Geliat dalam Bayang-bayang Tambang
Sejak tambang PT Freeport Indonesia beroperasi pada 1973, Timika menjadi magnet ekonomi baru di Papua. Sektor perdagangan, jasa, dan industri tumbuh mengikuti geliat pertambangan tembaga, emas, dan perak di sana.
Sore akhir Februari, di salah satu sudut pusat kota Timika, ibu kota Kabupaten Mimika, pusat perbelanjaan modern di Jalan Budi Utomo tampak ramai. Pengunjung memenuhi gerai kuliner, pakaian, dan supermarket di dalam bangunan bertingkat yang sejuk itu.
Parkiran di depan pun sesak oleh kendaraan sepeda motor dan mobil, sebagian bahkan sampai meluber ke bahu jalan sehingga membuat macet. Di sepanjang jalan di luar mal itu toko-toko lain berjejer menawarkan berbagai macam kebutuhan, mulai dari baju model distro hingga kedai kopi ala Italia.
Terhubung dengan Jalan Budi Utomo adalah Jalan Cendrawasih, salah satu ruas utama Timika yang di kanan-kirinya banyak berdiri hotel, restoran, warung makan, ruko, bank, dan perkantoran. Di beberapa ruas jalan lain pemandangan serupa juga tidak sulit ditemui.
Di Kampung Utikini Baru, Distrik Kuala Kencana, sekitar 20 kilometer arah barat laut pusat kota Timika, Maria Kuyami (35), Nia Wenda (25), dan Marni (51) turut dalam geliat ekonomi kota meskipun hanya skala kecil. Para ibu rumah tangga itu menekuni usaha pembuatan noken, tas tradisional Papua, bersama kelompok Kangguru Jaya yang telah berjalan 10 tahun.
”Dalam sebulan, paling sedikit setiap anggota kelompok bisa dapat penghasilan kotor Rp 3 juta,” ujar Maria. Selain untuk pasar lokal di Timika, produk mereka juga dijual kepada pengunjung dari luar kota atau melalui ajang-ajang pameran kerajinan.
Dominasi tambang
Perputaran ekonomi itu membuat Mimika bergeliat seperti kota-kota lain di Indonesia. Namun, tidak seperti kebanyakan kota lain, roda perekonomian di Mimika sebagian besar digerakkan oleh sektor pertambangan dan penggalian, yang didominasi aktivitas PT Freeport Indonesia (FI).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Mimika tahun 2017 menunjukkan, sektor tambang menyumbang 87 persen produk domestik regional bruto (PDRB) Mimika. Sisanya, 13 persen PDRB merupakan gabungan dari 16 kategori sektor lapangan usaha lain.
Angka itu belum menghitung aktivitas perekonomian terkait dengan tambang yang tidak terekam dalam PDRB. Di sungai, ratusan orang setiap hari mendulang emas di jalur tailing (material buangan sisa tambang) PT FI yang digelontorkan dari pegunungan di Tembagapura, lokasi tambang PT FI.
Selama 52 tahun operasi PT FI, jumlah penduduk Mimika juga berkembang pesat. Dari berkisar ribuan jiwa pada 1967 saat PT FI menandatangani kontrak karya pertama dengan pemerintah menjadi 210.413 jiwa pada 2017.
Banyak penduduk datang dan menetap dari luar daerah, seperti melalui program transmigrasi, bekerja di PT FI ataupun kontraktor dan subkontraktornya, atau mengadu nasib secara mandiri. Seperti pepatah, ”ada gula, ada semut”.
Seiring itu, status daerah pun turut berkembang. Pada mulanya, Mimika hanya wilayah setingkat kecamatan bernama Mimika Timur di bawah Kabupaten Fakfak. Selanjutnya menjadi kabupaten administratif pada 1996 dan menjadi kabupaten definitif pada 2000.
Karena itu, dampak ekonomi Freeport, baik langsung maupun tidak langsung, turut memengaruhi daerah. Saat renegosiasi kontrak dengan pemerintah pada 2017, PT FI merumahkan sekitar 1.000 karyawan. Perekonomian Mimika pun kala itu sempat melesu.
Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Kabupaten Mimika Basri mengatakan, kondisi itu berdampak besar terhadap pemasukan warga Mimika yang berprofesi sebagai pedagang.
”Anggota kami yang memiliki usaha grosir dan toko eceran mengalami penurunan omzet hingga 50 persen selama dua tahun terakhir,” kata Basri. Ia pun berharap situasi kerja di PT FI bisa kembali kondusif sehingga aktivitas perdagangan dapat berjalan lancar.
Bisnis hotel
Namun, pandangan lain diungkapkan Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Mimika Bram Raweyai. Menurut dia, kehadiran PT FI kurang berdampak besar terhadap tingkat hunian hotel dan bisnis restoran.
Hal ini disebabkan banyak pekerja perusahaan itu lebih memilih liburan di luar Mimika. Padahal, lanjut Bram, dengan jumlah pekerja hingga 30.000 orang, seharusnya keberadaan PT FI bisa berdampak besar untuk pemasukan 150 anggota PHRI Mimika setiap bulan.
”Dari hasil perhitungan kami, jumlah pemasukan untuk jasa hotel dan restoran di Timika hanya sekitar 20 persen (dari aktivitas langsung PT FI). Sebanyak 80 persen pemasukan dari tamu kegiatan pemerintah daerah dan tamu perusahaan swasta,” kata Bram.
Wakil Bupati Mimika Yohanis Bassang mengatakan, kehadiran PT FI memang berdampak bagi pertumbuhan ekonomi di Mimika, tetapi tidak lebih dari 20 persen. ”Saya melihat bahwa hanya perusahaan tertentu dari luar Mimika yang mendapatkan keuntungan besar dari bermitra dengan PT FI, misalnya dalam penyediaan barang kebutuhan pokok. Sebaiknya mereka memberdayakan wiraswasta setempat,” ujarnya.
Ia pun berharap PT FI juga fokus dalam pemberdayaan masyarakat setempat yang berkecimpung pada sektor ekonomi mikro. Hal itu agar dampak ekonominya dapat dinikmati masyarakat secara luas.
Manager Governance and CSR Compliance PT FI Yahya Alkatiri mengatakan, ketergantungan daerah yang sangat besar terhadap satu perusahaan bukanlah sesuatu yang sehat. Karena itu, salah satu upaya yang dilakukan PT FI adalah memberdayakan masyarakat sehingga ketika tambang berakhir, perekonomian di Mimika tetap bergulir.
Untuk itu, Yahya mengatakan, pihaknya berusaha mendorong aktivitas-aktivitas ekonomi lain yang berkelanjutan sehingga kelak dapat menjadi andalan kemandirian daerah. Hal itu di antaranya pertanian, perikanan, peternakan, serta usaha mikro, kecil, dan menengah.
Namun, dia menjelaskan, upaya itu memerlukan sinergi dan peran serta para pemangku kepentingan lain, terutama pemerintah. Hal itu untuk mempercepat akselerasi pembangunan kesejahteraan masyarakat setempat.
Ya, akselerasi itu seolah berpacu dengan waktu mengingat terus menyusutnya sumber tambang. Apalagi, belum semua warga menikmati taraf ekonomi yang menggembirakan. Berdasarkan data BPS Mimika tahun 2017, sebanyak 14,89 persen penduduk masih berada dalam kemiskinan.
(APO/ICH/FLO/DKA/ENG)