Menurut Darmin, dinamika global yang cukup menekan perekonomian RI tak sepenuhnya karena kebijakan pemerintah kurang efektif. Beberapa kebijakan sudah diperbarui sejak tahun lalu, seperti penyederhanaan izin dan perluasan sektor bagi industri pionir yang menerima insentif pembebasan pajak (tax holiday).
”Jadi, sebenarnya pemerintah sudah menyiapkan langkah-langkahnya juga. Kinerja ekspor memang tidak bisa seperti masa lalu, yang penting pertumbuhannya terjaga,” kata Darmin.
Upaya mendorong investasi substitusi impor sejalan dengan kebijakan insentif tax holiday. Investasi yang dibidik adalah perusahaan bahan baku, baja, dan petrokimia. Sementara itu, investasi di hulu tetap dikelola pemerintah dan PT Pertamina melalui kerja sama. Harapannya, impor bisa berkurang secara bertahap sehingga net ekspor tumbuh.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal berpendapat, ada yang salah dalam iklim berusaha di Indonesia yang seharusnya direspons dengan paket kebijakan ekonomi. Namun, sejak paket kebijakan terbit tiga tahun lalu, investasi terutama sektor manufaktur tidak pernah tumbuh tinggi, malahan terus turun.
”Solusi yang ditawarkan paket kebijakan masih sebatas parsial, seperti insentif fiskal. Kenyataannya insentif fiskal itu tidak cukup karena persoalan industri manufaktur kompleks,” kata Faisal.
Paket kebijakan juga dinilai belum mengatasi hambatan paling mendasar dalam investasi, misalnya pengadaan lahan dan cara memperoleh bahan baku. Hambatan kerap ditambah peraturan rumit yang kadang tidak diperlukan. Kondisi itu menimpa industri furnitur sehingga Indonesia gagal ambil peluang dari perang dagang.
Menurut Faisal, pemerintah memang banyak melakukan deregulasi, tetapi terobosan tetap diperlukan. Jangan terus menyalahkan tekanan global karena semua negara mengalami kondisi serupa. Struktur investasi dari manufaktur tetap harus diperkuat karena sektor itu berperan sebagai penopang pertumbuhan ekonomi.
Konsumsi domestik
Ekonom Unika Atma Jaya Jakarta, A Prasetyantoko, mengatakan, upaya menarik investasi bagian dari mendorong konsumsi domestik. Investasi diperlukan untuk meningkatkan kapasitas ruang daya beli masyarakat. Selain investasi langsung, pemerintah juga bisa membidik penanaman modal dalam negeri, seperti untuk pariwisata.
”Ruang pertumbuhan konsumsi bisa meningkat jika ada investasi,” kata Prasetyantoko.
Menurut dia, pemerintah penting menjaga konsumsi domestik sebagai penopang utama pertumbuhan ekonomi. Setidaknya ada dua aspek yang mesti diperhatikan, yaitu stabilitas harga dan daya beli. Upaya menjaga daya beli bisa lewat kombinasi kebijakan pemerintah, misalnya bantuan langsung tunai.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, APBN dapat dan sudah melakukan kontra siklus ketika ekonomi melemah. Kontra siklus itu dilakukan dengan menggenjot realisasi belanja agar konsumsi rumah tangga dan pemerintah tumbuh tinggi. Realisasi belanja pemerintah pusat per April 2019 mencapai Rp 370 triliun atau tumbuh 11,8 persen.
”Namun, kontra siklus itu mengakibatkan defisit melebar karena penerimaan turun, tetapi realisasi belanja sama,” kata Sri Mulyani.
Selain kontra siklus APBN, dampak tekanan global terhadap perekonomian domestik juga akan diperkecil melalui instrumen fiskal lainnya. Pemerintah dalam waktu dekat akan menerbitkan insentif pajak super deductible untuk industri mobil listrik dan pengembangan vokasi. Insentif pajak itu diharapkan bisa membangun kembali momentum sektor swasta.