JAKARTA, KOMPAS — Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Andry Asmoro, memproyeksikan defisit transaksi berjalan pada akhir tahun ini lebih baik dari 2018. Salah satu alasannya, sejak tahun lalu pemerintah sudah memilah proyek infrastruktur untuk menunda proyek yang tidak krusial dan membutuhkan banyak bahan baku impor.
”Dampak dari pemilahan impor bahan baku untuk pembangunan infrastruktur sepanjang tahun lalu akan dirasakan dan berdampak pada neraca perdagangan tahun ini, tepatnya semester II-2019,” ujarnya.
Saat ini, pemerintah perlu membuat investor asing betah menanamkan modalnya di Indonesia. Caranya, BI dan pemerintah harus berkoordinasi menciptakan bauran kebijakan yang dapat menjaga stabilitas ekonomi makro di Indonesia. Sejalan dengan itu, untuk menjaga ketahanan pasar domestik, pemerintah juga harus meningkatkan porsi investor lokal.
Pemerintah juga perlu mendorong pihak swasta untuk menggenjot dan mendiversifikasi ekspor. Andry berharap impor energi fosil dapat ditekan dan diganti dengan energi terbarukan, seperti air, bayu, dan surya.
Baca juga: Tekanan Global Sangat Serius
Langkah tersebut dinilai akan efektif dalam memperbaiki defisit transaksi berjalan, yang pada 2018 sebesar 31,06 miliar dollar AS atau 2,98 persen dari produk domestik bruto (PDB). BI menargetkan defisit transaksi berjalan berkisar 2,5-3 persen PDB pada akhir 2019.
Dalam jangka panjang, fokus pemerintah untuk membangun sumber daya manusia bisa berimplikasi pada peningkatan produksi dalam negeri. Meski belum dapat memastikan berapa lama peningkatan kualitas sumber daya manusia bisa berpengaruh terhadap produksi domestik, dalam jangka pendek program prioritas ini akan membangun sentimen positif bagi investor.
”Dengan sentimen investor berpeluang meningkatkan investasi, baik penanaman modal asing maupun di pasar portofolio. Imbasnya pasokan dollar AS akan meningkat dan turut menjaga stabilitas rupiah dalam jangka menengah,” kata Andry. (DIM)