Indonesia terus mendorong implementasi Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia-Chile (IC-CEPA). Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mendekati dan menggali informasi dari para importir Chile.
Oleh
Hendriyo Widi dari Santiago, Chile
·4 menit baca
SANTIAGO, KOMPAS — Indonesia terus mendorong implementasi Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia-Chile (IC-CEPA). Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mendekati dan menggali informasi dari para importir Chile.
Pada Rabu (15/5/2019) waktu setempat, delegasi Indonesia yang dipimpin Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mendatangi dua perusahaan Chile, yakni Area Design dan Extractos Naturales Gelymar SA. Area Design bergerak di bidang furnitur, sementara Gelymar di bidang makanan-minuman berbahan baku rumput laut.
Area Design mengimpor furnitur dan kerajinan tangan dari Indonesia. Adapun Galymer mengimpor rumput laut dan bekerja sama dengan petani rumput laut di Malang, Jawa Timur.
Enggartiasto mengatakan, potensi pasar-pasar baru furnitur di kawasan Amerika Selatan sangat besar. Indonesia harus bersaing dengan negara-negara lain, terutama China dan Vietnam, untuk meningkatkan ekspor furnitur dan kerajinan di kawasan tersebut.
Apalagi, saat ini Indonesia menargetkan sektor furnitur mampu meningkatkan ekspor menjadi senilai 5 miliar dollar AS. Namun, hingga kini baru terealisasi sekitar 2,2 miliar dollar AS.
”Saya juga menyampaikan, dengan semakin dekatnya implementasi IC-CEPA, para importir dapat mengimpor lebih banyak lagi dari Indonesia. Dengan IC-CEPA, mereka akan mendapatkan kemudahan dan tarif yang lebih murah, bahkan nol persen,” katanya.
IC-CEPA ditandatangani pada 14 Desember 2017. Implementasi kesepakatan ini diperkirakan akan segera berlaku pada Agustus 2019 setelah proses ratifikasi perjanjian itu selesai.
Melalui perjanjian itu, Indonesia menargetkan ekspor ke Chile semakin meningkat hingga mencapai 206,3 juta dollar AS sampai lima tahun mendatang. Jumlah ini meningkat sekitar 30 persen dari 2017 yang sebesar 158,5 juta dollar AS.
Selain itu, produk impor dari Chile diharapkan terus tertekan dari 120,0 juta dollar AS pada 2017 menjadi 107 juta dollar AS pada lima tahun mendatang.
Selama ini, ekspor utama Indonesia ke Chile antara lain alas kaki, produk-produk pembersih dan pencuci baju, rumput laut, kulkas, dan benang. Sementara Chile mengekspor tembaga murni, tepung ikan, anggur, minyak dan lemak ikan, serta bubur kayu ke Indonesia.
Enggartiasto menambahkan, Chile akan menjadi pintu masuk ke negara-negara di kawasan Amerika Selatan. Untuk produk furnitur, misalnya, importir Chile memiliki akses pasar ke sejumlah negara, seperti Paraguay, Argentina, Kolombia, Peru, dan Uruguay.
Chile akan menjadi pintu masuk ke negara-negara di kawasan Amerika Selatan. Untuk produk furnitur, misalnya, importir Chile memiliki akses pasar ke sejumlah negara, seperti Paraguay, Argentina, Kolombia, Peru, dan Uruguay.
Evaluasi pasar
Menurut Enggartiasto, dari hasil pendekatan dengan sejumlah pelaku usaha Chile, banyak di antara mereka tidak mengetahui cara mendapatkan produk-produk Indonesia. Hal ini menunjukkan, Indonesia masih kurang di sektor pemasaran produk.
Selama ini, Indonesia masih terpaku pada pameran. Padahal, seharusnya Indonesia bisa lebih proaktif mendekati pelaku pasar.
”Persoalan itu menjadi evaluasi bersama. Kami akan proaktif memasarkan. Kami ajak mereka datang mengunjungi beberapa tempat penghasil furnitur, seperti Jepara, Boyolali, Cirebon, Solo, dan Sukoharjo,” katanya.
Di sisi lain, lanjutnya, Kemendag akan menugaskan Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) untuk mendatangkan pelaku usaha Chile ke Indonesia. Kemendag juga akan meminta para pelaku usaha Indonesia datang ke Chile.
”Potensi pasar sangat besar. Kita perlu menggarapnya. Kualitas kita tidak kalah. Desain kita dipuji. Pelayanan kita baik. Hanya, sekarang, kita kurang dikenal. Jadi, kunci suksesnya adalah pemasaran,” tuturnya.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Arlinda menyampaikan, dalam rangka mengimplementasikan IC-CEPA, Indonesia menggelar misi dagang dan forum bisnis. Hal itu dilakukan berbarengan dengan pertemuan Para Menteri yang Membidangi Perdagangan Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (MRT APEC) 2019.
”Dalam misi dagang, sejumlah pelaku usaha dan asosiasi dari Indonesia akan hadir mempromosikan produk-produk unggulan Indonesia. Mereka bergerak di sektor kelapa sawit, rumput laut, perkebunan, kertas, dan dekorasi rumah atau furnitur,” ujarnya.
Eksportir PT Rois Home Design, Isnaini Nurhidayati, mengatakan, persaingan dengan negara-negara lain di sektor manufaktur cukup ketat, terutama dengan China dan Vietnam. Dengan China, Indonesia bersaing harga.
Dengan Vietnam, Indonesia kerap menjadi pengisi kekurangan permintaan pasar ketika Vietnam tidak mampu memenuhinya. Vietnam kadang kesulitan memenuhi tambahan kapasitas sehingga para importir akan lari ke Indonesia.
”Rata-rata per tahun nilai ekspor produk-produk furnitur saya ke sejumlah negara sebesar 1,5 juta dollar AS,” katanya.
Isnaini menyatakan siap memenuhi permintaan furnitur dari Chile dan negara-negara di kawasan Amerika Selatan. Dia juga siap memproduksi furnitur sesuai desain yang tengah tren atau yang diminta pasar.