JAKARTA, KOMPAS — Kepemilikan izin yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan membuat penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi lebih mudah memperluas pasar. Penyedia layanan juga lebih gampang menambah mitra kolaborasi.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 15 Mei 2019, ada 113 penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi yang berstatus terdaftar dan berizin. Lima penyedia layanan di antaranya telah mengantongi izin usaha dari OJK. Danamas lebih dulu mendapat status izin usaha pada 6 Juli 2017, sedangkan empat penyedia layanan lainnya baru mendapatkan izin usaha pada 13 Mei 2019.
Sebanyak 19 perusahaan penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi memperoleh surat tanda terdaftar dari OJK pada 2017. Sementara 63 penyedia layanan memperoleh surat tanda terdaftar dari OJK pada 2018.
Pada Januari-April 2019 ada 26 perusahaan penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi yang memperoleh surat tanda terdaftar dari OJK.
Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Tumbur Pardede, dalam konferensi pers, Kamis (16/5/2019), di Jakarta, memaparkan, pihaknya mengapresiasi OJK yang memberikan kepercayaan kepada pelaku industri pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi. Menurut dia, bukan hal mudah menciptakan industri yang tumbuh sehat.
Tergolong ketat
Penyedia layanan yang sudah terdaftar boleh mengurus izin usaha setahun setelah menerima surat tanda terdaftar dari OJK. Persyaratan mengurus perizinan tergolong ketat. Misalnya, perusahaan wajib mempunyai sertifikat perlindungan keamanan siber ISO 27001, modal disetor Rp 2,5 miliar, serta pedoman standar operasional terkait dengan program anti-pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.
Tumbur menambahkan, pengurusan permohonan sampai dengan pemrosesan persyaratan izin usaha oleh OJK memakan waktu dua tahun.
”Dengan surat izin usaha, kredibilitas penyedia layanan meningkat. Investor, pemberi, atau penerima dana pinjaman juga semakin percaya terhadap layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi,” katanya.
Ketua Harian AFPI Kuseryansyah mengemukakan, hingga Maret 2019, dana yang disalurkan melalui platform layanan pinjam-meminjam mencapai Rp 33 triliun. Sementara gap kredit secara nasional Rp 1.000 triliun.
Dia berharap, penyedia layanan, baik berstatus terdaftar maupun berizin usaha, dapat membantu mengatasi gap kredit nasional.
Ketua Umum AFPI sekaligus CEO Investree Adrian Gunadi mengatakan, ekspansi pasar merupakan salah satu ambisi penyedia layanan yang memiliki izin usaha. Ambisi lain adalah memperluas kemitraan dengan pelaku sektor industri lain, terutama bank dan jasa keuangan konvensional lainnya.
”Di luar dampak positif, penyedia layanan berstatus izin usaha harus menambah ongkos. Contohnya ongkos meningkatkan sistem mitigasi risiko demi kualitas operasional yang lebih baik,” ujarnya.
Adrian menambahkan, AFPI berencana membentuk grup kerja untuk memudahkan komunikasi dan konsultasi penyedia layanan yang sedang mengurus permohonan izin usaha.
Pendiri dan CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra menuturkan, sampai dengan akhir 2018, Amartha telah menyalurkan pinjaman lebih dari Rp 1 triliun kepada 230.000 perempuan pengusaha mikro. Status izin usaha digunakan untuk menambah mitra pengusaha mikro. (MED)